a. Hutan
Pengukuran biomasa pada hutan dilakukan dengan pengamatan pada plot contoh 20 m x 100 m, untuk vegetasi yang memiliki pohon
berdiameter 30 cm dan 5 m x 40 m untuk vegetasi yang memiliki pohon berdiameter 5 D 30 cm, masing-masing 3 x ulangan. Data yang diukur
meliputi tinggi pohon, diameter pohon setinggi dada dbh dan mencatat semua jenis pohon. Bila ditemukan tunggul tanpa tunas, dilakukan
pengukuran diameter dan tinggi tunggul, cabang-cabang hidup diukur untuk yang berdiameter 5 cm. Adapun sub plot contoh ukuran 0,5 m x
0,5 m sebanyak 6 ulangan, dibuat untuk pengamatan tumbuhan bawah serasah dan pohon berdiameter 5 cm, dengan mengambil semua
tumbuhan yang ada di atasnya. Untuk pengamatan biomasa serasah basah dilakukan dengan menggali tanah sedalam 5 cm dan mengambil semua
tanahnya, dilakukan pengayakan dengan ukuran lubang 2 mm lalu diambil semua serasah basah yang tertinggal pada ayakan.
b. Kebun Sawit
Pengukuran biomasa pada kebun sawit dilakukan dengan pengamatan pada plot contoh yang dibuat dengan ukuran 20 m x 100 m dan 5 m x 40
m untuk vegetasi yang memiliki pohon berdiameter 5 D 30 cm, ulangan 3 kali. Pengamatan yang dilakukan meliputi pengukuran tinggi
dan diameter setinggi dada. Sub plot contoh ukuran 0,5 m x 0,5 m dengan 6 ulangan dibuat untuk tumbuhan bawahserasah dan untuk pohon
Sahdin Zunaidi : Kajian Potensi Kebakaran Hutan Dan Lahan Dari Aspek Biomasa Dan Indeks Kekeringan Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2009
USU Repository © 2008
berdiameter 5 cm, dengan mengambil semua tumbuhan yang ada diatasnya. Untuk pengamatan biomasa serasah basah dilakukan dengan
menggali tanah sedalam 5 cm dan mengambil semua tanahnya, dilakukan pengayakan dengan ukuran lubang 2 mm lalu diambil semua serasah
basah yang tertinggal pada ayakan.
0,5 m
„ „ „ „ „ „ „ „
20 m
5 40 m SUB PLOT
„ „ „ „
2 0.5 X 0.5 SUB-SUBPLOT
20 100 m PLOT BESAR 100 m
Pohon yang berdiameter di atas 30 cm „ Pohon yang berdiameter antara 5 – 30 cm
Plot pengamatan Tumbuhan bawah dan serasah
Gambar 3.1. Plot Pengamatan Biomasa untuk Pohon Diameter 5 cm
5 m
0,5 m
40 m
Gambar 3.2. Plot Pengamatan Biomasa untuk Pohon Diameter 5 cm
Sahdin Zunaidi : Kajian Potensi Kebakaran Hutan Dan Lahan Dari Aspek Biomasa Dan Indeks Kekeringan Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2009
USU Repository © 2008
3. Potensi biomasa pada berbagai pemanfaatan lahan a. Data biomasa pohon
Semua pohon yang berdiameter 5 cm dilakukan perhitungan biomasa melalui pendekatan alometrik dengan menggunakan rumus yang telah
diperkenalkan Hairiah dan Rahayu 2001: W = 0.319 D
2,32
, untuk pohon bercabang pohon W =
H D
2
40, pohon tidak bercabang sawit Di mana, W = biomasa, D = diameter, H = tinggi,
= berat jenis kayu, = 3,14 dan 2,32 = Konstanta rumus biomasa.
Indeks dalam penelitian ini menggunakan berat jenis yang diambil dari pustaka untuk jenis-jenis kayu yang sudah umum dikenal, atau berat jenis
rata-rata untuk beberapa jenis kayu kurang komersial Dephut, 1997.
b. Data biomasa tumbuhan bawah Perhitungan biomasa tumbuhan bawah dilakukan dengan cara mengambil
contoh daun dan ranting termasuk tumbuhan yang berdiameter 5 cm pada tiap sub plot contoh, masing-masing dipisahkan wadahnya,
selanjutnya dikeringkan pada oven dengan suhu 80 C selama 2 x 24 jam
untuk mendapatkan berat kering daun dan ranting. c. Data nekromasa
Nekromasa ada dua kelompok, yaitu: nekromasa berkayu berupa pohon mati yang masih berdiri maupun roboh, tunggul-tunggul tanaman, cabang
dan ranting yang masih utuh yang berdiameter 5 cm dan panjang 0,5 m
Sahdin Zunaidi : Kajian Potensi Kebakaran Hutan Dan Lahan Dari Aspek Biomasa Dan Indeks Kekeringan Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2009
USU Repository © 2008
dan dilakukan pengukuran diameter dan panjangnya Nekromasa tidak berkayu yang berupa serasah daun yang masih utuh serasah kasar dan
bahan organik lainnya yang telah terdekomposisi sebagian dan berukuran 2 mm serasah halus. Pengukuran dilakukan dengan mengambil semua
serasah kasar setelah pengambilan contoh tumbuhan bawah, termasuk daun dan ranting-ranting gugur pada tiap kuadran.
d. Data serasah Biomasa serasah termasuk dalam kelompok nekromasa tidak berkayu
dihitung dengan menimbang semua serasah kasar yang terdapat pada permukaan tanah dan serasah halus yang terdapat melalui penggalian
tanah sedalam 5 cm, dan diayak dengan pori ukuran 2 mm yang terdapat dalam kuadran ukuran 0,5 M x 0,5 M. Adapun cara perhitungan
biomasanya serasah dilakukan dengan pengeringan serasah kasar dan halus pada oven suhu 80
C selama 2 x 24 jam untuk mendapatkan serasah kasar dan serasah halus.
4. Indeks kekeringan menggunakan perhitungan dari Keecth Byram Drought Index KBDI dengan mengunakan rumus sebagai berikut Deeming, 1995
dalam Thoha, 2006: KBDI
Hari ini
= { ∑ KBDI
kemarin
–10CH + DF
hari ini
}, Di mana :
CH = Curah hujan
Sahdin Zunaidi : Kajian Potensi Kebakaran Hutan Dan Lahan Dari Aspek Biomasa Dan Indeks Kekeringan Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2009
USU Repository © 2008
DF = Faktor kekeringan yang telah dimodifikasi dan dapat digunakan untuk perkiraan bahaya kebakaran, dengan formulasi sebagai
berikut:
DF = 200 –YKBDI 0,9676exp0,0875Tmax + 1,552 – 8,2290,001 1+10,88Exp-0.00175ann.Rain
Tmax = suhu maksimum harian, ann.Rain = rata-rata curah hujan tahunan
Dari hasil perhitungan indeks kekeringan yang kisarannya 0 – 2.000, dikategorikan menjadi 4 empat skala sifat bahaya kebakaran, yaitu:
Tabel 1. Skala Sifat Indeks Kekeringan No
Indeks KBDI Skala sifat
1 0- 999
Rendah R 2
1.000- 1.499 Menengah M
3 1.500- 1.749
Tinggi T 4
1.750 – 2.000 Ekstrim E
Sumber: BBMG Sumatera Utara 5. Parameter pengamatan
Parameter yang menjadi pengamatan dalam penelitian ini adalah: i. Jumlah biomasa pada tiap pola pemanfaatan lahan masing-masing; Hutan
dan kebun sawit. ii. Data suhu dan curah hujan tahun 2004, 2005, 2006 dan 2007.
iii. Data Hot spot dari tahun 2004, 2005, 2006 dan 2007. iv. Analisis Data.
Sahdin Zunaidi : Kajian Potensi Kebakaran Hutan Dan Lahan Dari Aspek Biomasa Dan Indeks Kekeringan Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2009
USU Repository © 2008
Analisis data dilakukan terhadap parameter yang diamati, dengan cara deskriptif melalui analisis indikasi kebakaran hutan, potensi biomasa dan indeks
kekeringan yang dilakukan dengan analisis grafik. Perhitungan C tersimpan yang digunakan adalah dari Subekti, Lusiana, dan
Van Noordwijk 2005 yaitu C tersimpan = 0,45 x total biomasa, sebagaimana telah beberapa kali digunakan oleh peneliti sebelumnya dan hasil perhitungan juga
diacu sebagai data sekunder pada penelitian ini. Perhitungan biomasa pada sawit menurut Brwoun 1997 harus
memperhitungkan 20 x biomasa pohon, yang merupan perkiraan biomasa dari daun yang tidak dilakukan pengukuran secara langsung.
3.3. Pengamatan Biomasa Hutan