Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang PKDRT

86

A. Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang PKDRT

Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang dijamin oleh Pasal 29 UUD 1945. Dengan demikian, setiap orang dalam lingkup rumah tangga, dalam melaksanakan hak dan kewajibannya harus di dasari oleh agama. Hal ini perlu terus ditumbuh kembangkan demi membangun keutuhan kerukunan rumah tangga yang bahagia, aman, tenteram dan damai yang merupakan dambaan setiap orang di dalam rumah tangga. Untuk mewujudkan keutuhan dan kerukunan tersebut, sangat tergantung pada setiap orang dalam lingkup rumah tangga, terutama kadar kualitas prilaku dan pengendalian diri setiap orang dalam lingkup rumah tangga tersebut. Keutuhan dan kerukunan dalam rumah tangga dapat terganggu jika kualitas dan pengendalian diri tidak terkontrol, yang pada akhirnya dapat terjadi kekerasan dalam rumah tangga sehingga menimbulkan ketidakamanan atau ketidakadilan terhadap orang yang berada dalam lingkup rumah tangga tersebut. Pada kenyataannya kasus kekerasan dalam rumah tangga banyak terjadi, sedangkan sistem hukum di Indonesia jika hanya didasarkan pada KUHP, belum menjamin perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga. Untuk mencegah, melindungi korban dan menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, negara dan masyarakat wajib melaksanakan pencegahan, perlindungan dan penindakan pelaku sesuai dengan falsafah Pancasila dan UUD 1945. Nursiti : Kebijakan Legislasi Tentang Tindak Pidana Perkosaan Di Indonesia. USU e-Repository © 2008. 87 Negara berpandangan bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga adalah pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap kemanusiaan serta bentuk diskriminasi. Pandangan negara tersebut didasarkan pada Pasal 28 UUD 1945 yang telah diamandemen. Pasal 28G ayat 1 menentukan bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi” Pasal 28H ayat 2 UUD 1945 menentukan bahwa “Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”. Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan adalah perempuan, harus mendapatkan perlindungan dari negara danatau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan. Untuk itulah kemudian disusun suatu kebijakan legislasi yang berkaitan dengan Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yang diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2004. Yang dimaksud dengan kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesensaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan atau penelantaran Nursiti : Kebijakan Legislasi Tentang Tindak Pidana Perkosaan Di Indonesia. USU e-Repository © 2008. 88 rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Lingkup rumah tangga yang dimaksud dalam undang-undang ini meliputi : 1 Suami, istri dan anak, termasuk ke dalam pengertian anak adalah anak angkat dan anak tiri. 2 Orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana yang dimaksud dalam point 1 karena adanya hubungan darah, hubungan perkawinan seperti mertua, menantu, ipar, besan. Hubungan saudara persusuan, pengasuhan dan perwalian yang menetap dalam rumah tangga, danatau 3 orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Asas yang menjadi landasan dilaksanakannya Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT adalah asas penghormatan terhadap hak asasi manusia, keadilan dan kesetaraan gender, non diskriminasi serta perlindungan terhadap korban. Yang dimaksud dengan asas keadilan dan kesetaraan gender adalah adanya suatu keadaan dimana perempuan dan laki-laki menikmati status yang setara dan memiliki kondisi yang sama untuk mewujudkan secara utuh hak asasi dan potensinya bagi keutuhan dan kelangsungan rumah tangga secara proporsional. Tujuan dari penghapusan kekerasan dalam rumah tangga ini adalah untuk mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga, melindungi para korban, Nursiti : Kebijakan Legislasi Tentang Tindak Pidana Perkosaan Di Indonesia. USU e-Repository © 2008. 89 menindak pelaku dan memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera. Karena itu bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga yang dilarang dilakukan adalah sebagai berikut: 1 Kekerasan fisik yaitu kekerasan yang menyebabkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. 2 Kekerasan Psikis yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang 3 Kekerasan seksual yaitu pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut atau pemaksaaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan atau tujuan tertentu 4 Penelantaran rumah tangga yaitu tindakan menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut, atau tindakan yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut. Nursiti : Kebijakan Legislasi Tentang Tindak Pidana Perkosaan Di Indonesia. USU e-Repository © 2008. 90 Undang-undang ini juga mengatur ketentuan pidana yang dapat dijatuhkan kepada para pelaku yang untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini: Tabel 2. Ketentuan Pidana Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 SANKSI NO BENTUK KEKERASAN PENJARA DENDA Kekerasan Fisik Maks: 5 tahun Maks: Rp. 15 juta Mengakibatkan korban jatuh sakit atau luka berat Maks: 10 tahun Maks: Rp 30 juta Mengakibatkan matinya korban Maks: 15 tahun Maks: Rp. 45 juta 1 Dilakukan oleh suami atau istri tapi tidak menimbulkan penyakit halangan untuk bekerja delik aduan Maks: 4 bulan Maks: Rp. 5 juta Kekerasan Psikis Maks: 3 tahun Maks: Rp. 9 Juta 2 Dilakukan oleh suami atau istri tapi tidak menimbulkan penyakit halangan untuk bekerja delik aduan Maks: 4 bulan Maks: Rp. 3 juta 3 Kekerasan seksual delik aduan Maks: 12 tahun Maks: Rp. 36 juta Nursiti : Kebijakan Legislasi Tentang Tindak Pidana Perkosaan Di Indonesia. USU e-Repository © 2008. 91 Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial atau tujuan lainnya Min. 5 tahun Maks: 15 tahun Min. Rp. 12 Juta Maks: Rp. 300 Juta Mengakibatkan luka yang tidak mungkin sembuh, mengalami gangguan daya pikir, gugur matinya janin dalam kandungan, tidak berfungsinya alat reproduksi Min. 5 tahun Maks: 20 Tahun Min Rp. 25 Juta Maks: Rp. 500 Juta 4 Penelantaran Rumah tangga Maks: 3 tahun Maks: Rp. 15 Juta Bahwa selain ketentuan pidana tersebut di atas, hakim juga dapat menjatuhkan sanksi berupa pembatasan gerak bagi pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu. Maupun pembatasan hak-hak tertentu bagi pelaku dan atau penetapan pelaku untuk mengikuti konseling di bawah pengawasan lembaga tertentu. Penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan dilaksanakan menurut ketentuan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini. Dan sebagai salah satu alat bukti yang sah, keterangan seorang saksi korban yang disertai dengan satu alat bukti yang sah lainnya cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah. Nursiti : Kebijakan Legislasi Tentang Tindak Pidana Perkosaan Di Indonesia. USU e-Repository © 2008. 92 Adanya ketentuan yang terperinci tentang bentuk-bentuk kekerasan yang dilarang dilakukan di dalam rumah tangga dan penjatuhan sanksi berupa pidana penjara dan denda dalam jumlah yang cukup tinggi, menunjukkan adanya keinginan dari pemerintah untuk mencapai tujuannya yaitu melindungi korban dan menindak pelakunya. Tingginya sanksi juga dimaksudkan untuk membuat setiap orang berfikir untuk tidak melakukan tindakan yang dilarang mencegah terjadinya kekerasan. Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan atau pihak lainnya baik sementara ataupun berdasarkan penetapan pengadilan. Perlindungan sementara adalah perlindungan yang langsung diberikan oleh kepolisian danatau lembaga sosial atau pihak lain, sebelum dikeluarkannya penetapan perintah perlindungan oleh pengadilan yang harus diberikan paling lama tujuh hari setelah permohonan diajukan. Prosedur perlindungan yang diatur berdasarkan undang-undang ini adalah sebagai berikut: 1 dalam waktu 1 x 24 jam terhitung sejak mengetahui atau menerima laporan kekerasan dalam rumah tangga, kepolisian wajib segera memberikan perlindungan sementara kepada korban. Perlindungan sementara diberikan paling lama tujuh hari sejak korban diterima atau ditangani. Nursiti : Kebijakan Legislasi Tentang Tindak Pidana Perkosaan Di Indonesia. USU e-Repository © 2008. 93 2 Dalam waktu 1 x 24 jam terhitung sejak pemberian perlindungan sementara, kepolisian wajib meminta surat penetapan perintah perlindungan dari pengadilan. Permohonan untuk memperoleh surat penetapan perlindungan pengadilan dapat diajukan oleh korban atau kelurga korban, teman korban, kepolisian, relawan pendamping atau pembimbing rohani. Permohonan tersebut dapat disampaikan dalam bentuk tertulis ataupun lisan. Perintah perlindungan dapat diberikan dalam waktu paling lama satu tahun dan dapat diperpanjang atas penetapan pengadilan yang harus diajukan tujuh hari sebelum berakhirnya masa berlakunya. Pelaku yang melanggar perintah perlindungan dapat ditangkap dan selanjutnya ditahan oleh kepolisian dan apabila kepolisiankorbanpendamping membuat laporan tertulis kepada pengadilan tentang adanya dugaan pelanggaran terhadap perintah perlindungan. Pengadilan kemudian akan memanggil dan memeriksa pelaku dalam waktu 3 x 24 jam. Apabila pengadilan mengetahui bahwa pelaku telah melanggar perintah perlindungan dan diduga akan melakukan pelanggaran lebih lanjut, maka pelaku diwajibkan membuat pernyataan tertulis berupa kesanggupannya untuk mematuhi perintah perlindungan. Apabila pelaku tetap tidak mengindahkan pernyataan tertulis tersebut, maka pengadilan dapat menahan pelaku paling lama 30 hari. Nursiti : Kebijakan Legislasi Tentang Tindak Pidana Perkosaan Di Indonesia. USU e-Repository © 2008. 94 Kepolisian wajib memberikan keterangan kepada korban tentang hak-hak korban untuk mendapatkan pelayanan dan pendampingan, segera melakukan penyelidikan terhadap laporan yang diterimanya dan wajib menyampaikan kepada korban mengenai identitas dirinya, penjelasan bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah kejahatan terhadap martabat manusia dan kewajiban kepolisian untuk melindungi korbannya. Korban berhak untuk mendapatkan: 1 Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan 2 pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis 3 penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban 4 pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 5 pelayanan bimbingan rohani Pemerintah bertanggungjawab dalam upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga karena itu pemerintah berkewajiban untuk: 1 Merumuskan kebijakan tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga 2 menyelenggarakan komunikasi, informasi dan edukasi tentang kekerasan dalam rumah tangga Nursiti : Kebijakan Legislasi Tentang Tindak Pidana Perkosaan Di Indonesia. USU e-Repository © 2008. 95 3 menyelenggarakan advokasi dan sosialisasi tentang kekerasan dalam rumah tangga 4 menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitivitas gender dan isu kekerasan dalam rumah tangga 5 menetapkan standar dan akreditasi pelayanan yang sensitif gender Untuk menyelenggarakan pelayanan terhadap korban, maka pemerintah baik pusat maupun daerah sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing dapat melakukan upaya-upaya sebagai berikut: 1 Penyediaan ruang pelayanan khusus di kantor kepolisian 2 Penyediaan aparat, tenaga kesehatan, pekerja sosial dan pembimbing rohani 3 Pembuatan dan pengembangan sistem dan mekanisme kerjasama program pelayanan yang melibatkan pihak yang mudah diakses oleh korban, dan 4 Memberikan perlindungan bagi pendamping, saksi, keluarga dan teman korban. Setiap orang yang mendengar, melihat atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga atau yang dapat disebut sebagai saksi wajib melakukan upaya- upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk: 1 Mencegah berlangsungnya tindak pidana 2 Memberikan perlindungan kepada korban 3 Memberikan perlindungan darurat 4 Membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan Nursiti : Kebijakan Legislasi Tentang Tindak Pidana Perkosaan Di Indonesia. USU e-Repository © 2008. 96 Berdasarkan analisis tersebut di atas maka dapat dibedakan antara perumusan yang diatur di dalam UU PKDRT khususnya yang berkaitan dengan tindak pidana perkosaan ini berbeda ruang lingkupnya dengan KUHP. Untuk memudahkannya maka perbandingan ini akan dianalisis dengan menggunakan kriteria pembanding sebagai berikut:

1. Bentuk-bentuk perbuatan yang dilarang