Tanggung jawab Tinjauan Pustaka

D. Keaslian Penulisan

Sebagai suatu karya tulis ilmiah yang dibuat untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana, maka seyogyanya skripsi yang saya yang berjudul “Pertanggungjawaban Serta Pelaksanaan Ganti Rugi Terhadap Kecelakaan Air Asia QZ8501 Ditinjau Dari Konvensi Internasional” ditulis berdasarkan buah pikiran yang benar-benar asli tanpa melakukan tindakan peniruan plagiatbaik sebagian ataupun seluruhnya dari karya orang lain. Dalam proses penulisan skripsi ini Penulis juga memperoleh data dari buku-buku, jurnal ilmiah, media cetak dan media elektronik. Jika ada kesamaan pendapat dan kutipan, hal itu semata- mata digunakan sebagai referensi dan penunjang yang Penulis perlukan demi penyempurnaan penulisan skripsi ini. Dengan Demikian judul yang penulis pilih telah diperiksa dalam arsip bagian Hukum Internasional dan penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya dan belum pernah ada judul yang sama, mirip bahkan persis, demikian juga dengan pembahasan yang diuraikan berdasarkan pemeriksaan oleh Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera UtaraPusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum USU tertanggal 20 Maret 2015 judul tersebut dinyatakan tidak ada yang sama dan telah disetujui oleh Ketua Departemen Hukum Internasional.

E. Tinjauan Pustaka

1. Tanggung jawab

Penekanan dalam arti tangung jawab disini ialah kewajiban memperbaiki kembali kesalahan yang pernah terjadi. 5 5 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Bandung ,Penerbit Alumni, 2003, hal. 4. Liability dapat diartikan sebagai kewajiban membayar ganti kerugian yang diderita, misalnya dalam perjanjian transportasi udara, perusahaan penerbangan “bertanggung jawab” atas keselamatan penumpang. Tanggung Jawab Pengangkut Udara di dalam pengangkutan udara diatur dalam beberapa peraturan antara lain ; i. Ordonansi Pengangkutan Udara Staatblad 1939 No. 100 Salah satu peraturan terpenting bagi pengangkutan udara di Indonesia adalah Ordonansi Pengangkutan Udara Luchvervoer Ordonantie, seperti dimuat dalam Staatsblad Tahun 1939 No. 100. Peraturan ini hingga kini masih berlaku. Persoalan utama yang diatur dalam peraturan ini adalah persoalan tanggung jawab pengangkut. 6 a. Pasal 24 ayat 1 Dalam Ordonansi Pengangkutan Udara, ketentuan mengenai tanggung jawab pengangkut udara terdapat dalam beberapa pasal, yaitu: ”Pengangkut bertanggung jawab untuk kerugian sebagai akibat dari luka atau jejas-jejas lain pada tubuh, yang diderita oleh seorang penumpang, bila kecelakaan yang menimbulkan kerugian itu ada hubungannya dengan pengangkutan udara dan terjadi di atas pesawat terbang atau selama melakukan suatu tindakan dalam hubungan dengan naik ke atau turun dari pesawat terbang”. b. Pasal 25 ayat 1 ”Pengangkut bertanggung jawab untuk kerugian yang terjadi sebagai akibat dari kemusnahan, kehilangan atau kerusakan bagasi atau barang, bilamana kejadian yang menyebabkan kerugian itu terjadi selama pengangkutan udara”. c. Pasal 28 ”Jika tidak ada persetujuan lain, maka pengangkut bertanggung jawab untuk kerugian, yang timbul karena kelambatan dalam pengangkutan penumpang, bagasi atau barang”. 6 Suherman, E ; “Hukum Udara Indonesia dan Internasional”, Bandung, Penerbit Alumni, 1983,. Hal. 9 Selain tanggung jawab pengangkut, Ordonansi Pengangkutan Udara juga menyebutkan besarnya jumlah penggantian ganti rugi. Namun dalam hal jumlah penggantian ini menjadi suatu kekurangan peraturan ini pada masa kini. Limit penggantian yang ditentukan dalam peraturan ini sudah sama sekali tidak sesuai lagi dengan keadaan ekonomis sekarang, yaitu karena limit jumlah-jumlah ganti rugi sebagaimana ditentukan dalam peraturan ini adalah jumlah-jumlah yang sesuai untuk waktu peraturan ini dibuat, yaitu dalam tahun-tahun sebelum tahun 1939. 7 1. Undang-Undang No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan Dalam Undang- Undang Penerbangan ini, ketentuan mengenai tanggung jawab pengangkut udara terdapat dalam Pasal 43 ayat 1, yaitu yang berbunyi : ”Perusahaan angkutan udara yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga bertanggung jawab atas: • kematian atau lukanya penumpang yang diangkut; • musnah, hilang atau rusaknya barang yang diangkut; • keterlambatan angkutan penumpang danatau barang yang diangkut apabila terbukti hal tersebut merupakan kesalahan pengangkut.” Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 15 Tahun 1992 ini, Ordonansi Pengangkutan Udara dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini atau belum diganti dengan Undang-Undang yang baru. Ketentuan ini dijelaskan dalam Pasal 74 butir a Undang-Undang No. 15 Tahun 1992. 2. Peraturan Pemerintah RI No. 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara. Dalam Peraturan Pemerintah RI No. 40 Tahun 1995, ketentuan mengenai tanggung jawab pengangkut udara terdapat dalam Pasal 42, yang menyebutkan: 7 Ibid., hal. 11 ”Perusahaan angkutan udara yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga berjadwal bertanggung jawab atas: • kematian atau lukanya penumpang yang diangkut; • musnah, hilang atau rusaknya barang yang diangkut; • keterlambatan angkutan penumpang danatau barang yang diangkut apabila terbukti hal tersebut merupakan kesalahan pengangkut.” Dalam peraturan ini ketentuan mengenai tanggung jawab pengangkut sama dengan ketentuan yang ada dalam Undang- Undang No. 15 Tahun 1992. Namun dalam Peraturan Pemerintah ini mengatur lebih lanjut mengenai batas jumlah pemberian ganti rugi, yang tidak disebutkan dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 1992. Dalam pemberian batas jumlah ganti rugi, peraturan ini telah sesuai dengan keadaan ekonomis sekarang ini.

2. Ganti-rugi