Putusan MK Nomor 21PUU-XII2014

D. Praperadilan pasca Putusan Mahkamah Konsitusi Nomor 21PUU-

XII2014 Berdasarkan Putusan Nomor 21PUU-XII2014, telah terjadi perubahan yang fundamental terhadap objek praperadilan. Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana KUHAP yang diajukan oleh terpidana kasus korupsi bioremediasi fiktif PT. Chevron Pasific Indonesia, Bachtiar Abdul Fatah.

1. Putusan MK Nomor 21PUU-XII2014

AMAR PUTUSAN Mengadili, Menyatakan: 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian; 1.1 Frasa “bukti permulaan”,”bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1982 Tentang Hukum Acara Pidana Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti permulaan”,”bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; 1.2 Frasa “bukti permulaan”,”bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1982 Tentang Hukum Acara Pidana Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti permulaan”,”bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; 1.3 Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209 bertentangan dengan undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan; 1.4 Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan; 2. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya; 3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Demikian diputuskan dalam Rapat Pemusyawaratan Hakim oleh sembilan Hakim Konstitusi yaitu Hamdan Zoelva selaku ketua merangkap anggota, Arief Hidayat, Anwar Usman, Muhammad Alim, Wahiduddin Adams, Ahmad Fadlil Sumadi, Maria Farida Indrati, Patrialis Akbar dan Aswanto, masing-masing sebagai Anggota, pada hari Selasa, tanggal dua puluh delapan, bulan Oktober, tahun dua ribu empat belas dan sembilan Hakim Konstitusi yaitu Arief Hidayat selaku Ketua merangkap Anggota, Anwar Usman, Muhammad Alim, Wahiddudin Adams, Maria Farida Indrati, Patrialis Akbar, Aswanto, I Dewa Gede Palguna, dan Suhartoyo, masing-masing sebagai Anggota, pada hari Senin, tanggal enam belas, bulan Maret, tahun dua ribu lima belas , serta diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Selasa, tanggal dua puluh delapan , bulan April, tahun dua ribu lima belas , selesai diucapkan pukul 10.57 WIB, oleh tujuh Hakim Konstitusi yaitu Arief Hidayat selaku Ketua merangkap Anggota, Anwar Usman, Wahiddudin Adams, Suhartoyo, Maria Farida Indrati, Patrialis Akbar, dan I Dewa Gede Palguna, masing-masing sebagai Anggota, dengan didampingi oleh Cholidin Nasir sebagai Panitera Pengganti, dihadiri oleh Pemohonkuasanya, Presiden atau yang mewakili, dan Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili. Terhadap putusan Mahkamah mengenai “penetapa tersangka”, terdapat satu orang hakim konstitusi yang memiliki alasan berbeda concurring opinion dan tiga orang hakim konstitusi yang memiliki pendapat berbeda dissenting opinion. KETUA, Ttd. Arief Hidayat ANGGOTA-ANGGOTA, Ttd. Ttd. Anwar Usman Wahiduddin Adams Ttd. Ttd. Suhartoyo Maria Farida Indrati Ttd. Ttd. Patrialis Akbar I Dewa Gede Palguna

2. Analisa Putusan

Dokumen yang terkait

Kajian Perbandingan Hukum Atas Pembuktian Menurut Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia Dengan Sistem Peradilan Pidana Di Amerika Serikat

9 92 134

Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia(Kajian Tentang Kewenangan Kpk Dan Kejaksaan)

2 89 175

Pengajuan Praperadilan Oleh Pihak Tersangka Terhadap Sah Atau Tidaknya Penahanan Yang Dilakukan Penyidik Kejaksaan Dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Nomor.01/PID/PRA.PER/2011/PN. STB.)

1 81 145

Sinergi Antara Kepolisian, Kejaksaan Dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia

3 82 190

Tinjauan Tentang Pemeriksaan Dan Putusan In Absentia Dalam Peradilan Tindak Pidana Korupsi

0 25 146

Sah Tidaknya Penetapan Status Tersangka Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Yang Diajukan Sebagai Alasan Pra Peradilan Ditinjau Dari Hukum Acara Pidana Di Indonesia (Studi Terhadap Putusan Nomor: 04/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel – Pra Peradilan Budi Guna

2 61 130

Tinjauan Hukum Penyadapan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Sebagai Alat Bukti Ditinjau Dari Udang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana Juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

0 7 1

Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia(Kajian Tentang Kewenangan Kpk Dan Kejaksaan)

0 2 13

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia(Kajian Tentang Kewenangan Kpk Dan Kejaksaan)

0 0 44

Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia(Kajian Tentang Kewenangan Kpk Dan Kejaksaan)

0 0 12