tugas dan wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan.
37
4. Komisi Pemberantasan Korupsi dan Sistem Peradilan Pidana
a. Komisi Pemberantasan Korupsi KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan
bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil
guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
38
Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dapat ditemukan dalam Pasal
6 butir c Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 yang berbunyi Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas melakukan penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
39
1. Kepastian hukum, adalah asas dalam negara hukum yang
mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan menjalankan tugas dan
wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi; Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Komisi
Pemberantasan Korupsi berasaskan pada:
37
Juni Sjafrien Jahja, Say No To Korupsi, Visimedia, Jakarta, 2012, hlm. 103.
38
Pasal 3-4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi
39
Juni Sjafrien Jahja, Op. Cit., hlm. 103.
2. Keterbukaan, adalah asas yang membuka diri terhadap hak
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi
dalam menjalankan tugas dan fungsinya; 3.
Akuntabilitas, adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan Komisi Pemberantasan Korupsi harus
dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi negara sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku; 4.
Kepentingan umum, adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif;
5. Proporsionalitas, adalah asas yang mengutamakan keseimbangan
antara tugas, wewenang, tanggung jawab, dan kewajiban Komisi Pemberantasan Korupsi.
40
b. Sistem Peradilan Pidana
Berbicara tentang sistem hukum, yang dimaksudkan adalah sistem hukum positif Indonesia yaitu sistem hukum yang berlaku di
Indonesia. Sistem pada umumnya diartikan sebagai suatu kesauan yang terdiri atas unsur-unsur yang satu sama lain saling berhubungan dan
saling memengaruhi sehingga merupakan suatu keseluruhan yang utuh dan berarti. Pada dasarnya suatu sistem hukum adalah suatu struktir
formal, namun apabila berbicara tentang sistem hukum Indonesia, maka
40
Evi Hartanti, Op. Cit., hlm. 70.
yang dimaksud disini adalah struktur formal kaidah-kaidah hukum yang berlaku dan asas-asas yang mendasarinya dimana pada gilirannya
diddasarkan atas Undang-Undang Dasar 1945 dan dijiwai oleh falsafah Pancasila.
41
Berbicara tentang persidangan kasus pidana, maka kita juga berbicara tentang sebuah sistem, yakni sistem peradilan pidana. Sistem
peradilan pidana merupakan subsistem dari sistem peradilan di Indonesia dimana peradilan di Indonesia juga merupakan subsistem dari
sistem hukum di Indonesia. Dengan demikian dapat dikatakan adanya suatu hierarki sistem, dimana subsistem-subsistem dari sebuah sistem
tertentu menunjukkan ciri berupa adanya interelasi satu sama lainnya.
42
Sistem peradilan pidana untuk pertama kali diperkenalkan oleh pakar hukum pidana dan para ahli dalam sistem peradilan pidana Amerika
Serikat sejalan dengan ketidakpuasan terhadap mekanisme kerja aparatur penegak hukum. Keberhasilan penanggulangan kejahatan pada
masa itu sangat bergantung pada efektifitas dan efisiensi kerja organisasi kepolisian.
43
Peradilan pidana adalah suatu proses yang di dalamnya terdapat beberapa badan atau lembaga penegak hukum beserta aparaturnya yang
bekerja sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing. Oleh
41
Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum: Suatu Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum Buku I, Alumni, Bandung, 2000,
hlm. 121.
42
Tolib Effendi, Sistem Peradilan Pidana, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2013, hlm. 3.
43
Yesmil Anwar dan Adang, Sistem Peradilan Pidana: Konsep, Komponen Pelaksanaannya dalam Penegakan Hukum di Indonesia, Widya Padjadjaran, Bandung, 2009, hlm.
33.
karena itu, peradilan pidana dapat dipahami sebagai suatu proses menyangkut kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas dari badan
peradilan pidana. Kegiatan di dalam proses itu sendiri merupakan kegiatan bertahap dan berkelanjutan, yang dimulai dari kegiatan
penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di persidangan, dan diakhiri dengan pelaksanaan putusan hakim.
44
Kegiatan yang berkelanjutan itu masing-masing dilakukan oleh instansi penegak hukum yang berbeda secara administratif dan
struktural. Kegiatan penyidikan dilakukan oleh kepolisian, dan kegiatan penuntutan dilakukan oleh kejaksaan. Sedangkan kegiatan pemeriksaan
di persidangan dilakukan oleh pengadilan, dan kegiatan pelaksanaan putusan dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan. Meskipun demikian,
secara fungsional instansi-instansi penegak hukum itu satu sama lain merupakan satu kesatuan yang harus bekerja sama dalam kerangka
sistem, yaitu sistem peradilan pidana.
45
Sistem peradilan pidana memiliki tiga komponen utama, yaitu penegak hukum, pengadilan dan pemasyarakatan. Komponen utama
yang dimaksud disini bukanah merupakan komponen kajian dalam sistem peradilan pidana, melainkan komponen utama dalam sistem
peradilan pidana tersebut.
46
Sistem peradilan pidana yang dikenal di Indonesia ini sebenarnya merupakan terjemahan sekaligus penjelmaan dari Criminal Justice
44
Elwi Danil, Op. Cit., hlm. 220.
45
Ibid.
46
Tolib Efffendi, Op.Cit., hlm. 7.
System, suatu sistem yang dikembangkan oleh praktisi penegak huum Law enforcement officer di Amerika Serikat.
47
Menurut Romli Atmasasmita, sistem peradilan pidana merupakan manajemen untuk mengendalikan atau menguasai atau melakukan
pengekangan atau dapat dikatakan sebagai aspek manajemen dalam upaya penanggulangan kejahatan. Sistem peradilan pidana diartikan
juga sebagai suatu penegakan hukum, maka di dalamnya terkandung Menurut Black’s Law
Dictionary: “Criminal Justice System is the collective institutions through
which an accussed offender passes until the accusations have been disposed of or the assessed punishment concluded. The system typically
has have three components: law enforcement police, sheriffs, marshals, the judicial process judges, prosecutors, defense lawyers
and corrections prison officials, probation officers and parole officers”.
Jika diterjemahkan secara bebas, menurut Black’s Law Dictionary, sistem peradilan pidana adalah institusi kolektif, dimana
seorang pelaku tindak pidana melalui suatu proses sampai tuntutan ditetapkan atau penjatuhan hukuman telah diputuskan. Sistem ini
memiliki tiga komponen, penegak hukum kepolisian, proses persidangan hakim, jaksa dan advokat, dan lembaga pemasyarakatan
petugas pemasyarakatan dan petugas lembaga pembinaan.
47
Indriyanto Seno Adji, Arah Sistem Peradilan Pidana, Kantor Pengacara Konsultan Hukum “Prof. Oemar Seno Adji Rekan”, Jakarta, 2005, hlm. 4.
aspek hukum yang menitikberatkan kepada rasionalitas peraturan perundang-undangan dalam upaya menanggulangi kejahatan dan
bertujuan mencapai kepastian hukum certainty. Di lain pihak, apabila pengertian sistem peradilan pidana dipandang sebagai bagian dari
pelaksanaan social defense yang terkait kepada tujuan mewujudkan kesejahteraan masyarakat, maka dalam sistem peradilan pidana
terkandung aspek sosial yang menitikberatkan pada kegunaan ekspediency.
48
1. Mencegah kejahatan;
Sistem peradilan memiliki dua tujuan besar, yaitu untuk melindungi masyarakat dan menegakkan hukum. Selain dua tujuan
tersebut, sistem peradilan pidana memiliki beberapa fungsi penting, antara lain:
2. Menindak pelaku tindak pidana dengan memberikan pengertian
terhadap pelaku tindak pidana dimana pencegahan tidak efektif; 3.
Peninjauan ulang terhadap legalitas ukuran pencegahan dan penindakan;
4. Putusan pengadilan untuk menentukan bersalah atau tidak bersalah
terhadap orang yang ditahan; 5.
Disposisi yang sesuai terhadap seseorang yang dinyatakan bersalah;
48
Romi Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana: Perspektif Eksistensialisme dan Abolisionalisme, Putra Abardin, Bandung, 1996, hlm. 16.
6. Lembaga koreksi oleh alat-alat negara yang disetujui oleh
masyarakat terhadap perilaku mereka yang telah melanggar hukum pidana.
Criminal justice process merupakan bagian yang tak terpisahkan dari criminal justice system, karena criminal justice system selain
berisikan tentang criminal justice process juga berisi tentang keterikatan antarlembaga, antar peraturan dan masyarakat yang
menunjang berlakunya hukum pidana.
49
F. Metode Penelitian