Isi Putusan Praperadilan Pengaturan Praperadilan Menurut Hukum Acara Pidana di Indonesia

pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur. Setelah mengajukan permintaan pemeriksaan praperadilan pada tingkat penyidikan, dapat pula diajukan pada tingkat penuntutan. Karena dalam Pasal 82 ayat 1 huruf e KUHAP disebutkan bahwa putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan praperadilan lagi pada tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu diajukan permintaan baru. 78

5. Isi Putusan Praperadilan

Menurut Pasal 23 ayat 1 Undang-Undang No. 14 Tahun 1970, segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan dasar- dasar putusan itu, juga harus memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. Demikian pula halnya dengan isi putusan praperadilan, yang tercantum dalam Pasal 82 ayat 2 dan ayat 3 KUHAP. Dalam ayat 2 disebutkan bahwa putusan hakim adalah acara pemeriksaan praperadilan mengenai hal sebagaimana dimaksud dalam pasa 79, pasal 80 dan pasal 81, harus memuat dengan jelas dasar dan alasannya. Ayat 3 menyebutkan bahwa isi putusan selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 juga memuat hal-hal sebagai berikut: 78 Ibid., hlm. 88-92. a. Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan tersangka; b. Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan; c. Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah maka dalam putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan adalah sah dan tersangkanya tidak ditahan, maka dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya. d. Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita. Menurut sifatnya dikenal 3 macam putusan: a. Putusan Declaratoir, bersifat menerangkan dan menegaskan suatu suatu keadaan hukum semata-mata. b. Putusan Constitutif, adalah putusan yang meniadakan suatu keadaan hukum atau menimbulkan suatu keadaan hukum yang baru. c. Putusan Condemnatoir, adalah putusan yang berisi penghukuman. 79 Melihat ketentuan mengenai isi putusan praperadilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 82 ayat 2 dan ayat 3 nampaklah bahwa putusan praperadilan merupakan putusan yang bersifat declaratoir, yang pada dasarnya merupakan suatu putusan yang menegaskan bahwa seseorang mempunyai hak. Putusan Hakim bersifat declaratoir yang artinya menentukan sifat suatu keadaan dengan tidak mengandung perintah kepada suatu pihak untuk berbuat ini atau itu, tetapi pemohon terang mempunyai kepentingan atas adanya putusan ini, oleh karena ada akibat hukum yang nyata dan penting dari putusan ini. 80 Isi putusan praperadilan sebelum memuat bunyi amar putusannya, terlebih dahulu menyebutkan pertimbangan Hakim mengenai faktor-faktor hukum yang dijadikan dasar dan alasan dalam menjatuhkan putusan Akhir dari suatu pemeriksaan di sidang praperadilan adalah saat Hakim menjatuhkan putusannya. Dalam menjatuhkan putusan, Hakim hanya memutus tentang apa yang diminta oleh Pemohon. Permohonan Pemohon dapat diterima seluruhnya atau diterima sebagian dan sebagian lagi ditolak, atau ditolak untuk seluruhnya. 79 Retnowulan Sutanto, dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Alumni, Bandung, 1980, hlm. 95. 80 R.Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Sumur Bandung, Bandung, 1982, hlm. 126. praperadilan dan memuat pula ketentuan yang sifatnya memerintahkan kepada pihak yang dikalahkan untuk berbuat sesuatu. 81

6. Pelaksanaan Putusan Praperadilan

Dokumen yang terkait

Kajian Perbandingan Hukum Atas Pembuktian Menurut Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia Dengan Sistem Peradilan Pidana Di Amerika Serikat

9 92 134

Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia(Kajian Tentang Kewenangan Kpk Dan Kejaksaan)

2 89 175

Pengajuan Praperadilan Oleh Pihak Tersangka Terhadap Sah Atau Tidaknya Penahanan Yang Dilakukan Penyidik Kejaksaan Dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Nomor.01/PID/PRA.PER/2011/PN. STB.)

1 81 145

Sinergi Antara Kepolisian, Kejaksaan Dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia

3 82 190

Tinjauan Tentang Pemeriksaan Dan Putusan In Absentia Dalam Peradilan Tindak Pidana Korupsi

0 25 146

Sah Tidaknya Penetapan Status Tersangka Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Yang Diajukan Sebagai Alasan Pra Peradilan Ditinjau Dari Hukum Acara Pidana Di Indonesia (Studi Terhadap Putusan Nomor: 04/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel – Pra Peradilan Budi Guna

2 61 130

Tinjauan Hukum Penyadapan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Sebagai Alat Bukti Ditinjau Dari Udang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana Juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

0 7 1

Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia(Kajian Tentang Kewenangan Kpk Dan Kejaksaan)

0 2 13

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia(Kajian Tentang Kewenangan Kpk Dan Kejaksaan)

0 0 44

Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia(Kajian Tentang Kewenangan Kpk Dan Kejaksaan)

0 0 12