II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kebakaran Hutan dan Lahan
Depatemen Kehutanan 1998 menyebutkan bahwa sumber kebakaran hutan yang perlu diwaspadai adalah: alam berupa halilintar atau gesekan tanaman yang
dapat menimbulkan api, manusia berupa kegiatan perladangan, pembakaran untuk mendapatkan daun muda, pembakaran untuk tujuan mengusir hama, tanpa tujuan dan
sisa-sisa obor atau api unggun. Pendapat lain menyatakan bahwa kebakaran hutan dan lahan merupakan
reaksi dari tiga unsur yaitu panas, udara oksigen dan bahan bakar, yang dikenal dengan segitiga api. Masing-masing unsur memegang peranan dalam terjadinya
kebakaran dan bila salah satu unsur tidak terpenuhi maka tidak akan terjadi kebakaran. Karakteristik kebakaran dapat digambarkan berdasarkan lokasi kebakaran,
bentuk permukaan tanah dan meluasnya kobaran api Akihiro dan Marbawa, 2000.
2.2. Jenis Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan dan lahan berdasarkan sumber apinya dapat dibagi menjadi 3 tiga jenis yaitu kebakaran permukaan, kebakaran batang dan tajuk serta kebakaran
bawah permukaan. Adapun karakteristik dari jenis kebakaran hutan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut Akihiro dan Marbawa, 2000:
Sahdin Zunaidi : Kajian Potensi Kebakaran Hutan Dan Lahan Dari Aspek Biomasa Dan Indeks Kekeringan Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2009
USU Repository © 2008
1. Kebakaran bawah permukaan, disebabkan oleh terbakarnya lapisan batu bara, bauksit dan bahan organik gambut yang ada di lapisan bumi.
2. Kebakaran bawah permukaan merupakan kebakaran yang paling banyak terjadi karena terbakarnya belukar, limbah pembalakan, rerumputan, tonggak
pohon, daun dan ranting yang jatuh dan menutupi permukaan tanah. 3. Kebakaran tajuk dan batang, merupakan kebakaran karena terbakarnya pohon
ranting-daun yang diakibatkan oleh api loncat spot fire yang umumnya timbul pada saat terjadinya kebakaran permukaan. Api kebakaran tajuk ini
jarang berasal dari pohon itu sendiri.
2.3. Pengaruh Bentuk Permukaan Tanah dan Kondisi Vegetasi Hutan
Kebanyakan terjadinya kebakaran hutan disebabkan oleh faktor manusia, akan tetapi menjalarnya kebakaran dan membesarnya kerugian, banyak dipengaruhi oleh
kondisi alam, antara lain adalah Akihiro dan Marbawa, 2000: a. Pengaruh bentuk tanah
Bentuk tanah yang disebut tanah pegunungan umumnya adalah tinggi rendah lereng dan gundukan tanah elevasi. Sifat kebakaran yang
dipengaruhi bentuk permukaan tanah, umumnya, naiknya udara panas yang menyusuri lereng bukit dan puncak gunung dapat mengakibatkan
meluasnya kobaran api. Angin yang bertiup ke atas dari lembah ke perbukitan menjadi sumber pensuplay oksigen, jalan setapak di hutan
Sahdin Zunaidi : Kajian Potensi Kebakaran Hutan Dan Lahan Dari Aspek Biomasa Dan Indeks Kekeringan Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2009
USU Repository © 2008
dan tebing yang ada di lereng yang curam tidak efektif sebagai jalur pencegah meluasnya kobaran api.
b. Pengaruh kondisi hutan Menjalarnya kobaran api di padang rumput seperti alang-alang cukup
cepat, di mana kebakaran yang melanda padang rumput kadang-kadang menjalar ke hutan, bahkan akan sampai ke tengah hutan bila terjadi
kemarau panjang. Akan tetapi bagian hutan yang berdekatan dengan padang rumput akan mudah terbakar kembali sebelum kondisi hutannya
pulih kembali. Pepohonan sulit tumbuh di areal padang rumput, sehingga menjadikan areal ini mudah terbakar dibandingkan dengan
areal yang belum pernah terbakar. c. Pengaruh
cuaca Terjadinya kebakaran hutan tidak sama setiap tahunnya, musim kemarau
merupakan masa di mana banyak terjadi kebakaran terutama antara bulan Juni hingga Oktober Akihiro dan Marbawa, 2000.
Di Provinsi Kalimantan Timur dalam kurun waktu beberapa tahun terjadi panas yang luar biasa yang diduga akibat adanya Fenomena
Foehn, yaitu suatu kejadian alam di mana pada musim angin timur laut berhembus angin kering dan kencang yang menyebabkan kekeringan
pada tumbuh-tumbuhan yang dilewatinya termasuk hutan. Fenomena ini biasanya terjadi setiap belasan tahun sekali antara bulan Desember
Sahdin Zunaidi : Kajian Potensi Kebakaran Hutan Dan Lahan Dari Aspek Biomasa Dan Indeks Kekeringan Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2009
USU Repository © 2008
hingga bulan Maret yang dapat menimbulkan kebakaran hutan yang cukup luas Hajime dan Sumantri, 2003.
Bahwa pengaruh cuaca yang berlangsung musim hujan paling sedikit enam bulan di Indonesia bagian barat, mulai berangsur-angsur menurun
sampai hanya kurang dari dua bulan. Menjelang akhir bulan Januari 1998, rekaman titik api melalui pengamatan di citra satelit NOAA 18,
karena kekeringan terjadi sampai kalender tahun kedua. Pola kebakaran hutan tahun 1997 kembali terjadi di kawasan berawa di pesisir timur
Sumatera dari bulan Januari sampai April, sementara kebakaran terkonsentrasi di Kalimantan Timur Anonim, 2007.
2.4. Tata Guna Lahan