Pasal 288 KUHP Kebijakan Legislasi Tentang Tindak Pidana Perkosaan Di Indonesia

56

4. Pasal 288 KUHP

Rumusan Kebijakan legislasi tentang tindak pidana perkosaan yang diatur di dalam Pasal 288 KUHP secara lengkap berbunyi sebagai berikut: 1 Barang siapa bersetubuh dengan istrinya yang diketahuinya atau harus patut disangkanya, bahwa perempuan itu belum masanya buat dikawinkan, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun, kalau perbuatan itu berakibat badan perempuan itu mendapat luka. 2 Kalau perbuatan itu menyebabkan perempuan mendapat luka berat, dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya delapan tahun. 3 Jika perbuatan itu menyebabkan kematian perempuan itu, dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun. 87 Pada dasarnya KUHP tidak mengancam pidana kepada pelaku yang menyetubuhi perempuan yang belum berumur 15 tahun jika perempuan itu adalah istrinya, kecuali bila dari perbuatan persetubuhan tersebut menimbulkan akibat luka- luka, luka berat atau kematian. 88 Yang dilarang dalam pasal ini bukanlah bersetubuh dengan istrinya yang belum masanya buat dikawinkan, melainkan bersetubuh yang mengakibatkan istrinya yang belum masanya untuk kawin tersebut mengalami luka-luka secara fisik, luka berat ataupun meninggal dunia. Yang kemudian perlu dikritisi dari perumusan kebijakan legislasi pada Pasal 288 KUHP ini adalah sepatutnya legislasi bisa menentukan hal yang sama bahwa apabila pelaku melakukan persetubuhan dengan cara-cara yang menyebabkan 87 Ibid, hlm. 212. 88 Adami Chazawi, Tindak Pidana, op. cit., hlm. 71. Nursiti : Kebijakan Legislasi Tentang Tindak Pidana Perkosaan Di Indonesia. USU e-Repository © 2008. 57 istrinya mengalami luka-luka secara fisik, luka berat ataupun meninggal dunia, walaupun istrinya tersebut sudah masanya untuk kawin. Bahwa akibat luka-luka secara fisik, luka berat ataupun meninggal dunia akibat pemaksaan persetubuhan, juga dapat dialami oleh istri yang sudah masanya untuk dikawin. Sehingga jika pembuat kebijakan legislasi konsekuen dengan pemikirannya bahwa yang akan dihukum dengan Pasal 288 ini bukanlah mengenai persetubuhan semata-mata namun persetubuhan yang mengakibatkan mengalami luka-luka secara fisik, luka berat ataupun meninggal dunia, maka seharusnya tidak ada rumusan yang memberikan batasan umur terhadap istri yang akan dilindungi dengan Pasal 288 KUHP ini. Di sisi lain tentang akibat perbuatan yang ditimbulkan. Pembuat kebijakan legislasi hanya mempertimbangkan masalah kekerasan fisik yang walaupun sangat abstark beragam bentuk perbuatannya namun bukanlah satu-satunya bentuk kekerasan yang dapat dialami oleh perempuan. Selain kekerasan fisik, perempuan korban perkosaan baik yang terikat dalam perkawinan maupun yang tidak, dalam suatu tindak pidana perkosaan pastilah mengalami kekerasan psikis dimana harkat dan martabatnya sebagai perempuan dan manusia dihancurkan dengan semena-mena oleh pelaku. Kekerasan psikis juga menyebabkan dampak yang sangat berpengaruh bagi perempuan korban, dimulai dengan stress, depresi, gangguan kesehatan, gangguan kejiwaan atau keinginan untuk bunuh diri. Nursiti : Kebijakan Legislasi Tentang Tindak Pidana Perkosaan Di Indonesia. USU e-Repository © 2008. 58 Karena itu sepatutnya pembuat kebijakan legislasi juga mempertimbangkan kekerasan psikis juga menjadi salah satu dampak yang dapat menyebabkan pelaku, dalam hal ini suami dijatuhkan hukuman karena pemaksaan persetubuhan.

B. Asas Hukum dalam Perumusan Kebijakan Pidana

Dalam melakukan perumusan kebijakan pidana penal policy, ada rambu- rambu yang harus diperhatikan yaitu :

1. Asas Legalitas