6.3. Analisis Jumlah Hotspot Tiap Pola Penggunaan Lahan
Hotspot yang terjadi bila diamati dari kejadiannya setiap bulannya menunjukkan bahwa pada bulan Agustus paling tinggi, menyusul bulan Februari dan
telah terjadi sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2007. Bila dikaji pada curah hujan rata-rata bulanan maupun hari hujan bulanan beberapa stasiun pengamat hujan
menunjukkan nilai yang rendah, seperti stasiun pengamat hujan Aek Godang dan Aliaga tidak ada hujan sepanjang bulan September terjadi bulan kering atau rata-rata
curah hujan bulanan 100 mm. Hotspot yang terpantau bila dilihat dari pola pemanfaatan lahannya paling
banyak pada hutan, terutama di wilayah-wilayah yang pengusahaan lahan untuk perkebunan cukup luas. Aktifitas pembukaan lahan untuk pembuatan kebun
berpotensi untuk menumpuk bahan bakar, yang merupakan hasil penebangan pohon ataupun semak belukar pada lokasi pembuatan kebun baru.
Sejalan dengan terjadinya kebakaran yang diindikasikan oleh hotspot, Moore and Haase 2003 menyebutkan bahwa pembalakan dan pembangunan jalan hutan,
saling berhubungan dengan ketahanan alami apikebakaran. Kondisi ini akan menyediakan lebih banyak kayu mati yang menjadi bahan bakar. Selanjutnya Moore
and Haase 2003 menyebutkan bahwa ekosistem hujan tropik yang belum terganggu dapat dikatakan “tahan api”, di mana tajuk pohon yang berlapis-lapis dapat
mempertahankan kelembaban serta meredam angin dan panas. Pembalakan dan pembangunan jalan juga mengakibatkan matahari dan panas dapat masuk kedalam
hutan, yang dapat mengurangi kelembaban dan mengeringkan hutan.
Sahdin Zunaidi : Kajian Potensi Kebakaran Hutan Dan Lahan Dari Aspek Biomasa Dan Indeks Kekeringan Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2009
USU Repository © 2008
33
11 42
46 45
69 56
36 72
11 6
16 6
8 9
8 11
19
2 9
4 1
4 12
4 21
22 11
72
31 20
49
9 2
13 5
10 6
7 1
5 2
5 2
2 32
12 56
42
20 45
35
3 65
17 6
19 12
15 17
21
3 14
14 7
12 4
1 6
10 20
30 40
50 60
70 80
Februari Juli
Agustus Februari
Juli Agustus
Februari Juli
Agustus Februari
Juli Agustus
2004 2005
2006 2007
Ju m
la h
H o
ts p
o t
Hutan Semak belukar
Kebun sawit Kebun karet
Ladang Masyarakat Areal Lainnya
Gambar 6.2. Jumlah Hotspot Tertinggi Pada Tahun 2004 sd 2007 pada Tiap Pola Pemanfaatan Lahan
Pola penggunaan lahan berupa kebun masyarakat yang antara lain menanam sawit, juga berpotensi untuk meningkatnya jumlah hotspot yang terpantau, di mana
masyarakat yang melakukan kegiatan pengolahan lahan kebunnya diduga juga melakukan upaya-upaya persiapan lahannya dengan pembakaran. Demikian juga
halnya pada kegiatan peremajaan kebun sawit, dengan menebang tanaman lama dan dibakar untuk percepatan waktu persiapan lahan dengan biaya murah dan cepat akan
meningkatkan jumlah hotspot pada wilayah kebun sawit. Tingginya biomasa pada hutan dan kebun sawit merupakan potensi bahan
bakar yang tinggi apabila ada kejadian kebakaran, yang akan dapat terpantaunya berupa hotspot pada wilayah tersebut. Pembukaan hutan maupun peremajaan sawit
Sahdin Zunaidi : Kajian Potensi Kebakaran Hutan Dan Lahan Dari Aspek Biomasa Dan Indeks Kekeringan Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2009
USU Repository © 2008
biasanya dalam luasan yang besar, sehingga bila terbakar akan terpantau sebagai hotspot. Hotspot yang dapat dipantau oleh satelit NOAA minimal dengan luasan 1,1
km
2
UPTD 2004, hal demikian menunjukkan bahwa hanya hutan, kebun atau lahan yang luas yang akan terpantau sebagai hotspot.
Menurut data BPS 2007, bahwa pembukaan kebun baru ataupun peremajaan kebun sawit bila dihubungkan dengan luasan kebun yang dibuka di Tapanuli Selatan
sampai tahun 2006 adalah: kebun rakyat dengan berbagai komoditi seluas 139.178,80 ha. Adapun perkebunan sawit rakyat mencapai 4.494 ha, kebun BUMN 22.22,10 ha,
kebun besar 201.994,21 ha dan koperasi 10.378,70 ha atau seluas 299.093,01 ha untuk seluruh luasan Kabupaten Tapanuli Selatan 12.261, 55 Km
2
12.261.550 Ha. Luasanya kebun yang dibuka akan sejalan dengan tingginya kegiatan masyarakat
dalam pengelolaan lahan kebun sawitnya, salah satunya dengan melakukan pembakaran pada kegiatan perkebunannya. Pembakaran dalam persiapan lahan masih
dianggap cara cepat, mudah dan murah, sebagaimana juga di praktekkan masyarakat di beberapa daerah di Indonesia. Selanjutnya Soemarwoto 2001 mengatakan bahwa
kebakaran hutan itu adalah antropogenik, yaitu karena ulah manusia dan bukannya semata-mata faktor alam.
Sahdin Zunaidi : Kajian Potensi Kebakaran Hutan Dan Lahan Dari Aspek Biomasa Dan Indeks Kekeringan Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2009
USU Repository © 2008
216 275
287
71 35
39 52
14 53
157 175
35 29
16 17
5 193
236 279
94 58
63 60
17 50
100 150
200 250
300 350
2004 2005
2006 2007
Tahun Jum
lah H
o ts
po t
Hutan Semak belukar
Kebun sawit Kebun karet
Ladang Masyarakat
Areal Lainnya
Gambar 6.3. Jumlah Hotspot yang Terpantau pada tahun 2004 sd 2007 pada Tiap Pola Pemanfaatan Lahan
Dari Gambar 6.3 di atas menunjukkan bahwa pada kawasan hutan dari tahun 2004 sampai dengan 2006 terpantau paling tinggi hotspot, menyusul ladang
masyarakat dan kebun sawit. Pada tahun 2007 hotspot paling tinggi terpantau pada ladang masyarakat, selanjutnya hutan dan kebun sawit. Pada hutan kejadian ini dapat
diduga akibat pembukaan hutan untuk kebun baru, dan pada ladang masyarakat merupakan fenomena meluasnya pembukaan kebun rakyat baik untuk pembukaan
kebun sawit baru maupun karet yang cukup luas di Kabupaten Tapanuli Selatan. Terpantaunya hotspot di kebun sawit diduga karena adanya kegiatan peremajaan
sawit, dengan kegiatan menebang pohon tua dan selanjutnya dilakukan pembakaran. Hal yang sama juga dikemukakan Anonim 2007 bahwa kejadian kebakaran
Sahdin Zunaidi : Kajian Potensi Kebakaran Hutan Dan Lahan Dari Aspek Biomasa Dan Indeks Kekeringan Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2009
USU Repository © 2008
di Kalimantan dan Riau menunjukkan sebaran titik api pada konsesi perkebunan 23,37, Hutan Tanaman Industri 16,16, Hak Pengusahaan Hutan 1,88 dan
areal penggunaan lainAPL 58, 59. Kejadian menurunnya hotspot pada tahun 2007 dapat diakibatkan oleh
menurunnya kegiatan pembukaan hutan untuk kebun dan peremajaan kebun sawit, di lain pihak diterapkannya persiapan lahan tanpa bakar oleh beberapa perkebunan
baik untuk pembukaan kebun baru maupun pada kegiatan peremajaan. Kegiatan penyiapan lahan tanpa bakar untuk sawit dengan meracun pohon tua, dan langsung
menanam tanaman baru di sebelahnya tanpa melakukan pembakaran sebagaimana Gambar 6.4.
Gambar 6.4. Persiapan Lahan Tanpa Bakar pada Kebun Sawit
Sahdin Zunaidi : Kajian Potensi Kebakaran Hutan Dan Lahan Dari Aspek Biomasa Dan Indeks Kekeringan Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2009
USU Repository © 2008
6.4. Analisis Jumlah Hotspot Tiap Kecamatan