Sistematika Penulisan PENUTUP A.

4. Analisis Data Data pada skripsi ini dianalisis secara kualitatif. Analisis data kualitatif adalah proses kegiatan yang meliputi, mencatat, mengorganisasikan, mengelompokkan dan mensintesiskan data selanjutnya memaknai setiap kategori data, mencari dan menemukan pola, hubungan – hubungan, dan memaparkan temuan–temuan dalam bentuk deskripsi naratif yang bisa dimengerti dan dipahami oleh orang lain. Analisis data kualitatif merupakan metode untuk mendapatkan data yang mendalam dan suatu data yang mengandung makna dan dilakukan pada obyek yang alamiah 27

G. Sistematika Penulisan

. Metode ini menggunakan data yang terbentuk atas suatu penilaian atau ukuran secara tidak langsung dengan kata lain yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan. Untuk memudahkan pemahaman dalam upaya mendapatkan jawaban atas rumusan masalah, maka pembahasan akan diuraikan secara garis besar melalui sistematika penulisan. Tujuannya agar tidak terjadi kesimpangsiuran pemikiran dalam menguraikan lebih lanjut mengenai inti permasalahan yang akan dicari jawabannya. Pada bagian ini terdapat ringkasan garis besar dari 5 lima bab yang terdapat dalam skripsi. Setiap bab terdiri dari beberapa sub- bab yang akan mendukung keutuhan pembahasan setiap bab. Sistematikanya adalah sebagai berikut: BAB I membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan. Sebagai bagian awal dari penelitian ini, maka diuraikan hal-hal yang menjadi latar belakang 27 Sugiyono.. Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta: Bandung, 2009. Hlm.13. penelitian ini dan permasalahan serta urgensi dilakukannya penelitian dalam hal pertanggungjawaban serta pelaksanaan ganti rugi kecelakaan Air Asia QZ8501. BAB II membahas tentang sejarah dan pengertian angkutan udara, fungsi angkutan udara, klasifikasi penerbangan, pengaturan hukum tentang angkutan udara dan penerbangan. BAB III membahas tentang kondisi subjektif penerbangan di Indonesia, kendala yang terjadi dalam kegiatan penerbangan di Indonesia, pertanggungjawaban maskapai penerbangan atau airlines terhadap kecelakaan penerbangan, peran pemerintah dalam menanggulangi kecelakaan penerbangan internasional di wilayah jurisdiksi Negara Kepulauan Republik Indonesia. BAB IV membahas lebih spesifik mengenai kasus kecelakaan Air Asia QZ8501, upaya yang dilakukan terkait pelaksanaan ganti rugi dalam kasus kecelakaan Air Asia QZ8501, kendala yang terjadi dalam pelaksanaan ganti rugi korban kecelakaan pesawat Air Asia QZ8501 serta tahapan dan besaran ganti rugi terhadap korban kecelakaan penerbangan Air Asia QZ8501 menurut konvensi internasional. BAB V membahas tentang penutup dari penelitian ini yang terdiri dari kesimpulan dan saran. Sebagai bagian akhir dari skripsi, maka dalam bab ini dirangkum intisari, serta memberikan saran mengenai tanggung jawab penerbangan dan pelaksanaan ganti rugi terhadap kecelakaan Air Asia QZ8501 sesuai dengan konvensi internasional yang mungkin dapat bermanfaat dan dapat diaplikasikan.

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG ANGKUTAN UDARA PADA PENERBANGAN

INTERNASIONAL

A. Sejarah dan Pengertian Angkutan Udara

Pesawat terbang yang lebih berat dari udara diterbangkan pertama kali oleh Wright Bersaudara Orville Wright dan Wilbur Wright dengan menggunakan pesawat rancangan sendiri yang dinamakan Flyer yang diluncurkan pada tahun 1903 di Amerika Serikat. Pesawat tersebut mengudara setinggi 36 meter selama 12 detik. Pada tahun yang sama Wright bersaudara menciptakan pesawat udara dengan 12 mesin tenaga kuda buatan sendiri, sayapnya membentang selebar 12 meter, terbuat dari kayu dan dilapisi kain katun, pilot pesawat tersebut berbaring di bawah sayap dan selanjutnya Wright bersaudara berhasil membuat pesawat yang dapat terbang lebih dari satu setengah jam pada 1908. Sedangkan untuk pesawat yang lebih ringan dari udara sudah terbang jauh sebelumnya. Kelahiran moda transportasi udara baru lahir sejak permulaan abad ke-17. Pada saat itu Francisco de Lana dan Galier mencoba mengembangkan model pesawat udara yang dapat terbang di atmosfer kemudian diikuti oleh Peter de Gusman di Lisabon yang berhasil terbang di ruang udara dengan menggunakan udara yang dipanaskan. 28 28 Priyatna Abdulrassyid, “Kedaulatan Negara di Ruang Udara”, Pusat Penelitian Hukum Angkasa ; Jakarta, 1972. Sedangkan Black berhasil terbang dengan balon yang diisi dengan zat air pada 1767 yang diikuti oleh Cavallo pada 1782. Black terbang juga dengan balon yang diisi dengan gas. Percobaan penerbangan tersebut dilanjutkan oleh Montgolfier bersaudara di Prancis dengan balon yang diisi dengan udara panas. Setelah berhasil percobaan-percobaan tersebut, akhirnya Blanchard bersama Jaffies berhasil terbang melintasi selat Callais dengan menggunakan balon bebas pada 1785