Pejabat Yang Dapat Diajukan Praperadilan Acara Pemeriksaan Praperadilan

atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat 1 yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri diputus oleh hakim praperadilan yang dimaksud dalam pasal 77. Permintaan pemeriksaan praperadilan diajukan kepada Ketua pengadilan negeri yang berwenang. Dalam surat permohonan itu, Pemohon menyebutkan selaku apakah ia bertindak dalam permintaan pemeriksaan praperadilan yang diajukannya, menceritakan duduk perkaranya secara terperinci dan jelas serta menyebutkan apakah yang menjadi alasan si pemohon untuk mengajukan permintaan pemeriksaan praperadilan itu. Kemudian surat permohonan itu ditandatangani oleh orang yang bertindak secara langsung dalam permohonan itu. 76

3. Pejabat Yang Dapat Diajukan Praperadilan

Berdasarkan Pasal 14 Tahun 1970, walaupun tidak ada peraturannya apabila Hakim melakukan penahanan yang bertentangan dengan undang- undang, dapat diajukan praperadilan. Tetapi mengenai hal ini, Ketua Mahkamah Agung RI dalam Surat Edaran Mahkamah Agung SE-MA No. 14 Tahun 1983 tanggal 8 Desember 1983, menyatakan bahwa sehubungan dengan masih adanya pertanyaan yang diajukan ke sidang praperadilan berdasarkan Pasal 77 KUHAP, bersama ini diberitahukan bahwa mengenai hal ini Mahkamah Agung berpendapat bahwa seorang Hakim tidak dapat 76 Ratna Nurul Afiah, Op. Cit., hlm. 82-84. diajukan praperadilan berdasarkan Pasal 77 KUHAP. Alasan Mahkamah Agung adalah, karena tanggung jawab juridis atas penahanan itu tetap ada pada masing-masing instansi yang melakukan penahanan pertama itu, dan apabila yang melakukan penahanan pertama itu adalah Hakim sendiri, maka penahanan itu adalah dalam rangka pemeriksaan oleh Pengadilan Negeri dimana pasal 82 ayat 1 huruf d berlaku terhadapnya. Mahkamah Agung juga mengeluarkan SE-MA No.15 Tahun 1983, yang menyatakan bahwa seorang militer dapat diajukan praperadilan. Menurut Mahkamah Agung,yang menjadi dasar patokan untuk menentukan pengadilan mana yang berwenang melaksanakan sidang praperadilan adalah status pelaku tindak pidana dan bukan status pejabat yang melakukan penangkapanpenahanan. Jadi apabila status si pelaku kejahatan adalah sipil, maka pengadilan yang berwenang melaksanakan sidang praperadilan adalah Pengadilan Negeri, meskipun yang didakwa melakukan penangkapanpenahanan secara tidak sah itu statusnya adalah militer. Berkaitan dengan hal tersebut, Jaksa yang dalam Pasal 284 ayat 2 KUHAP diberikan wewenang untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu yang mempunyai acara khusus, dengan sendirinya dapat pula diajukan praperadilan. 77 77 Ibid., hlm. 85-87.

4. Acara Pemeriksaan Praperadilan

Dalam surat permintaan pemeriksaan praperadilan dicantumkan; nama orang yang mengajukan permintaan pemeriksaan praperadilan, terhadap siapa, duduk perkara disertai dengan alasan-alasan permintaan dan apa yang diminta dalam pemeriksaan sidang praperadilan. Kapankah permintaan pemeriksaan praperadilan dapat diajukan? Undang-Undang tidak menyebutkan kapan permintaan pemeriksaan praperadilan itu diajukan, namun melihat ketentuan dari Pasal 82 ayat 1 huruf d KUHAP dapat diketahui bahwa permintaan pemeriksaan ppraperadilan itu diajukan sebelum perkara itu diperiksa di pengadilan negeri, sebab apabila sedang atau telah diperiksa maka permintan tersebut menjadi gugur. Bagaimana dengan tuntutan ganti kerugian, kapankah tuntutan itu dapat diajukan? Menurut Pasal 7 PP No. 27 Tahun 1983, dalam hal tuntutan ganti kerugian tersebut diajukan terhadap perkara yang dihentikan pada tingkat penyidikan atau tingkat penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b KUHAP, maka jangka waktu 3 bulan dihitung dari saat pemberitahuan praperadilan. Dalam Memori Penjelasannya disebutkan bahwa pembatasan jangka waktu pengajuan ganti kerugian dimaksud agar penyelesaiannya tidak terlalu lama sehingga menjamin kepastian hukum. Sedangkan mengenai permintaan rehabilitasi menurut Pasal 12 PP No. 27 Tahun 1983, permintaan rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat 3 KUHAP diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada pengadilan yang berwenang, selambat-lambatnya dalam waktu 14 empat belas hari setelah putusan mengenai sah tidaknya penangkapan atau penahanan diberitahukan kepada Pemohon. Dalam Memori Penjelasannya disebutkan bahwa apabila permintaan rehabilitasi diajukan bersama-sama dengan permintaan mengenai sah tidaknya penangkapan atau penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat 3 KUHAP maka penetapan tentang rehabilitasi dicantumkan sekaligus dengan penetapan sah tidaknya penangkapan atau penahanan tersebut. Selanjutnya, setelah surat permintaan pemeriksaan praperadilan diterima dan dicatat dalam buku register perkara praperadilan di Bagian Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang bersangkutan, maka surat tersebut disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Kemudian berdasarkan Pasal 78 ayat 2 KUHAP, Ketua Pengadilan Negeri menunjuk seorang hakim untuk memimpin sidang praperadilan dengan dibantu oleh seorang panitera. Dalam waktu tiga 3 hari setelah diterimanya permintaan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang Pasal 82 ayat 1 huruf a KUHAP, dan para pihak dipanggil untuk menghadap pada sidang praperadilan yang telah ditentukan itu. Sifat pemeriksaan praperadilan tercantum dalam Pasal 82 ayat 1 huruf c KUHAP, yang menyebutkan bahwa acara praperadilan dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya tujuh 7 hari hakim sudah harus menjatuhkan putusannya. Selanjutnya Pasal 82 ayat 1 huruf d KUHAP menyebutkan bahwa dalam hal suatu perkara sudah dimulai diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur. Setelah mengajukan permintaan pemeriksaan praperadilan pada tingkat penyidikan, dapat pula diajukan pada tingkat penuntutan. Karena dalam Pasal 82 ayat 1 huruf e KUHAP disebutkan bahwa putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan praperadilan lagi pada tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu diajukan permintaan baru. 78

5. Isi Putusan Praperadilan

Dokumen yang terkait

Kajian Perbandingan Hukum Atas Pembuktian Menurut Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia Dengan Sistem Peradilan Pidana Di Amerika Serikat

9 92 134

Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia(Kajian Tentang Kewenangan Kpk Dan Kejaksaan)

2 89 175

Pengajuan Praperadilan Oleh Pihak Tersangka Terhadap Sah Atau Tidaknya Penahanan Yang Dilakukan Penyidik Kejaksaan Dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Nomor.01/PID/PRA.PER/2011/PN. STB.)

1 81 145

Sinergi Antara Kepolisian, Kejaksaan Dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia

3 82 190

Tinjauan Tentang Pemeriksaan Dan Putusan In Absentia Dalam Peradilan Tindak Pidana Korupsi

0 25 146

Sah Tidaknya Penetapan Status Tersangka Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Yang Diajukan Sebagai Alasan Pra Peradilan Ditinjau Dari Hukum Acara Pidana Di Indonesia (Studi Terhadap Putusan Nomor: 04/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel – Pra Peradilan Budi Guna

2 61 130

Tinjauan Hukum Penyadapan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Sebagai Alat Bukti Ditinjau Dari Udang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana Juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

0 7 1

Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia(Kajian Tentang Kewenangan Kpk Dan Kejaksaan)

0 2 13

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia(Kajian Tentang Kewenangan Kpk Dan Kejaksaan)

0 0 44

Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia(Kajian Tentang Kewenangan Kpk Dan Kejaksaan)

0 0 12