Pengertian Tersangka dan Penyidikan dalam Hukum Acara Pidana di

pidana korupsi juga dapat dilakukan dalam 2 dua lingkungan pengadilan, yaitu pengadilan umum dan pengadilan tindak pidana korupsi. 33

3. Pengertian Tersangka dan Penyidikan dalam Hukum Acara Pidana di

Indonesia Sebagaimana telah dirumuskan dalam KUHAP pasal 1 butir ke 14 bahwa tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan yang patut diduga sebagai pelaku tindak pidana, dan butir ke 15 menyatakan bahwa terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan; namun demikian berdasarkan suatu azas yang terpenting dalam Hukum Acara Pidana ialah: “Azas Praduga Tak BersalahPresumption of Innoucent” yang telah dimuat dalam pasal 8 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman; LN. tahun 1970 Nomor 74, maka bersumber pada azas tersebut di atas, maka setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut di depan sidang pengadilan wajib dianggap tak bersalah sebelum ada keputusan hakim yang menyatakan kesalahannya dan emperoleh kekuatan hukum yang tetap in kracht van gewijsde. Oleh karena itu wajarlah apabila tersangkaterdakwa dalam tiap tingkat pemeriksaan memperoleh hak-hak tertentu baginya menjamin adanya perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia.demikianlah menurut pasal 50 KUHAP, tersangka berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjtnya diajukan kepada 33 Tim dibawah pimpinan Teguh Samudera, Op. Cit, hlm. 4. penuntut umum, serta segera diajukan ke pengadilan oleh penuntut umum, hal mana mencegah terkatung-katungnya suatu perkara sehingga tersangka tidak bisa segera mengetahui bagaimana nasibnya. Untuk mempersiapkan pembelaan, tersangkaterdakwa berhak diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakandidakwakan kepadanya, dan dalam semua tingkat pemeriksaan tersangkaterdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik dan hakim, selanjutnya berhak untuk mendapat bantuan juru bahasa dan berhak pula mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat hukum yang dipilihnya sendiri pasal-pasal 51, 52, 53, 54 dan 55 KUHAP. 34 Sementara itu, penyidikan merupakan suatu istilah yang dimaksudkan sejajar dengan pengertian opsporing Belanda dan investigation Inggris atau penyiasatan atau siasat Malaysia. KUHAP memberi defenisi penyidikan sebagai berikut: “Serangkaian tindakan penyidikan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.”. Dalam bahasa Belanda ini sama dengan opsporing. Menurut de Pinto, menyidik opsporing berarti “pemeriksaan permulaan oleh pejabat-pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh Undang-Undang segera setelah mereka dengan jalan 34 R. Atang Ranoemihardja, Op. Cit., hlm. 54-55. apapun mendengar kabar yang sekadar beralasan, bahwa ada terjadi sesuatu pelanggaran hukum”. 35 Penyidikan terhadap satu tindak pidana merupakan suatu proses yang terdiri dari rangkaian tindakan-tindakan yang dilakukan oleh penyidik dalam rangka membuat terang suatu perkara dan menemukan pelakunya. 36 a. Tindak pidana yang telah dilakukan Sesuai konteks Pasal 1 Angka 2 KUHAP, dengan konkrit dan faktual dimensi penyidikan dimuali ketika terjadi tindak pidana, sehingga melalui proses penyidikan hendaknya diperoleh keterangan tentang aspek-aspek sebagai berikut: b. Tempat dilakukannya tindak pidana locus delicti c. Waktu dilakukannya tindak pidana tempus delicti d. Cara dilakukannya tindak pidana e. Dengan alat apa dilakukannya tindak pidana Dalam Pasal 1 Angka 2 KUHAP dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Sementara itu, penyidik di dalam KUHAP adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi 35 Andi Hamzah, Op. Cit., hlm. 120. 36 Harun M.Hussein, Op. Cit., hlm.104. tugas dan wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan. 37

4. Komisi Pemberantasan Korupsi dan Sistem Peradilan Pidana

Dokumen yang terkait

Kajian Perbandingan Hukum Atas Pembuktian Menurut Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia Dengan Sistem Peradilan Pidana Di Amerika Serikat

9 92 134

Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia(Kajian Tentang Kewenangan Kpk Dan Kejaksaan)

2 89 175

Pengajuan Praperadilan Oleh Pihak Tersangka Terhadap Sah Atau Tidaknya Penahanan Yang Dilakukan Penyidik Kejaksaan Dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Nomor.01/PID/PRA.PER/2011/PN. STB.)

1 81 145

Sinergi Antara Kepolisian, Kejaksaan Dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia

3 82 190

Tinjauan Tentang Pemeriksaan Dan Putusan In Absentia Dalam Peradilan Tindak Pidana Korupsi

0 25 146

Sah Tidaknya Penetapan Status Tersangka Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Yang Diajukan Sebagai Alasan Pra Peradilan Ditinjau Dari Hukum Acara Pidana Di Indonesia (Studi Terhadap Putusan Nomor: 04/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel – Pra Peradilan Budi Guna

2 61 130

Tinjauan Hukum Penyadapan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Sebagai Alat Bukti Ditinjau Dari Udang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana Juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

0 7 1

Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia(Kajian Tentang Kewenangan Kpk Dan Kejaksaan)

0 2 13

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia(Kajian Tentang Kewenangan Kpk Dan Kejaksaan)

0 0 44

Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia(Kajian Tentang Kewenangan Kpk Dan Kejaksaan)

0 0 12