Analisis Potensi Biomasa Ir. Guslim, MS

VI. PEMBAHASAN

6.1. Analisis Potensi Biomasa

Biomasa pada hutan dan kebun sawit hasil pengukuran lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil pengukuran yang dilakukan Tomich et al 1998. Untuk membandingkan hasil pengukuran Tomich et al 1998 pada kebun karet, ladang masyarakat, semak belukar dan areal lainnya sebagai diperlihatkan pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Potensi Biomasa Hasil Pengukuran dan Data Sekunder Pola Pengunaan Lahan Mg ha -1 Hutan Kebun Karet Kebun Sawit Ladang Masyarakat Semak Belukar Areal lainnya Biomasa 395,12 - 106,84 - - - C-stock 177,80 - 48,00 - - - C-stock 254 103 91 71 74 39 Sumber Tomich et al 1998 Biomasa hasil pengukuran untuk hutan lebih rendah dari pada hasil pengukuran yang dilakukan oleh Tomich, et al 1998 dengan nilai cadangan karbon 254 Mg ha -1 . Demikian juga halnya untuk biomasa kebun sawit 106,84 Mg ha -1 atau setara dengan 48 Mg ha -1 cadangan karbon dibandingkan dengan 91 Mg ha -1 . Hal ini karena jumlah biomasa dipengaruhi oleh keragaman tumbuhan dan berat jenis pohon, umur tanaman serta cara pengolahan lahannya. Kebun sawit yang dilakukan Sahdin Zunaidi : Kajian Potensi Kebakaran Hutan Dan Lahan Dari Aspek Biomasa Dan Indeks Kekeringan Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2009 USU Repository © 2008 pengukuran berumur 14 empat belas tahun, sedangkan Tomich et al 1998 mengukur pada kebun sawit berumur 20 dua puluh tahun. Perbedaan potensi biomasa pada hutan antara hasil pengukuran dan hasil pengukuran Tomich et al 1998 diduga dipengaruhi oleh jumlah pohon pada tiap plot, umur pohon dan jenis pohon pada tiap plot. Jenis pohon yang berbeda akan berbeda berat jenisnya yang akan mempengaruhi total biomasa hasil perhitungan pada plot pengukuran. Jumlah pohon pada klas diameter 5 – 30 cm 65 pohon, diameter di atas 30 cm terdapat 12 pohon, sedangkan Tomich et al 1998 menemukan jumlah pohon diameter 5 – 148 cm sebanyak 170 pohon. Jumlah pohon yang makin banyak akan meningkatkan biomasa kayu, apabila jenis kayunya sama, jenis kayu mempengaruhi biomasa dengan adanya perbedaan berat jenis masing-masing kayu. Heriansyah dan Mindawati 2005 menyebutkan bahwa pada Famili Dipterocarpacea berbeda kemampuannya dalam menyerap CO 2 dari atmosfir yang bervariasi menurut jenis dan umur tanaman. Pada plot pengamatan pohon ditemukan 11 jenis dengan berat jenis berkisar 0,37 – 0,93 grcm 3 atau rata-rata 0,65 grcm 3 , sedangkan hasil pengamatan Rahayu, Luciana dan van Noorrdwijk 2005 dengan berat jenis 0,68 grcm 3 untuk hutan primer dan 0,61 grcm 3 untuk hutan bekas tebangan. Dari berat jenis kayu tersebut Rahayu, Luciana dan van Noorrdwijk 2005 menemukan cadangan karbon masing- masing hutan primer 230,1 Mg ha -1 , hutan bekas tebangan 0 – 10 tahun 206, 8 Mg ha - 1 , hutan bekas tebangan 11-30 tahun 212, 9 Mg ha -1 dan hutan bekas tebangan 31-50 tahun 184,2 Mg ha -1 . Dari hasil pengamatan tersebut perhitungan biomasa Sahdin Zunaidi : Kajian Potensi Kebakaran Hutan Dan Lahan Dari Aspek Biomasa Dan Indeks Kekeringan Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2009 USU Repository © 2008 di Kabupaten Tapanuli Selatan mendekati dengan hasil pengukuran pada hutan bekas tebangan yang berumur 31-50 tahun. Setiawan, Irawan dan Kamal 2005 yang melakukan pengukuran penyimpanan karbon pada jalur hijau di Kota Bandar Lampung menemukan bahwa ada 54 jenis pohon di jalur hijau. Hasil pengukuran yang dibedakan berdasarkan lokasinya masing-masing ditemukan jalur hijau kota berpotensi menyerap karbon 10,60 Mg ha -1 tahun, jalur hijau sungai berpotensi menyerap karbon 8,76 Mg ha- 1tahun dan jalur hijau pantai berpotensi menyerap karbon 5,58 Mg ha -1 tahun. Perbedaan cadangan karbon terukur disebabkan perbedaan jenis pohon yang ditemukan pada masing-masing jalur hijau, sebagaimana juga ditemukan adanya perbedaan potensi biomasa di hutan dan kebun sawit hasil pengukuran. Cadangan karbon pada hutan sebesar 177,8 Mg ha -1 dan pada kebun sawit sebesar 48,0 Mg ha -1 , adapun hasil penelitian Berlian 2004 menemukan bahwa pada hutan terukur cadangan karbon 196 Mg ha -1 , kopi multistrata 34 Mg ha -1 , kopi naungan 23 Mg ha -1 dan kopi monokultur 7 Mg ha -1 . Kondisi cadangan karbon tersebut merupakan gambaran adanya perbedaan cadangan karbon pada masing- masing pola pemanfaatan lahan yang berbeda. Rahayu, Luciana dan van Noorrdwijk 2005 menyebutkan bahwa konversi dari hutan ke lahan pertanian untuk padi lahan kering – siklus pertumbuhan ’bera’ fallow akan menurunkan cadangan karbon lebih dari 85 , tergantung pada lamanya siklus ’bera’. Sahdin Zunaidi : Kajian Potensi Kebakaran Hutan Dan Lahan Dari Aspek Biomasa Dan Indeks Kekeringan Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2009 USU Repository © 2008

6.2. Analisis Indeks Kekeringan Bulanan