The Discourses Karya Tulis

The Prince ini juga dikenal sebagai buku paling kontroversial, The Prince adalah sebuah buku yang populer dan berpengaruh. Buku ini masuk ke dalam daftar Books that Changed the World, yang dirumuskan oleh Robert Downs, bersama- sama Wealth of Nations Adam Smith, Essay on the Principle of Population Thomas Malthus, Das Kapital Karl Marx, Mein Kampf Adolf Hitler, Principia Mathematica Sir Issac Newton, Origin of Species Charles Darwin, dan buku-buku hebat lainnya 30 .

2. The Discourses

Karya ini disebut sebagai sinar bagi para pembaca The Prince, karena dengan membacanya, pembaca The Prince tidak hanya mengtahui bahwa Machiavelli adalah seorang par excellence. Tetapi The Discaurses merupakan jawaban bahwa Machiavelli adalah seorang republikan, yang menginginkan sebuah tatanan negara republik bagi kebaikan warga negaranya, sebagai demokrat besar, dan sebagai pemikir yang memberi sumbangsih besar pada kebebasan politik dari belenggu Gereja 31 . Dimana rakyat dan penguasanya saling bekerjasama, sehingga terciptalah negara yang beretika. Karya ini menggeneralisasikan tentang ungkapan Machiavelli yang dia ketahui tentang sejarah politik khususnya tentang berdirinya sebuah republik dan juga hasil pengalamannya yang telah dia pelajari dalam waktu yang lama. Karya ini terbagi menjadi tiga buku; Buku Kesatu terdiri dari enam puluh bab berisi tentang analisis urusan-urusan dalam negeri bangsa Romawi; Buku Kedua berisi tiga puluh tiga bab berbicara tentang urusan-urusan militer dan luar negeri; Buku 30 Bruce Warner, “Pemikiran Politik Niccolo Machiavelli,” artikel diakses pada 2 Januari 2011 dari http:macheda.blog.uns.ac.id20090927pemikiran-niccolo-machiavelli. 31 Henry, J. Filsafat Politik, h. 247. Ketiga berisi empat puluh sembilan bab menjelaskan tentang sumbangan bagi kebesaran Romawi yang diberikan oleh tindakan-tindakan yang dilakukan oleh sejumlah warga negaranya yang terkemuka. Judul asli karya ini adalah Discorsi sopra la prima deca di Tito Livio, judul ini sesuai dengan bahasa asli Machiavelli sendiri yaitu Italia atau dalam bahasa Inggris dikenal sebagai The Discourses on Livy, diskursus yang berarti Sebagai seorang penasehat rezime pemerintahan republik yang saat itu tengah menghadapi berbagai ancaman politik, Machiavelli memberikan nasehat-nasehat realistik terhadap pemimpin untuk mempertahankan kekuasaan ditengah gempuran dan ancaman intrik-politik. Nasehat-nasehat inilah yang banyak tertuang dalam risalahnya The Prince kemudian diinterpretasikan sebagai akar pemikiran mazhab realis 32 . Sedangkan karya diskursusnya ini menampilkan wajah yang berbeda dengan The Prince dalam konteks pandangannya untuk menjaga spirit dari pemerintahan republik, mendorong gairah patriotisme dari warga negara untuk mencintai dan membela tatanan politik Republik Roma yang tertuang dalam karyanya The Discourses on Livy yang menempatkannya sebagai filsuf besar pendiri mazhab pemikiran Civic Republicanism. Dalam bukunya ini, justru Machiavelli terlihat sebagai seorang pemikir politik yang mencita-citakan negara ideal yang penuh dengan kearifan, kedamaian, dan kesejahtraan. Sehingga tokoh ini secara jelas menempatkan posisi rakyat dalam perpolitikan negara yang dia sebut Republik, Machiavelli menguraikan bahwa partisipasi warga dalam arena politik untuk menentukan yang baik dalam kehidupan bersama adalah aktivitas termulia dari setiap warganegara. 32 Kasman Singodimejo, dan Mohammad Soleh, Machiavelli, h.13. Dalam irama argumentatif yang positif, Machiavelli menuangkan argumentasinya, bahwa tujuan dari tatanan politik republik adalah menghadirkan keadaban publik, sehingga disinilah pemerintahan oleh rakyat lebih luhur daripada pemerintahan monarkhi yang dipimpin oleh seorang raja. Selanjutnya dengan paparan negatif, ia menegaskan bahwa keruntuhan kehidupan republik bermula ketika setiap warganegara mulai meninggalkan dan mencibir kearifan dalam pandangan politik Machiavelli, kearifan merupakan sentral dari pemikiran politiknya yang telah menjadi tradisi dari para pendiri republik. Oleh karena itu, maka pantaslah jika substansi dari The Discourses memposisikan kehidupan publik di Negara Republik memang menempati wilayah yang utama bagi Machiavelli, tidak saja dalam pikirannya bahkan dalam spiritualitasnya. Dalam karyanya ini, Machiavelli mengkritik berbagai bentuk- bentuk ekspresi keagamaan yang hanya mengejar asketisme penyelamatan diri. Menurutnya spiritualistik seperti ini akan membawa individu pada karakter egoistik yang tersamar dalam bentuk pemujaan kepada yang transendental. Bagi Machiavelli, keutamaan pandangan keagamaan justru terletak pada ekspresi kegairahan untuk menjaga keadaban diwilayah publik, kearifan warganegara untuk hadir dalam wilayah politik. Dalam arti pentingnya posisi agama adalah eksistensi fondasinya, dimana agama yang dipercaya oleh masyarakat dapat menjadikan mereka beretika yang merupakan respon dari titah Ilahi dan para Nabi 33 . Karena sangat pentingnya etika dalam sebuah tatanan republik dalam pandangan Machiavelli, sehingga ketika virtu kearifan telah ditinggalkan dan 33 Machiavelli, The Discourses: Diskursus, h.53. dianggap sebagai tradisi zaman lampau oleh warganegara, maka karakter yang bersemai dalam tatanan republik diambang keruntuhan. Watak apakah yang menjadi virus yang menyebar diantara warganegara pada senjakala republik. Menjawab pertanyaan ini, Machiavelli memberikan tekanan pada karakter koruptif yang menyebar baik dalam tindakan para elite pemimpin maupun warganegara, setelah kearifan publik meredup sebagai pintu pembuka bagi kehancuran republik 34 . Machiavelli memiliki pandangan menarik tentang korupsi yang menarik untuk diulas, tokoh ini mengartikan korupsi dalam perspektif yang luas sebagai tindakan apapun yang menempatkan kepentingan personal diatas kepentingan publik. Perspektif Machiavelli tentang korupsi ini lebih luas dan lebih radikal daripada pengertian modern tentang korupsi sebagai penyalahgunaan kekuasaan atau menggunakan uang negara untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan orang lain. 34 Iseult Honohan, Civic Republicanism: Negara Republik Jakarta: Erlangga, 2002, h. 73.

BAB III DESKRIPSI ETIKA DAN KEKUASAAN

A. Asal-usul Etika

Kajian etika memang sudah dibahas sejak zaman Yunani Kuno, yang di mulai Aristoteles. Akan tetapi meskipun sudah dibahas, masalah etika ini masih menjadi pertentangan. Karena istilah etika yang dikemukakan oleh para ahli filsafat masih dalam tataran mengenai prinsip-prinsip moral dasar. Sehingga Moore menyebutnya sebagai fallacy kekeliruan 1 . Etika dan kekuasaan memang berasal dari kata yang berbeda. Dan kata ini memiliki disiplin ilmu tersendiri. Namun krisis yang telah melanda dunia saat ini salah satunya adalah tidak diindahkannya masalah etika di dalam segala urusan, khususnya urusan kekuasaan. Problem Etika dan Kekuasaan sangat sensitif karena dua unsur ini selalu melengkapi satu dengan yang lainnya. Banyak literature yang menuliskan tentang etika, baik itu berupa etika politik, pilsafat etika, etika bisnis, ataupun relativisme etika, bahkan tentang etika pemerintahan atau juga etika kekuasaan. Dengan mengglobalnya masalah etika, bukan berarti menambah kapasitas manusia-manusia yang menjunjung tinggi etika. Justru masalah etika di dunia saat ini semakin kompleks. Hal ini dikarenakan istilah etika sendiri kadang hanya dijadikan sebagai alat legitimasi kekuasaan, ini terlihat dari berbagai tindak- tanduk para elit politik dalam merealisasikan politik praksisnya. Etika dan kekuasaan sudah menjadi dua istilah identik dalam tatanan kehidupan bernegara. Dimana etika menjadi salah satu mata pengontrol dalam 1 Mohammad Ali, Relativisme Etika, Bandung: Serambi, 2005, h. 31.