151
Alternatif lain yang dapat dilakukan adalah mengubah penjelasan tentang kekerasan dengan memperluas maknanya. Sampai saat ini KUHP hanya mengakui
kekerasan sebagai bentuk serangan secara fisik dan mengabaikan bentuk-bentuk kekerasan lainnya. Dengan adanya perluasan makna kekerasan tersebut sehingga
didalamnya kemudian juga termasuk pengertian kekerasan secara psikis, seksual dan ekonomi. Jika makna kekerasan diperluas, maka bentuk rumusan tindak pidana
perkosaan dapat saja tetap menggunakan istilah dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, tetapi dengan pengertian bahwa didalamnya sudah termasuk tiga bagian
kekerasan lainnya. Dengan demikian ancaman pemutusan hubungan kerja juga merupakan ancaman kekerasan dalam bentuk kekerasan ekonomi.
3. Perkosaan tanpa penetrasi penis
Pasal 285 KUHP dan pasal-pasal tentang perkosaan lainnya dipahami secara kuat oleh para aparat hukum mensyaratkan adanya penetrasi antara kelamin laki-laki
ke dalam kelamin perempuan sampai dengan mengeluarkan mani. Hal ini tentu saja sangat mempersempit pengertian dari perkosaan.
Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa perkosaan pada dasarnya tidak semata-mata ditujukan untuk mendapatkan kepuasan seksual bagi pelakunya
ekspresi agresivitas dalam bentuk kekerasan dari seksualitas, melainkan lebih pada keinginan untuk melakukan kekerasan dalam bentuk seksual ekspresi seksual dari
suatu kekerasan.
Nursiti : Kebijakan Legislasi Tentang Tindak Pidana Perkosaan Di Indonesia. USU e-Repository © 2008.
152
Karena itu penetrasi penis ke dalam vagina bukanlah satu-satunya cara yang dapat atau akan dilakukan oleh pelaku. Banyak contoh kasus yang terjadi khususnya
pada kondisi-kondisi darurat seperti kerusuhan Mei 1998 dan konflik bersenjata di timor-timur dan Aceh. Menggunakan alat-alatbenda-benda keras yang dimasukkan
ke dalam vagina yang berrtujuan untuk menghancurkan fungsi reproduksi perempuan.
Perkosaan juga dapat berwujud penyimpangan prilaku seksual dengan melakukan anal seks atau oral seks yang sama sekali tidak dalam bentuk prilaku
adanya penetrasi penis ke dalam vagina namun tetap saja akan membuat perempuan korban merasa harkat dan martabatnya direndahkan dengan perlakuan dari si pelaku.
Bahwa perkosaan bukanlah dimaksudkan untuk menghasilkan anak, karena itu penetrasi penis ke dalam vagina bukanlah satu-satunya cara yang dapat
dikategorikan sebagai perkosaan. Perbedaan antara perkosaan dengan makna yang luas ini dengan tindak pidana
penganiayaan adalah bahwa pada tindak pidana perkosaan bentuk kekerasan yang dilakukan adalah merendahkan harkat dan martabat korban dengan cara menyerang
seksualitas dan fungsi reproduksinya. Pemikiran seperti ini sesungguhnya sudah dituangkan dalam Rancangan
KUHP Nasional yang secara rinci telah merumuskan bentuk-bentuk perlakuan lainnyanya yang juga dikategorikan sebagai perkosaan yaitu melakukan persetubuhan
dengan perempuan diluar perkawinan yang bertentangan, tidak dikehendaki,
Nursiti : Kebijakan Legislasi Tentang Tindak Pidana Perkosaan Di Indonesia. USU e-Repository © 2008.
153
menggunakan ancaman kekerasan, penipuan, atau sedang berada dalam keadaan pingsan, bersetubuh dengan perempuan yang belum berumur 14 tahun atau
melakukan oral dan anal seks. Dengan pengertian yang diperluas tersebut, maka penyusun kebijakan
tentunya juga tidak lagi harus selalu mengkaitkan antara tindak pidana perkosaan dengan persetubuhan. Karena selain persetubuhan yang menghendaki adanya
penetrasi antara kelamin laki-laki ke dalam kelamin perempuan, tindakan anal seks dan oral seks juga dapat dikategorikan sebagai tindak pidana perkosaan.
4. Perkosaan sebagai kejahatan terhadap tubuh Penempatan dalam