Analisa Kasus Kasus Dan Analisis Kasus Studi Putusan Nomor:

PANITERA PENGGANTI, HAKIM tersebut, AYU T. L, SH., MH. H. SARPIN R, SH., MH.

2. Analisa Kasus

Dalam persidangan perkara praperadilan penamaan para pihak yang berperkara oleh KUHAP tidak diberikan secara jelas, bahkan dari beberapa pasal KUHAP yang mengatur tentang praperadilan , untuk pihak yang mengajukan pemeriksaan digunakan atau dicantumkan istilah secara tidak konsisten, misalnya dalam KUHAP pasal 79,80,81,82 ayat 1 huruf a,d,e tercantum istilah permintaan, yang berarti pihak yang mengajukan permintaan pemeriksaan praperadilan dinamakan sebagai “peminta”, sedangkan dalam KUHAP pasal 82 ayat 1 huruf b tercantum istilah “pemohon” dan dalam KUHAP pasal 95 digunakan istilah “menuntut” dan “tuntutan”. Akan tetapi dalam praktik, istilah yang pada umumnya lazim digunakan adalah istilah permohonan, pemohon dan termohon. 89 Dalam Putusan Nomor: 04Pid.Prap2015PN.Jkt.Sel atau yang dikenal luas di masyarakat dengan kasus Budi Gunawan, yang menjadi pihak Pemohon adalah Komisaris Jenderal Polisi Drs. Budi Gunawan, SH., Msi., dan yang menjadi pihak Termohon adalah Komisi Pemberantasan Korupsi cq. Pimpinan KPK. 89 H.M.A Kuffal, Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum, Universitas Muhammadiyah Malang Press, Malang, 2008, hlm. 254-255. Permohonan pemeriksaan praperadilan dapat diajukan oleh baik tersangka maupun keluarga atau kuasanya. Permohonan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya. Dalam Putusan Nomor: 04Pid.Prap2015PN.Jkt.Sel atau yang dikenal luas di masyarakat dengan kasus Budi Gunawan, permohonan pemeriksaan praperadilan diajukan oleh Budi Gunawan sendiri selaku Tersangka. Dalam hal ini, Budi Gunawan merupakan salah satu pihak yang berhak untuk mengajukan permohonan pemeriksaan praperadilan. Pemohon tersangka, keluarga, pihak yang berkepentingan atau kuasa hukumnya mengajukan permintaanpermohonan pemeriksaan praperadilan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang yaitu pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi domisili kantor aparat penegak hukum penyidikpenuntut umum yang diajukan sebagai Termohon, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam KUHAP pasal 79, 80 dan 81. Dalam Putusan Nomor: 04Pid.Prap2015PN.Jkt.Sel atau yang dikenal luas di masyarakat dengan kasus Budi Gunawan, domisili KPK selaku Termohon adalah di Jakarta Selatan dan daripada itu, pengadilan negeri tempat digelarnya pemeriksaan praperadilan adalah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sehingga telah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam pasal 79, 80 dan 81 KUHAP. Menurut Pasal 82 ayat 1 huruf c KUHAP ditegaskan bahwa pemeriksaan praperadilan dilakukan secara cepat acara pemeriksaan cepat dan selambat-lambatnya dalam waktu 7 tujuh hari hakim yang memeriksa perkara praperadilan harus sudah menjatuhkan putusannya. Dalam Putusan Nomor: 04Pid.Prap2015PN.Jkt.Sel atau yang dikenal luas di masyarakat dengan kasus Budi Gunawan, Surat Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tentang penunjukan Hakim tertanggal 26 Januari 2015, sementara putusan dijatuhkan pada hari Senin, tanggal 16 Februari 2015. Maka dapat diketahui bahwa pada kasus ini, acara pemeriksaan cepat tidak terwujud, karena putusan dijatuhkan lebih dari 7 tujuh hari. Pemeriksaan praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang panitera pasal 78 ayat 2 KUHAP. Dalam Putusan Nomor: 04Pid.Prap2015PN.Jkt.Sel atau yang dikenal luas di masyarakat dengan kasus Budi Gunawan, hakim praperadilan selaku hakim tunggal adalah Sarpin Rizaldi, sementara yang menjadi panitera praperadilan adalah Ayu Triana Listiati. Mengenai bentuk putusan, putusan praperadilan adalah berbentuk penetapan. Hal ini berdasarkan pasal 96 ayat 1 KUHAP jo. Peraturan No. 27 Tahun 1983 pasal 7 ayat 2, pasal 10 dan pasal 14 ayat 2. Dalam Putusan Nomor: 04Pid.Prap2015PN.Jkt.Sel atau yang dikenal luas di masyarakat dengan kasus Budi Gunawan, selain berbentuk penetapan, boleh dikatakan putusan praperadilannya juga bersifat deklarator, yakni putusan yang berisi pernyataan. Mengenai isi putusan, putusan hakim praperadilan memuat uraian pertimbangan secara jelas mengenai dasar alasan factual grounds yaitu mengenai fakta-fakta yang terbukti dan dasar hukum legal grounds yaitu ketentuan hukum yang melandasi amar putusannya. Dalam Putusan Nomor: 04Pid.Prap2015PN.Jkt.Sel atau yang dikenal luas di masyarakat dengan kasus Budi Gunawan, telah dimuat dasar alasan mengenai fakta-fakta yang terbukti factual grounds dan dasar hukumnya legal grounds, sedangkan isi amar putusan dictum adalah jawaban terhadap petitum, yang berupa Permohonan Praperadilan Dikabulkan dengan bunyi: Menyatakan Penetapan Tersangka atas diri Pemohon yang dilakukan oleh Termohon adalah tidak sah. Pada Putusan Nomor: 04Pid.Prap2015PN.Jkt.Sel atau yang dikenal luas di masyarakat dengan kasus Budi Gunawan, ada hal yang sangat menjadi sorotan berbagai kalangan, khususnya praktisi, akademisi maupun pengamat hukum. Hal itu merupakan hal yang paling esensial terkait tujuan dan komitmen dari fungsi praperadilan itu sendiri. Isi putusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengabulkan permohonan praperadilan dari pemohon untuk sebagian, dianggap tidak berdasarkan hukum. Hal ini dikuatkan karena berdasarkan pengaturan pasal 77 KUHAP pada saat putusan dijatuhkan oleh Hakim tunggal, sah atau tidaknya penetapan status Tersangka bukan merupakan objek dari praperadilan. Alasan Hakim Sarpin dalam menafsirkan ketentuan dalam KUHAP tidak memiliki logika hukum, karena objek praperadilan berdasarkan Pasal 77 KUHAP bersifat limitatif dan tidak multitafsir. Oleh karena hal ini sangat terkait dengan kompetensi mengadili, maka menurut penulis putusan praperadilan a quo cacat hukum. Terhadap putusanpenetapan praperadilan a quo juga tidak dapat dimintakan banding. Menurut ketentuan yang diatur pasal 83 KUHAP pada prinsipnya terhadap putusan praperadilan tidak dapat dimintakan banding, kecuali terhadap putusan praperadilan yang menetapkan mengenai tidak sahnya penghentian penyidikan atau tidak sahnya penghentian penuntutan, yang untuk itu dapat dimintakan putusan akhir ke pengadilan tinggi dalam daerah hukum yang bersangkutan pasal 83 ayat 2 KUHAP. Walaupun terhadap putusan praperadilan dapat ditempuh upaya hukum luar biasa yakni peninjauan kembali PK demi kepentingan masyarakat umum yang hanya bisa diajukan oleh Jaksa Agung. Akan tetapi pada kasus praperadilan Budi Gunawan, Jaksa Agung bukanlah merupakan salah satu diantara para pihak. Maka untuk praperadilan a quo, peninjauan kembali PK demi kepentingan masyarakat umum tidak dapat dilakukan. Kasus ini mengindikasikan bahwa lembaga praperadilan belum bekerja secara efektif sebagai alat kontrol dalam proses penegakan hukum dan keadilan.

D. Praperadilan pasca Putusan Mahkamah Konsitusi Nomor 21PUU-

XII2014 Berdasarkan Putusan Nomor 21PUU-XII2014, telah terjadi perubahan yang fundamental terhadap objek praperadilan. Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana KUHAP yang diajukan oleh terpidana kasus korupsi bioremediasi fiktif PT. Chevron Pasific Indonesia, Bachtiar Abdul Fatah.

1. Putusan MK Nomor 21PUU-XII2014

AMAR PUTUSAN Mengadili, Menyatakan: 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian; 1.1 Frasa “bukti permulaan”,”bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1982 Tentang Hukum Acara Pidana Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti permulaan”,”bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;

Dokumen yang terkait

Kajian Perbandingan Hukum Atas Pembuktian Menurut Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia Dengan Sistem Peradilan Pidana Di Amerika Serikat

9 92 134

Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia(Kajian Tentang Kewenangan Kpk Dan Kejaksaan)

2 89 175

Pengajuan Praperadilan Oleh Pihak Tersangka Terhadap Sah Atau Tidaknya Penahanan Yang Dilakukan Penyidik Kejaksaan Dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Nomor.01/PID/PRA.PER/2011/PN. STB.)

1 81 145

Sinergi Antara Kepolisian, Kejaksaan Dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia

3 82 190

Tinjauan Tentang Pemeriksaan Dan Putusan In Absentia Dalam Peradilan Tindak Pidana Korupsi

0 25 146

Sah Tidaknya Penetapan Status Tersangka Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Yang Diajukan Sebagai Alasan Pra Peradilan Ditinjau Dari Hukum Acara Pidana Di Indonesia (Studi Terhadap Putusan Nomor: 04/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel – Pra Peradilan Budi Guna

2 61 130

Tinjauan Hukum Penyadapan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Sebagai Alat Bukti Ditinjau Dari Udang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana Juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

0 7 1

Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia(Kajian Tentang Kewenangan Kpk Dan Kejaksaan)

0 2 13

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia(Kajian Tentang Kewenangan Kpk Dan Kejaksaan)

0 0 44

Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia(Kajian Tentang Kewenangan Kpk Dan Kejaksaan)

0 0 12