Kesimpulan Sah Tidaknya Penetapan Status Tersangka Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Yang Diajukan Sebagai Alasan Pra Peradilan Ditinjau Dari Hukum Acara Pidana Di Indonesia (Studi Terhadap Putusan Nomor: 04/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel – Pra Peradila

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dalam bab ini akan diuraikan beberapa kesimpulan dari penelitian. Adapun kesimpulan dari pembahasan di atas adalah: 1. Sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi bernomor 21PUU-XII2014, dapat didefenisikan pengertian dari Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus tentang: a. Sah tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa Tersangka. b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan. c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh Tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. 2. Hasil dari proses penyelidikan merupakan penentu penetapan status tersangka terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara minimal satu milyar rupiah, yang mana penetapannya dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi KPK. Komisi Pemberantasan Korupsi KPK dalam hal ini harus sangat jeli dan sangat berhati-hati dalam hal menetapkan seseorang sebagai Tersangka Tindak Pidana Korupsi. Karena berdasarkan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi KPK tidak berwenang mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penuntutan Perkara Tindak Pidana Korupsi, yang kita kenal dengan sebutan SP-3. Hal ini berbeda dengan proses penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Kejaksaan yang mana Kejaksaan dapat mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penuntutan Perkara Tindak Pidana Korupsi SP-3. 3. Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, perihal sah tidaknya penetapan status tersangka baik oleh Penyidik pejabat polisi negara Republik Indonesia maupun pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang, sebagai contoh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi KPK adalah bukan merupakan objek praperadilan dan bukan pula wewenang pengadilan untuk mengadili. Isi putusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengabulkan permohonan praperadilan dari pemohon untuk sebagian, dianggap tidak berdasarkan hukum. Hal ini dikuatkan karena berdasarkan pengaturan pasal 77 KUHAP pada saat putusan dijatuhkan oleh Hakim tunggal, sah atau tidaknya penetapan status Tersangka bukan merupakan objek dari praperadilan. Alasan Hakim Sarpin dalam menafsirkan ketentuan dalam KUHAP tidak memiliki logika hukum, karena objek praperadilan berdasarkan Pasal 77 KUHAP bersifat limitatif dan tidak multitafsir. Oleh karena hal ini sangat terkait dengan kompetensi mengadili, maka menurut penulis putusan praperadilan a quo cacat hukum. 4. Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21PUU-XII2014 terkait pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945, wewenang tambahan yang diberikan Undang-Undang kepada Praperadilan lewat Putusan MK ini antara lain a. Memeriksa Sah atau Tidaknya Penetapan Tersangka b. Memeriksa Sah atau Tidaknya Penggeledahan, dan c. Memeriksa Sah atau Tidaknya Penyitaan.

B. Saran

Dokumen yang terkait

Kajian Perbandingan Hukum Atas Pembuktian Menurut Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia Dengan Sistem Peradilan Pidana Di Amerika Serikat

9 92 134

Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia(Kajian Tentang Kewenangan Kpk Dan Kejaksaan)

2 89 175

Pengajuan Praperadilan Oleh Pihak Tersangka Terhadap Sah Atau Tidaknya Penahanan Yang Dilakukan Penyidik Kejaksaan Dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Nomor.01/PID/PRA.PER/2011/PN. STB.)

1 81 145

Sinergi Antara Kepolisian, Kejaksaan Dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia

3 82 190

Tinjauan Tentang Pemeriksaan Dan Putusan In Absentia Dalam Peradilan Tindak Pidana Korupsi

0 25 146

Sah Tidaknya Penetapan Status Tersangka Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Yang Diajukan Sebagai Alasan Pra Peradilan Ditinjau Dari Hukum Acara Pidana Di Indonesia (Studi Terhadap Putusan Nomor: 04/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel – Pra Peradilan Budi Guna

2 61 130

Tinjauan Hukum Penyadapan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Sebagai Alat Bukti Ditinjau Dari Udang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana Juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

0 7 1

Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia(Kajian Tentang Kewenangan Kpk Dan Kejaksaan)

0 2 13

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia(Kajian Tentang Kewenangan Kpk Dan Kejaksaan)

0 0 44

Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia(Kajian Tentang Kewenangan Kpk Dan Kejaksaan)

0 0 12