Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Niccolo Machiavelli adalah seorang tokoh filsapat dan politikus, yang hidup di era abad ke-18. Tokoh ini sangat terkenal dengan sebutan bapak politik moderen yang berhasil membuka keran belenggu politik dari kungkungan Gereja pada waktu itu. Machiavelli banyak menuturkan tentang etika dalam berpolitik dalam karyanya. Tetapi disisi lain Machiavelli pun dikenal sebagai politikus yang menghalalkan segala cara demi meraih kekuasaan. Padahal bila didalami secara objektif, ada faktor-faktor penyebab tokoh ini harus menuangkan idenya seperti itu. Sehingga timbul pertanyaan, apa sebenarnya yang melatarbelakangi pemikiran politik Machiavelli, sehingga dia menulis karyanya The Prince dan The Discourses? Dalam membatasi ruang kajian tentang karya-karya Niccolo Machiavelli, difokuskan yang ditulis adalah kerangka pemikirannya terhadap etika dan kekuasaan yang dimana ada beberapa alasan yang melatar belakanginya: pertama, proses transisi di Negara Florence yang terjadi di masa Niccolo Machiavelli, melahirkan beberapa gagasannya yang merupakan hasil kajiannya selama menjabat sebagai aparatus di Florence. Kedua, dalam situasi dan kondisi Negara Florence Machiavelli mengalami beberapa perlakuan poitik dari pemerintahnya yang acap kali terjadi perpindahan kekuasaan antara penguasa pertama dengan keluarga Medici yang memenangkan peperangan. Sehingga posisi Machivelli selalu berubah-ubah kadang menjadi aparatus Negara yang begitu penting, dan kadangkala mengalami perlakuan buruk sampai dia sendiri harus diasingkan kesuatu desa yang jauh dari kehidupan kerajaan atau lebih parah lagi dia mengalamai masa tahanan selama beberapa tahun 1 . Ketiga, tokoh Machiavelli sendiri sudah terlanjur dikenali oleh dunia politik sebagai bapak kelicikan politik. bahkan pada titik ekstrimnya ia dikenal sebagai par excellence penipuan dan penghianatan politik, sebagai inkarnasi dari kekuatan licik dan brutal dalam dunia politik, dan sebagai penggagas totalitarianisme moderen 2 . Padahal bila dibaca secara objektif dan tidak setengah- setengah antara The Prince dan The Discaurses, akan didapat bahwa konsep etika bermartabat dalam politik yang didengungkannya adalah politik yang penuh dengan nilai-nilai etika, dengan tidak digerakan semata-mata oleh nafsu untuk meraih kekuasaan 3 . Etika menurutnya memancar dari tindakan otentik yang penuh dengan kedaulatan dari seorang pemimpin yang berkarakter. Itulah sesungguhnya ide yang diberikan oleh Machiavelli untuk demi kelangsungan dan kesetabilan negaranya yang mengalami krisis politik. Namun sayang justru konsep etika dan kekuasaan yang bermartabat inilah seringkali kurang dicermati oleh para pembaca karya-karya Machiavelli. Keempat, kekuasaan memang perlu dipertahankan dan dikokohkan dengan kuat, sedangkan etika itu sendiri tidak perlu dikedepankan dalam politik karena hal itu hanya akan memperlemah negara menghalalkan segla cara demi kestabilan Negara. Sedangkan menurut para sejarawan politik, Inovasi 1 Ibid., h. 87 2 Henry J. Schmandt, Filsafat Politik Barat: Kajian Historis Dari Zaman Yunani Kuno Sampai Moderen, Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2009, h. 247. 3 F. Budi Hardiman, ”Politik Yang Bermartabat”, Kompas, Edisi Jum’at 15 Oktober 2010, h. 6 Machiavelli dalam buku The Discaurses dan The Prince adalah memisahkan teori politik dari etika. Hal itu bertolak belakang dengan tradisi barat yang mempelajari teori politik dan kebijakan sangat erat kaitannya dengan etika seperti pemikiran Aristoteles yang mendefinisikan politik sebagai perluasan dari etika. Dalam pandangan barat, politik kemudian dipahami dalam kerangka benar dan salah, adil dan tidak adil. Ukuran-ukuran moral digunakan untuk mengevaluasi tindakan manusia di lapangan politik. Saat itu, Machiavelli telah menggunakan istilah la stato, yang berasal dari istilah latin status, yang menunjuk pada ada dan berjalannya kekuasaan dalam arti yang memaksa, tidak menggunakan istilah dominium yang lebih menunjuk pada kekuasaan privat. Hal ini senada dengan situasi dan kondisi di Florence, waktu itu mengalami degradasi dan perebutan kekuasaan yang mengakibatkan keadaan negara tidak stabil sehingga akhirnya, efek jera dari perebutan kekuasaan itu menjadikan rakyat tertindas dan Negara pun mengalami krisis multidimensional. Sehingga Florence menjadi Negara yang lemah dan diserang oleh Negara-negara yang ada disekitarnya 4 . Maka pantaslah bila Machiavelli menganugrahkan gagasannya bagi penguasa di negrinya yang kala itu di pegang oleh keluarga Medici, dengan tujuan agar Florence tidak hancur dan jatuh. Sekalipun memang ada unsur bahwa dengan menyuguhkan konsepnya itu, Machiavelli pun menginginkan kembali jabatannya di arena politik 5 . Namun ide Machiavelli ini terlanjur oleh para intelektual, dan poitisi dianggap sebagai ide yang digunakan oleh para penguasa dunia yang otoriter dan 4 Niccolo Machiavelli, The Prince, Srabaya: Selasar Publishing, 2008, h. xii 5 Ibid. , h. 177 bersifat menindas rakyatnya. Ini terindikasi dari berbagai pengakuan mereka, bahwa mereka mengakui memegang dan mempelajari karya The Prince Niccolo Machiavelli. Seperti Hitler pemimpin NAZI di Jerman menyimpan The Prince disamping tempat tidurnya, Napoleon Bonaparte mengemukakan bahwa hanya karya politik The Prince yang layak dibaca, bahkan Musolini berani secara terang- terangan di depan rakyatnya mengatakan bahwa Machiavelli sebagai godfather spiritual dan intelektual, dan masih ada lagi para penguasa otoriter selain mereka 6 . Dan inilah yang menjadi alasan orang-orang yang menganggap Machiavelli sebagai politikus yang jahat. Berangkat dari itu semua maka penulis berusaha menggali dan membuka kembali literatur-literatur karya Machiavelli, khususnya The Prince dan The Discourses, juga dari buku-buku lain yang memiliki relevansi dengan masalah etika dan kekuasaan Machiavelli, untuk berusaha memahami esensi sesungguhnya bahwa perlu adanya etika bermartabat dalam sebuah negara menurut Machiavelli.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah