Penguasa dan Korupsi Metode Memperoleh dan Mempertahankan Kekuasaan

Peran agama amat begitu penting dalam sebuah Negara. Agama banyak membantu dalam memimpin angkatan bersenjata, menyemangati rakyat, membuat rakyat tetap setia terhadap penguasanya, dan menyingkirkan para penjahat dari Negara. Dengan tidak adanya agama maka sulit untuk membentuk dan mengontrol angkatan bersenjata 38 . Penguasa Roma lebih berutang kepada Romulus atau agama Numa saya Machiavelli percaya bahwa Numa paling mudah akan menjadi pilihan pertama, karena bila terdapat agama maka mudah untuk membuat angkatan bersenjata 39 . Oleh karena itu untuk mempertahankan kekuasaan, agama harus tunduk kepada Negara. Agama harus mendukung lembaga-lembaga public, agama harus menjadi sarana untuk meningkatkan samangat patriotisme. Nasionalisme harus mengantikan peranan iman dalam kerangka cita-cita religius. Lembaga-lembaga agama hanya sarana-sarana atau alat-alat yang bisa dimamfaatkan untuk menjaga tata tertib yang berlaku.

1.2. Penguasa dan Korupsi

Korupsi adalah masalah dalam sebuah Negara yang paling penting bagi seorang penguasa. Korupsi muncul didalam sebuah masyarakat yang mengalami degradasi social, politik, dan mementingkan diri sendiri yang mengakibatkan sebuah Negara menjadi bobrok dan hancur 40 . Korupsi dapat saja membiadab bila struktu politik, ekonomi, social mengalami kebuntuan birokrasi 41 . Bahkan korupsi juga salah satu yang menjadikan seorang penguasa hilang martabatnya. Karena dengan mudahnya ekses kearah penyuapan adalah sama saja 39 Machiavelli, The Discaurses, h. 50. 40 Niccolo Machiavelli, The Art of War, Jogjakarta: Bentang Budaya, 2002, h. 55. 41 Mansyur Sema, Negara dan Korupsi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008, h. 195. mengambil kas rakyat secara sistemik, padahal dengan menjul keputusan seorang penguasa menjadi olok-olok para penyogok dan penjilat. Politik pun menjadi mangsa pasar kekuasaan, maka sudah tidak ada harga diri dalam diri seorang penguasa itu. Machiavelli melihat problem korupsi ini sebagai suatu hal yang mengakibatkan Negara ambruk, dan dengan segera menemu kehancurannya. Korupsi disebabkan ketidakmampuan seseorang dalam memimpin sebuah kehidupan bernegra yang bebas. Dan jika seorang penguasa ingin menyeleseikan maslah ini, penguasa ini harus mampu memakai ukuran-ukuran dramatis, dimana ini hanya bisa dilakukan oleh seorang penguasa saja, tidak perlu banyak orang atau instansi agar dalam pelaksanaannya bisa efektif 42 . Dan disinilah posisi ketegasan dengan mengenyampingkan etika dan moralitas dalam arti normatif, demi menghancurkan tatan korupsi dalam sebuah Negara yang sudah menjamur dalam birokrasi pemerintahan. Untuk membenahi itu semua, tidak cukup jika hanya memakai hukum karena metode-metode hukum tidak berguna dalam kondisi seperti itu. Maka diperlukan cara-cara lain, cara-cara itu adalah, cara-cara luar biasa, seperti kekerasan atau kekuatan, sebelum semua terjadi dan menghancurkan Negara, hal ini harus ditangani sendiri oleh penguasa 43 . 1.3. Mengelola Tentara Melihat situasi Florence yang kacau dan berada dalam penjajahan dari Negara lain menyebabkan carut-marutnya politik, ekonomi, dan hukum. Sehingga untuk menjaga itu semua Italia memerlukan pasukan yang siap dan rela 42 Machiavelli, The Discaurses, h. 71. 43 Ibid., h. 75. memperjuangkan negaranya. Dan Machiavelli menegaskan bahwa jangan pernah mengandalkan tentara bayaran karena sikap tentara bayaran itu pengecut, rakus, dan sedikitpun tidak memiliki rasa loyalitas 44 . Maka untuk membangun tentara itu perlulah seorang penguasa yang pandai. Penguasa yang bijak adalah mereka yang memilih rakyatnya sendiri sebagai tentara, dengan membentuk sebuah pasukan dalam negaranya. Dan inilah hal yang paling benar, karena jika tidak ada pasukan tidak menutup kemungkinan Negara itu ditindas oleh Negara lain seperti halnya di Negara Tullus, dan Italia. Dan itu bukanlah kesalahan alam atau kelemahan rakyat, melainkan karena kesalahan penguasa itu sendiri. Itu semua harus dipelajari oleh seorang penguasa yang menginginkan Negaranya bertahan dan aman 45 . Maka seorang pemimpin harus mengetahui seni berperang. Keburukan yang disebabkan bila dia tidak bersenjata adalah membawa sang penguasa dalam tidak keberdayaan. Hal yang harus dihindari oleh penguasa. Seorang penguasa yang mengabaikan masalah militer tidak akan dihormati dan dipercaya pasukannya 46 . Pengetahuan akan perang bermanfaat dalam tiga hal; pertama, orang belajar mengenal suatu negara dan bisa melihat lebih baik bagaimana mempertahankannya. Kedua, bekal pengetahuan dan pengalaman dari satu wilayah bisa membantu seseorang mudah memahami wilayah lain yang mungkin perlu diobservasi. Ketiga, mempertahankan Negara yang dibangun oleh penguasa itu dari serangan musuh. 44 Machiavelli, The Prince., h. 94. 45 Machiavelli, The Discaurses, h. 80. 46 Niccolo, The Art Of War, h. 49. Penguasa harus memiliki kemampuan ini karena hal ini penting untuk mengajarkan cara mencari musuh, memimpin pasukan, merencanakan pertempuran dan mengepung kota-kota. Penguasa harus membaca sejarah dan mempelajari tindakan tindakan tokoh terkenal untuk meniru kemenangan dan menghindari kekalahan 47 . Hukum yang baik, dan persenjataan yang baik Jika negara tidak dipersenjatai dengan baik maka tidak akan ada hukum yang baik dan sebaliknya. Senjata bisa berupa miliknya sendiri, tentara bantuan asing, atau tentara bayaran. Tentara bayaran dan bantuan asing tak berguna dan berbahaya. Negara tak akan kokoh, karena tentara-tentara tersebut ambisius, tak bersatu, tak disiplin, tak setia, berani hanya di kalangan sendiri namun pengecut di kalangan musuh. Mereka tak punya cinta dan motif lain untuk bertempur selain upah yang tidak akan pernah cukup untuk membuat mereka rela mengorbankan nyawanya demi Negara, dan kabur saat perang tiba 48 . Machiavelli menekankan di atas segala-galanya yang terpenting adalah suatu negara mesti dipersenjatai dengan baik. Dia berpendapat, hanya dengan tentara yang diwajibkan dari warga negara itu sendiri yang bisa dipercaya, negara yang bergantung pada tentara bayaran atau tentara dari negeri lain adalah lemah dan berbahaya.

1.4. Memilih Aparatus Negara