Pengukuran Kinerja Pada PT. PLN Cabang Medan Dengan Metode Performance Prism

(1)

PENGUKURAN KINERJA PADA PT. PLN CABANG MEDAN

DENGAN METODE PERFORMANCE PRISM

Disusun oleh : TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

DELFANDI PUTERA SIREGAR 060403068

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

(3)

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah sebagai rasa Syukur tak terhingga penulis ucapkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini dengan baik.

Kegiatan penelitian ini dilakukan di PT. PLN Cabang Medan yang beralamat di Jalan Listrik No.8 Medan, yang dijadikan sebagai salah satu syarat yang telah ditentukan untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul Tugas Sarjana ini adalah “PENGUKURAN KINERJA PADA PT. PLN CABANG MEDAN DENGAN METODE PERFORMANCE

PRISM”.

Penulis menyadari bahwa Tugas Sarjana ini belum sepenuhnya sempurna dan masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan Tugas Sarjana ini dan penulis berharap agar laporan ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Medan, Desemeber 2010


(5)

D A F T A R I S I

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTA TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xv

I PENDAHULUAN ... I-1 1.1. Latar belakang Permasalahan ... I-1 1.2. Perumusan Masalah ... I-4 1.3. Tujuan Penelitian ... I-4 1.4. Manfaat Penelitian ... I-4 1.4.1. Manfaat Penelitian Secara Teoritis ... I-4 1.4.2. Manfaat Penelitian Secara Praktis... I-5 1.5. Batasan Masalah ... I-5 1.6. Sistematika Penulisan Tugas Akhir ... I-5


(6)

D A F T A R I S I ( L A N J U T A N )

BAB HALAMAN

I I GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1 2.1. Sejarah Perusahaan Listrik Negara ... II-1 2.2. Profil PLN Regional Sumatera Utara ... II-2 2.3. Deskripsi Kinerja Kelistrikan ... II-4 2.4. Implementasi Sistem Manajemen Kinerja PLN Saat ini ... II-6 2.5. Visi, Misi dan Motto Perusahaan ... II-7 2.6. Struktur Organisasi Perusahaan ... II-8

III LANDASAN TEORI ... III-1 3.1. Pengukuran Kinerja ... III-1 3.1.1. Definisi Pengukuran Kinerja ... III-1 3.1.2. Elemen Pengukuran Kinerja dan Sasarannya ... III-1 3.1.3. Manfaat Pengukuran Kinerja ... III-4 3.1.4. Perkembangan Sistem Pengukuran Kinerja ... III-5 3.1.5. Metode-metode Pengukuran Kinerja ... III-5 3.2. Kebutuhan Akan Sistem Manajemen Kinerja Baru... III-7 3.3. Standar Kinerja Perusahaan Diberbagai Negara ... III-11 3.4. Pengukuran Kinerja dengan Performance Prism ... III-13 3.5. Objective Matrix ... III-20


(7)

D A F T A R I S I ( L A N J U T A N )

BAB HALAMAN

IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1 4.1. Jenis Penelitian ... IV-1 4.2. Langkah-langkah Penelitian ... IV -1 4.2.1. Penelitian Pendahuluan ... IV -1 4.2.2. Pengumpulan Data... IV -1 4.2.3. Pengolahan Data ... IV -1 4.2.4. Tahap Analisa dan Pemecahan Masalah ... IV -1 4.2.5. Kesimpulan dan Saran ... IV -1 4.3. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV -2

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1 5.1. Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1. Identifikasi Stakeholder Perusahaan ... V-1 5.1.2. Identifikasi Lima Sisi Performance Prism PLN

Cabang Medan ... V -2 5.1.2.1. Stakeholder Investor (Kantor Wilayah) ... V -3 5.1.2.2. Stakeholder Pelanggan ... V -6 5.1.2.3. Stakeholder Pemasok ... V -7 5.1.2.4. Stakeholder Pegawai ... V -9


(8)

D A F T A R I S I ( L A N J U T A N )

BAB HALAMAN

5.1.2.5. Stakeholder Regulator dan Masyarakat ... V -10 5.2. Pengolahan data ... V -12 5.2.1. Identifikasi Key Performance Indicator ... V -12 5.2.2. Pendefinisian Key Performance Indicator ... V -15 5.2.3. Penyusunan Performance Measurement Record Sheet .. V -21 5.2.4. Scoring System dengan Metode Objective Matrix ... V -25

VI ANALISA PEMECAHAN MASALAH ... VI-1 6.1. Analisa Perbandingan Pengukuran kinerja dengan Metode

Performance Prism terhadap Metode Sebelumnya ... V I-1 6.2. Analisa Kinerja Perusahaan terhadap Stakeholder Kantor

Wilayah ... V I-2 6.3. Analisa Kinerja Perusahaan terhadap Stakeholder

Pelanggan ... V I-3 6.4. Analisa Kinerja Perusahaan terhadap Stakeholder

Pegawai ... V I-5 6.5. Analisa Kinerja Perusahaan terhadap Stakeholder

Pemasok ... V I-6 6.6. Analisa Kinerja Perusahaan terhadap Stakeholder


(9)

D A F T A R I S I ( L A N J U T A N )

BAB HALAMAN

Regulator dan Community... V I-7

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1 7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII -2

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

D A F T A R T A B E L

TABEL HALAMAN

1.1. Deskripsi Kinerja PT. PLN Cabang Medan ... I-1 2.1. Pangsa Pelanggan Per Sektor Pelanggan PLN Cabang Medan II-5 2.2. Pangsa Pendapatan Per Sektor Pelanggan PLN Cabang Medan II-6 2.3. Harga Jual Rata-rata Per Sektor Pelanggan PLN Cabang Medan II-6 2.4. Neraca Energi PT. PLN Cabang Medan ... II-6 3.1. Konstribusi dari Para Stakeholeder ... III-10 3.2. Kriteria Kinerja Perusahaan Diberbagai Negara ... III-12 3.3. Tabel Target Pencapaian Dalam OMAX ... III-24 5.1. Narasumber dan Alasan Pemilihan ... V-2 5.2. Identifikasi Lima Sisi Performance Prism untuk Stakeholder

Kantor Wilayah ... V-4 5.3. Identifikasi Lima Sisi Performance Prism untuk Stakeholder

Pelanggan ... V-6 5.4. Identifikasi Lima Sisi Performance Prism untuk Stakeholder

Pemasok ... V-8 5.5. Identifikasi Lima Sisi Performance Prism untuk Stakeholder


(11)

D A F T A R T A B E L (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.6. Identifikasi Lima Sisi Performance Prism untuk Stakeholder

Regulator dan Community ... V-10 5.7. Key Performance Indicator ... V-12 5.8. Data Target dan Realisasi Key Performance Indicator

Stakeholder Kantor Wilayah ... V-21 5.9. Data Target dan Realisasi Key Performance Indicator

Stakeholder Palnggan ... V-22 5.10. Data Target dan Realisasi Key Performance Indicator

Stakeholder Pemasok ... V-23 5.11. Data Target dan Realisasi Key Performance Indicator

Stakeholder Pegawai ... V-23 5.12. Data Target dan Realisasi Key Performance Indicator

Stakeholder Regulator dan Community ... V-24 5.13. Data Kuantifikasi Key Performance Indicator Stakeholder

Kantor Wilayah ... V-24 5.14. Data Kuantifikasi Key Performance Indicator Stakeholder


(12)

D A F T A R T A B E L (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.15. Data Kuantifikasi Key Performance Indicator Stakeholder

Pegawai ... V-28 5.16. Data Kuantifikasi Key Performance Indicator Stakeholder

Pemasok ... V-29 5.17. Data Kuantifikasi Key Performance Indicator Stakeholder

Regulator dan Community ... V-30 5.18. Data Bobot Key Performance Indicator Stakeholder Kantor

Wilayah ... V-31 5.19. Data Bobot Key Performance Indicator Stakeholder

Pelanggan ... V-32 5.20. Data Bobot Key Performance Indicator Stakeholder

Pegawai ... V-33 5.21. Data Bobot Key Performance Indicator Stakeholder

Pemasok ... V-34 5.22. Data Bobot Key Performance Indicator Stakeholder

Regulator dan Community ... V-34 5.23. Scoring System dengan Objective Matrix Stakeholder Kantor


(13)

D A F T A R T A B E L (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.24. Scoring System dengan Objective Matrix Stakeholder

Pelanggan ... V-36 5.25. Scoring System dengan Objective Matrix Stakeholder

Pegawai ... V-37 5.26. Scoring System dengan Objective Matrix Stakeholder

Pemasok beserta Regulator dan Community ... V-38 6.1. Score Key Performance Indicator Stakeholder Kantor

Wilayah ... VI-1 6.2. Score Key Performance Indicator Stakeholder Pelanggan ... VI-3 6.3. Score Key Performance Indicator Stakeholder Pegawai ... VI-4 6.4. Score Key Performance Indicator Stakeholder Pemasok ... VI-5 6.5. Score Key Performance Indicator Stakeholder Regulator


(14)

D A F T A R G A M B A R

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi Perusahaan ... II-9 3.1. Jejaring Hubungan Stakeholder ... III-7 3.2. Pergesaran Fokus Perusahaan ... III-8 3.3. Sudut Pandang Performance Prism... III-20 3.4. Ruang Lingkup Model Performance Prism ... III-20 3.5. Hubungan Keterkaitan Kelima Segi Performance Prism ... III-21 5.1. Stakeholder PT. PLN Cabang Medan... III-21


(15)

ABSTRAK

Pengukuran kinerja sangat penting bagi perusahaan, dengan mengukur kinerja, perusahaan dapat melakukan analisis apakah perusahaan berjalan pada arah yang benar atau tidak dalam mencapai tujuan perusahaan, saat ini cara terbaik dalam mengukur kinerja adalah dengan mempertimbangkan seluruh stakeholder perusahaan dan mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan stakeholder tersebut, hal ini penting karena hanya dengan memenuhi keinginan dan kebutuhan stakeholder tersebut perusahaan dapat menuntut kontribusi yang maksimal dari para stakeholder tersebut.

Saat ini pada PT. PLN Cabang Medan belum memiliki metode pengukuran kinerja yang mempertimbangkan seluruh stakeholder perusahaan, seperti dapat dilihat PT. PLN Cabang Medan belum dapat memberikan kinerja yang maksimal.

Sehingga digunakan metode performance prism, karena metode ini di dalam melakukan pengukuran mempertimbangkan seluruh stakeholder perusahaan dan mempertimbangkan apa yang diinginkan oleh stakeholder tersebut.

Pengukuran dengan Performance Prism ini juga dikombinasikan dengan Objective Matrix dan Traffic Light System, berdasarkan metode ini diidentifikasi 14 KPI untuk stakeholder Kantor Wilayah, 13 KPI untuk stakeholder pelanggan, 8 KPI untuk stakeholder pegawai, 2 KPI untuk stakeholder pemasok dan 2 KPI untuk stakeholder regulator dan komunitas, hasilnya pengukuran ini dapat diketahui KPI yang berkinerja buruk atau yang memerlukan perbaikan serius oleh pihak perusahaan, dimana terdapat 23 KPI yang berkinerja buruk (mendapatkan score 0-2), 14 KPI berkinerja cukup baik (mendapatkan score 3-7) dan 2 KPI berkinerja sangat baik (mendapatkan score 8-10).


(16)

ABSTRAK

Pengukuran kinerja sangat penting bagi perusahaan, dengan mengukur kinerja, perusahaan dapat melakukan analisis apakah perusahaan berjalan pada arah yang benar atau tidak dalam mencapai tujuan perusahaan, saat ini cara terbaik dalam mengukur kinerja adalah dengan mempertimbangkan seluruh stakeholder perusahaan dan mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan stakeholder tersebut, hal ini penting karena hanya dengan memenuhi keinginan dan kebutuhan stakeholder tersebut perusahaan dapat menuntut kontribusi yang maksimal dari para stakeholder tersebut.

Saat ini pada PT. PLN Cabang Medan belum memiliki metode pengukuran kinerja yang mempertimbangkan seluruh stakeholder perusahaan, seperti dapat dilihat PT. PLN Cabang Medan belum dapat memberikan kinerja yang maksimal.

Sehingga digunakan metode performance prism, karena metode ini di dalam melakukan pengukuran mempertimbangkan seluruh stakeholder perusahaan dan mempertimbangkan apa yang diinginkan oleh stakeholder tersebut.

Pengukuran dengan Performance Prism ini juga dikombinasikan dengan Objective Matrix dan Traffic Light System, berdasarkan metode ini diidentifikasi 14 KPI untuk stakeholder Kantor Wilayah, 13 KPI untuk stakeholder pelanggan, 8 KPI untuk stakeholder pegawai, 2 KPI untuk stakeholder pemasok dan 2 KPI untuk stakeholder regulator dan komunitas, hasilnya pengukuran ini dapat diketahui KPI yang berkinerja buruk atau yang memerlukan perbaikan serius oleh pihak perusahaan, dimana terdapat 23 KPI yang berkinerja buruk (mendapatkan score 0-2), 14 KPI berkinerja cukup baik (mendapatkan score 3-7) dan 2 KPI berkinerja sangat baik (mendapatkan score 8-10).


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan

PT. PLN (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang kelistrikan dan merupakan pemasok tunggal listrik di seluruh wilayah Indonesia, namun di dalam perkembangannya perusahaan ini belum mampu memberikan kinerja yang maksimal, hal ini dapat dilihat dari masih seringnya terjadi pemadaman listrik, tingginya biaya operasional perusahaan (tidak efisien), pelayanan pelanggan yang kurang baik dan saat ini perusahaan masih mengalami kerugian, seperti dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Deskripsi Kinerja PT. PLN Cabang Medan

Indikator 2007 2008 2009

Rugi (Milyar) 3,03 3,77 3,81

Rasio Operasi (%) 182,85 193,91 203,15 Lama Padam (Jam/Pelanggan) 156,75 426,67 637,4 Frekuensi Padam (Kali/Plgn) 43,56 145,61 145,61

Kondisi PT. PLN ini sangat tidak mendukung kondisi perokonomian Indonesia yang terus tumbuh, dimana pertumbuhan ekonomi tersebut juga diikuti pertumbuhan permintaan energi listrik. Untuk mengatasi ini pemerintah sedang berusaha membuat undang-undang ketenagalistrikan yang memungkinkan


(18)

beroperasinya Perusahaan Listrik Swasta, dengan adanya rencana terebut, merupakan ancaman serius bagi PT. PLN.

Oleh karena itu PT. PLN harus berusaha memperbaiki kinerja dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan melakukan peninjauan terhadap sistem pengukuran kinerja yang dijalankan perusahaan saat ini, pengukuran kinerja sangat penting bagi perusahaan, dengan mengukur kinerja perusahaan dapat melakukan analisis apakah perusahaan berjalan pada arah yang benar dalam mencapai tujuan perusahaan.

Saat ini pengukuran kinerja yang dilakukan oleh PT. PLN (Persero) menggunakan metode Balance Scorecard, seperti dapat dilihat saat ini kinerja PLN belum memuaskan, lalu apa yang salah dengan sistem pengukuran kinerja yang dijalankan oleh PLN, beberapa kekurangan dari metode Balance Scorecard telah teridentifikasi, dimana metode ini cenderung memiliki sudut pandang yang sempit karena hanya terdiri dari empat perspektif yang hanya fokus pada pemilik modal dan konsumen, namun mengabaikan stakeholder perusahaan yang lain seperti pemasok, pegawai, pemerintah (regulator) dan masyarakat (community), pada saat ini dan di masa depan cara terbaik bagi perusahaan untuk bertahan dan berkembang dalam waktu yang lama adalah dengan memperhatikan seluruh stakeholder perusahaan, kemudian pengukuran kinerja seharusnya dimulai dari apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh stakeholder, bukan dimulai dari strategi, seperti pada metode Balance Scorecard, seharusnya strategi dibuat berdasarkan apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh stakeholder perusahaan.


(19)

Di dalam merancang sistem pengukuran kinerja organisasi dibutuhkan model yang mampu memotret kinerja secara keseluruhan dari organisasi. Telah banyak model sistem pengukuran kinerja terintegrasi berhasil dibuat oleh para akademisi dan praktisi.

Sistem pengukuran kinerja model Performance Prism berupaya menyempurnakan model-model sebelumnya, model ini tidak hanya didasari oleh strategi tetapi juga memperhatikan kepuasan dan kontribusi stakeholder, proses dan kapabilitas perusahaan. (Nelly dan Adam, 2000 b, c). Memahami atribut apa yang menyebabkan stakeholder (pemilik dan investor, pemasok, konsumen, tenaga kerja, pemerintah dan masyarakat sekitar) puas adalah langkah penting dalam model Performance Prism. Dan untuk dapat mewujudkan kepuasan para stakeholder tersebut secara sempurna, maka pihak manajemen perusahaan perlu juga mempertimbangkan strategi-strategi apa saja yang harus dilakukan, proses - proses apa saja yang diperlukan untuk dapat menjalankan strategi tersebut, serta kemampuan apa saja yang harus dipersiapkan untuk melaksanakannya.

Keberhasilan metode Performance Prism ini dalam meningkatkan kinerja perusahaan juga telah diketahui berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nelly dan Adam dari Cranfield School of Management pada perusahaan logistik DHL dan Coca Cola, dan penelitian yang dilakukan Eka dan Sri Gunani dari Institut Teknologi Sepuluh November pada perusahaan PT. Petrokimia Gresik.

Oleh karena itu metode pengukuran kinerja dengan Performance Prism digunakan untuk memperbaiki metode pengukuran kinerja yang telah ada sebelumnya pada PT.PLN.


(20)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

1. Tidak dipertimbangkannya seluruh stakeholder perusahaan dalam penentuan KPI pada pengukuran kinerja sebelumnya.

2. Tidak dipertimbangkannya kepuasan dan kontribusi semua stakeholder perusahaan.

3. Tidak diidentifikasinya strategi, proses dan kemampuan yang dimiliki perusahaan untuk memenuhi kepuasan stakeholder.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah mengevaluasi kinerja perusahaan dengan mempertibangkan seluruh stakeholder perusahaan.

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi siapa stakeholder perusahaan.

2. Mengidentifikasi apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh stakeholder perusahaan.

3. Mengidentifikasi konstribusi yang diharapkan perusahaan dari para stakeholder.

4. Merancang strategi, proses dan kapabilitas untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan stakeholder perusahaan.


(21)

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Penelitian Secara Teoritis

Secara teoritis manfaat penelitian ini adalah:

1. Memudahkan perusahaan di dalam membuat strategi, proses dan kapabilitas perusahaan dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan stakeholder.

2. Menyelaraskan strategi, proses dan kapabilitas perusahaan untuk membantu perusahaan dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan stakeholder perusahaan.

1.4.2. Manfaat Penelitian Secara Praktis

Secara praktis manfaat penelitian ini adalah:

1. Menyempurnakan sistem pengukuran kinerja yang telah ada sebelumya pada PT. PLN Cabang Medan.

2. Membantu perusahaan dalam mencapai target pencapaian kinerja perusahaan.

3. Memudahkan perusahaan untuk melakukan evaluasi bila target pencapaian kinerja tidak tercapai.

1.5. Asumsi dan Batasan Masalah

Pembatasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Key Performance Indicator yang digunakan sesuai dengan standar


(22)

2. Pengukuran kinerja menggunakan model Performance Prism dan Objective Matrix.

3. Penelitian hanya dilakukan pada PT. PLN Cabang Medan

Adapun asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: 1. Perusahaan memiliki komitmen untuk melakukan perbaikan terhadap

kinerja perusahaan.

2. Narasumber terpilih memahami dengan baik kondisi perusahaan dan memberikan informasi yang dibutuhkan dengan jujur.

1.6. Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Sistematika yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah: BAB I PENDAHULUAN

Berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, pembatasan masalah dan asumsi penelitian, serta sistematika penulisan tugas akhir.

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Memaparkan sejarah dan gambaran umum perusahaan, organisasi dan manajemen.

BAB III LANDASAN TEORI

Berisi teori-teori yang digunakan dalam analisis pemecahan masalah. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Menjelaskan tahapan-tahapan penelitian mulai dari persiapan hingga penyusunan laporan tugas akhir.


(23)

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Mengumpulkan dataa yang diperoleh dari penelitian serta melakukan pengolahan data yang membantu dalam pemecahan masalah.

BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

Menganalisis hasil pengolahan data dan pemecahan masalah. BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

Memberikan kesimpulan yang didapat dari hasil pemecahan masalah dan saran-saran yang bermanfaat bagi perusahaan yang bersangkutan.


(24)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan Listrik Negara

Sejarah Ketenagalistrikan di Indonesia dimulai pada akhir abad ke-19, ketika beberapa perusahaan Belanda mendirikan pembangkit tenaga listrik untuk keperluan sendiri. Pengusahaan tenaga listrik tersebut berkembang menjadi untuk kepentingan umum, diawali dengan perusahaan swasta Belanda yaitu NV. NIGM yang memperluas usahanya dari hanya di bidang gas ke bidang tenaga listrik. Selama Perang Dunia II berlangsung, perusahaan-perusahaan listrik tersebut dikuasai oleh Jepang dan setelah kemerdekaan Indonesia, tanggal 17 Agustus 1945, perusahaan-perusahaan listrik tersebut direbut oleh pemuda-pemuda Indonesia pada bulan September 1945 dan diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia. Pada tanggal 27 Oktober 1945, Presiden Soekarno membentuk Jawatan Listrik dan Gas, dengan kapasitas pembangkit tenaga listrik hanya sebesar 157,5 MW saja.

Tanggal 1 Januari 1961, Jawatan Listrik dan Gas diubah menjadi BPU-PLN (Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara) yang bergerak di bidang listrik, gas dan kokas.

Tanggal 1 Januari 1965, BPU-PLN dibubarkan dan dibentuk 2 perusahaan negara yaitu Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang mengelola tenaga listrik dan Perusahaan Gas Negara (PGN) yang mengelola gas. Saat itu kapasitas pembangkit tenaga listrik PLN sebesar 300 MW.


(25)

Tahun 1972, Pemerintah Indonesia menetapkan status Perusahaan Listrik Negara sebagai Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN). Tahun 1990 melalui Peraturan Pemerintah No. 17, PLN ditetapkan sebagai pemegang kuasa usaha ketenagalistrikan.

Tahun 1992, pemerintah memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan tenaga listrik. Sejalan dengan kebijakan di atas, pada bulan Juni 1994 status PLN dialihkan dari Perusahaan Umum menjadi Perusahaan Perseroan (Persero).

2.2. Profil PLN Regional Sumatera Utara

PLN Regional Sumatera Utara sesungguhnya merupakan representasi (gabungan) dari semua unit PLN yang beroperasi secara bersama di wilayah kerja Propinsi Sumatera Utara. Di dalamnya terdapat 5 unit PLN yang masing-masing memiliki fungsi spesifik yang saling melengkapi dalam satu sistem operasi ketenagalistrikan, yaitu :

a. PT PLN (Persero) Pikitring Sumut & Aceh, yang tugas utamanya melakukan pembangunan Pusat Pembangkit, Jaringan Transmisi serta Gardu Induk. b. PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara, bertanggung jawab

atas pengoperasian serta pemeliharaan pembangkit untuk memproduksi tenaga listrik dalam jumlah besar yang bersumber dari pemanfaatan berbagai energi primer.

c. PT PLN (Persero) P3B Sumatera - Unit Pengatur Beban Sumatera Bagian Utara, bertugas menyalurkan tenaga listrik dalam jumlah besar dari pusat


(26)

pembangkit listrik ke pusat beban melalui jaringan transmisi bertegangan tinggi, dan pengoperasian sistem tenaga listrik.

d. PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara, berfungsi mendistribusikan tenaga listrik dari Gardu Induk sampai ke tangan konsumen melalui Jaringan Tegangan Menengah (JTM), Jaringan Tegangan Rendah (JTR), Gardu Distribusi dan Sambungan Rumah (SR).

e. PT PLN (Persero) Udiklat Tuntungan, menyediakan jasa pendidikan dan pelatihan bagi pegawai PLN maupun instansi lain diluar PLN yang membutuhkan.

Secara Umum PLN Regional Sumut ini melayani daerah yang meliputi 20 Kabupaten, dan 7 Kotamadya se - Propinsi Sumatera Utara. Dalam memberikan layanannya PLN didukung oleh 7 unit Kantor Cabang, 11 Rayon, 50 Ranting, 4 Sub Ranting dan 114 Kantor Jaga dengan jaringan tegangan menengah sepanjang 20.064 Kms, 21.242 Kms jaringan tegangan rendah serta 14.703 buah gardu dibawah naungan PLN Wilayah Sumatera Utara yang melayani 2.104.916 pelanggan (data s/d September 2005).

Kebutuhan listrik daerah Sumut sendiri dipasok dari 8 Unit Pembangkit yang dioperasikan PLN Pembangkitan Sumbagut. Suplai tenaga listrik terbesarnya berasal dari PLTGU Belawan yang terletak di Pulau Naga Putri Sicanang dengan daya tepasang sebesar 1077,9 MW. Dan untuk menyalurkan listik agar sampai ke pelanggan, PLN juga mengoperasikan 3.295,4 Kms jaringan transmisi tegangan tinggi dan gardu induk berkapasitas 2.175 Mva kelolaan PLN P3B Sumatera - Unit Pengatur Beban Sumbagut.


(27)

2.3. Deskripsi Kinerja Kelistrikan

Hingga tahun 2010, kelistrikan masih menghadirkan berbagai macam masalah, mulai dari pasokan yang tersendat hingga kesenjangan sosial lainnya. Dikatakan masih ada kesenjangan karena hingga kini 65 tahun usia kemerdekaan, belum 100 persen penduduk Indonesia menikmati listrik.

Untuk Indonesia baru sekitar 58 persen dari 220 juta penduduk Indonesia yang dapat menikmati aliran listrik. Diantara Negara-negara sesama anggota ASEAN, rasio elektrifikasi Indonesia termasuk yang terendah, hanya unggul dari Laos dan Kamboja, bukan sebuah pencapaian yang menggembirakan tentunya, pemerintah menyadari benar kekurangan ini.

Kebijakan pemadaman bergilir yang tengah berlangsung saat ini, pada dasarnya merupakan kebijakan yang diambil secara terpaksa, salah satu faktor yang mengakibatkan defisit itu semakin bertambah adalah adanya pemeliharaan mesin pembangkit GT 22 di PLTGU Sicanang, Belawan. Sebelumnya kapasitas listrik yang mampu didistribusikan sebesar 950 MW sedangkan PT. Inalum hanya memasok energi pada beban puncak sebesar 40 MW, maka kemampuan total pasokan kurang lebih 990 MW. Kapasitas ini belumlah mencukupi untuk memenuhi pelanggan yang ada, karena kebutuhan listrik Sumut mencapai 1070 MW sampai 1140 MW, pada saat dilakukan pemeliharaan maka defisit pasokan akan bertambah 320-350 MW.

Defisit inilah yang coba diatasi dengan melakukan pemadaman bergilir, namun situasi ini menimbulkan persoalan baru, dimana masyarakat merasa kecewa dengan kondisi ini.


(28)

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu upaya jangka pendek dan upaya jangka menengah. Upaya jangka pendek adalah barter energi listri sebesar 90 MW dengan PT. Inalum, menambah sewa genset atau beli energi oleh PLN Pembangkitan 35 MW, merelokasi PLTG 36 MW dari Sumatera Selatan ke Belawan, melakukan penyambungan saluran transmisi 150 kv dari Bagan Batu ke Rantau Parapat yang mampu menambah 40-60 MW, sedangkan jangka menengah adalah percepatan pembangunan PLTU Labuhan Angin dengan daya sebesar 60 MW.

Setiap tahunnya PLN harus mampu menambah daya sebanayk 3800 MW per tahu atau sekitar 3,5 juta sambungan per tahun. Selama ini prestasi tertinggi dalam hal sambungan baru dicapai PLN pada tahun 1994, yaitu 2,7 juta sambungan. Di luar itu PLN rata-rata hanya membuat 1 juta sambungan per tahun, diperlukan tambahan 1000 unit gardu induk, 30 kms saluran transmisi.

Secara singkat kondisi kelistrikan Sumatera Utara khususnya kota Medan dapat dilihat pada Tabel 2.1, 2.2, 2.3, dan 2.4.

Tabel 2.1. Pangsa Pelanggan Per Sektor Pelanggan PT. PLN Cabang Medan No. Sektor Pelanggan Persen

1 Rumah tangga 90.5

2 Bisnis 6.8

3 Industri 0.3

4 Sosial 1.1

5 Gedung kantor pemerintah 0.2 6 Penerangan jalan 1.1


(29)

Tabel 2.2. Pangsa Pendapatan Per Sektor Pelanggan PT. PLN Cabang Medan

No. Sektor Pelanggan Persen

1 Rumah tangga 28.47

2 Bisnis 23.74

3 Industri 38.73

4 Sosial 2.77

5 Gedung kantor pemerintah 1.39 6 Penerangan jalan 4.9

Tabel 2.3. Harga Jual Rata-rata Per Sektor Pelanggan PT. PLN Cabang Medan

No. Sektor Pelanggan Rp./kWh

1 Rumah tangga 612.44

2 Bisnis 770.33

3 Industri 590.95

4 Sosial 635.87

5 Gedung kantor pemerintah 776.35 6 Penerangan jalan 638.85 Tabel 2.4. Neraca Energi PT. PLN Cabang Medan

No. Sektor Pelanggan GWH

1 Total Produksi Netto 2687.1 2 Energi Siap Jual 2686,77 3 Penjualan Energi 2381,69

4 Susut Energi 304, 25

2.4. Implementasi Sistem Manajemen Kinerja di PLN Saat ini PT.PLN telah mengadopsi konsep balanced scorecard di dalam menentukan target kinerja unit yang dikenal dengan Kontrak Kinerja/manajemen. Kontrak kinerja ini merupakan instrumen untuk menilai apakah suatu unit sudah dapat mencapai kinerja yang diinginkan atau belum. Kontrak kinerja ini berisikan suatu kesepakatan mengenai indikator kinerja yang ingin dicapai, baik sasaran


(30)

pancapaiannya maupun jangka waktu pencapaiannya. Didalam format kontrak kinerja/manajemen PLN yang baru, indikator kinerja unit dibagai kedalam enam perspektif, pertama Perspektif Bisnis Internal, yang terdiri dari Load faktor, Rasio Energi terhadap Total energi dibangkitkan sendiri, Rasio volume bahan bakar alternatif terhadap volume BBM, Efficiency Drive Program, Lingkungan Hidup dan Keselamatan Ketenagalistrikan. Kedua Perspektif Pelayanan Pelanggan, yang terdiri dari System Average Interuption Duration Index (SAIDI), System Average Interuption Frequency Index) SAIFI, Tingkat kepuasan pelanggan, Kemitraan dan Bina lingkungan. Ketiga perspektif Keuangan, terdiri dari Rasio Operasi, Operating Asets Turn Over, Umur Piutang, Rasio Piutang Ragu-ragu, Perputaran Material Pemeliharaan, Biaya kepegawaian/kWh jual, Biaya administrasi/kWh jual. Keempat perspektif pembelajaran, terdiri dari pembelajaran SDM, Kelima perspektif administrasi, terdiri dari LPT, RKAP, LM LPTK. Keenam Perpektif Pengawasan, terdiri Temuan Auditor Internal dan atau Ekseternal. Seluruh indikator kinerja tersebut menggunakan ukuran secara kuantitatif untuk memudahkan dalam mengukur tingkat keberhasilanya.

2.5. Visi, Misi dan Motto Perusahaan 1. Visi Perusahaan

Diakui sebagai Perusahaan Kelas Dunia yang Bertumbuh kembang, Unggul dan Terpercaya dengan bertumpu pada Potensi Insani. 2. Misi dan Motto Perusahaan


(31)

a. Menjalankan bisnis kelistrikan dan bidang lain yang terkait, berorientasi pada kepuasan pelanggan, anggota perusahaan, dan pemegang saham. b. Menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas

kehidupan masyarakat.

c. Mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi. d. Menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan.


(32)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Pengukuran Kinerja1

3.1.2. Elemen Pengukuran Kinerja dan Sasarannya

3.1.1. Definisi Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja dapat diartikan sebagai upaya untuk melakukan penilaian tehadap kualitas aktifitas kerja yang dilakukan. Menurut Neely et al. (1995), pengukuran kinerja adalah suatu set matrik yang digunakan untuk menghitung efisiensi dan efektifitas dalam suatu rangkaian tindakan. Pengukuran kinerja juga dapat diartikan sebagai penentuan secara periodik efektifitas operasional bagian organisasi dan personilnya berdasarkan standar dan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. (Mulyadi dan Setyawan, 1999: 227).

2

1

Mulyadi dan setyawan, 1999. Sistem Perancangan Dan Pengendalian Manajemen: System Pelipat Ganda Kinerja Perusahaan . Salemba. Jakarta

2

Furtwengler, Dale, 2002. Penuntun Sepuluh Menit Penilaian Kinerja: Meguasai

Keahlian Yang Anda Perlukan Dalam Se puluh Menit. Andi. Jogjakarta

Beberapa elemen pengukuran kinerja menurut Dale Furtwengler (2002: 1) adalah sebagai berikut:

1. Pengukuran kinerja

Pengukuran kinerja ini diukur berdasarkan :


(33)

b. Kualitas, kecepatan tanpa kualitas merupakan hal yang sia -sia, maka kualitas merupakan suatu keharusan dalam pengukuran kinerja . c. Layanan, sebuah pelayanan yang buruk akan menghapuskan manfaat

apapun yang dicapai dalam kecepatan d an kualitas.

d. Nilai, nilai adalah kombinasi dari kecepatan, kualitas dan harga yang memungkinkan pelanggan untuk merasakan bahwa mereka mendapatkan sesuatu yang lebih daripada yang mereka bayarkan.

2. Pengembangan karyawan

Segmen proses penilaian kinerja ini berhubungan dengan keahlian karyawan. Tugas utama dalam sebuah kepemimpinan adalah untuk mengembangkan kemampuan karyawan sehingga menciptakan karyawan yang berkualitas yang menghargai kepemimpinan itu.

3. Kepuasan karyawan

Kepuasan karyawan merupakan elemen kunci dalam perbaikan kinerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan karyawan adalah sebagai berikut:

a. Keanekaragaman b. Perkembanagan c. Pembelajaran d. Partisipasi e. Pengakuan f. keamanan


(34)

4. Keputusan kompensasi

Dengan selalu mengaitkan kompensasi karyawan dengan hasil -hasil yang bisa dikuantifikasikan dan dengan memastikan bahwa para karyawan dapat menelusuri kemajuan mereka akan dapat memacu motivasi. Hal ini dikarenakan sangat sulit untuk tetap bermotivasi jika penghargaannya tidak jelas.

5. Komunikasi

Dengan adanya komunikasi yang jelas antara karyawan dan pimpinan maka akan memungkinkan untuk melakukan evaluasi kinerja secara bersama-sama. Dan hal ini merupakan jaring pengaman baik pimpinan maupun karyawan tidak akan terkejut dalam penilaian kinerja berikutnya.

Ada dua tipe sasaran pengukuran kinerja menurut Michael Armstrong (2004: 73) yaitu:

1. Sasaran kerja

Sasaran kerja atau sasaran operasional mengacu pada ahasil-hasil yang dicapai atau pada kontribusi yang diberikan terhadap pencapaian sasaran tim departemen.

2. Sasaran pengembanagan

Sasaran pengembangan yaitu sasaran pribadi atau belajar terkait dengan apa yang harus diperhatikan dan dipelajari individu agar mampu meningkatkan kinrja mereka.


(35)

Syarat pengukuran kinerja yang efektif adalah:

1. Didasarkan pada masing-masing aktifitas dari karakteristik organisasi itu sendiri sesuai sudut pandang pelanggan.

2. Evaluasi atas berbagai aktifitas mengunakan ukuran-ukuran kineraja yang Customer-validated.

3. Sesuai dengan seluruh aspek kinerja aktifitas yang mempengaruhi pelanggan sehingga menghasilkan pengukuran yang komprehensif .

4. Memberikan umpan balik untuk membantu seluruh anggota organisasi megenai masalah masalah yang ada kemungkinan perbaikan.

3.1.3. Manfaat Pengukuran Kinerja3

1. Sebagai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja manajemen

Adapun manfaat dilakukannya pengukuran kinerja ini adalah sebagai berikut:

2. Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan 3. Sebagai media monitor, evaluasi, dan koreksi atas pencapaian kinerja

4. Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward & punishment) secara obyektif

5. Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan 6. Mengidentifikasi tingkat kepuasan pelanggan

7. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah

8. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif.

3


(36)

3.1.4. Perkembangan Sistem Pengukuran Kinerja4

4

Wibowo, annas.2009.Perancangan Sistem Pengukuran Kinerja Proyek Dengan Metode

Performance Prism.Jurnal Teknik Sipil.ITS

Perkembangan sistem pengukuran kinerja dapat diklasifikasikan menjadi beberapa periode :

1. Sistem pengukuran kinerja untuk efisiensi proses (1880-1900)

2. Sistem pengukuran kinerja untuk mengukur profitabilitas unit organisasi dan organisasi secara keseluruhan (1900-1925).

3. Relevance Cost (1925-1980)

4. Perbaikan sistem akuntansi biaya dan pembuatan sistem pengukuran kinerja individual non finansial (1980-1990)

5. Sistem Pengukuran kinerja terintegrasi (1990-sekarang)

3.1.5. Metode-metode Pengukuran Kinerja

Dalam perkembangannya terdapat beberapa metode yang digunakan perusahaan dalam mengukur kinerja perusahaannya, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Prosedur perencanaan dan kontrol pada proyek pembangunan US. Railroad(1860-1870).

2. Awal abad ke-20, Du Pont firm memperkenalkan return of investment (ROI) dan the pyramid of financial ratio. Dan General Motor mengembangkan innovative management accounting practice of the time.


(37)

3. Sejak tahun 1925, pengukuran kinerja finansial telah dikembangkan sampai sekarang, diantaranya discounted cash flow (DCF), residual income (RI), economic value added (EVA) dan cash flow return on investment (CFROI). 4. Keegan et al (1989) mengembangkan performance matriks yang

mengidentifikasi pengukuran dalam biaya dan non biaya.

5. Maskel (1989) memprakarsai penggunaan performance measurement berbasis world class manufacturing (WCM) dengan pengukuran kualitas, waktu, proses dan fleksibilitas.

6. Cross & Linch (1988-1989) mengembangkan hubungan antar kriteria kinerja dalam piramid kinerja.

7. Dixon et. al (1990) mengenalkan questionnaire pengukuran kinerja 8. Brignal et. al (1991) menerapkan konsep nonfinansial

9. Azzone et al (1991) memprakarsai tentang pentingnya kriteria waktu pada penggunaan matrik

10. Kaplan dan Norton (1992, 1993) memperkenalkan balanced scorecard sebagai konsep baru pengukuran kinerja dengan 4 pilar utama yaitu; finansial, konsumen, internal proses dan inovasi.

11. Pada tahun 2000, Chris Adam dan Andy Neely memperkenalkan suatu pengukuran kinerja yang mengedepankan pentingnya menyelaraskan aspek perusahaan (stakeholder) secara keseluruhan dalam suatu framework pengukuran yang strategis. Konsep pengukuran kinerja ini dikenal dengan istilah performance prism. (Neely & Adams, 2000a).


(38)

3.2. Kebutuhan Akan Sistem Manajemen Kinerja Baru5

Dalam sebuah perusahaan, terdapat hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder), yaitu penanam modal, karyawan, pelanggan, pemasok, pemerintah, dan masyarakat. Hubungan yang terjadi antara perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan tersebut mengalami perubahan yang substansial beberapa tahun terakhir ini. Hubungan ini sangat kompleks dan sangat berbeda bahkan jika dibandingkan dengan 10 tahun yang lalu. Hal ini dapat diilustrasikan seperti sebuah jejaring (web) yang kompleks yang harus diatur dalam lingkungan bisnis. Hubungan antarbagian mana yang harus diperkuat dan harus mendapatkan prioritas utama untuk proses perbaikan sangat bervariasi, tergantung dari jenis industrinya. Akan tetapi, pada umumnya hubungan yang terkuat adalah antara organisasi dengan penanam modal, pelanggan, karyawan, pemasok (supplier), dan regulator. Hubungan yang kompleks tersebut dapat dijabarkan seperti tampak pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Jejaring Hubungan Stakeholder 5


(39)

Saat ini dan di masa depan, cara terbaik bagi perusahaan untuk dapat bertahan dan berhasil dalam jangka panjang adalah dengan mengetahui keinginan (wants) dan kebutuhan (needs) dari setiap stakeholder dan berusaha memenuhi hal tersebut. Perubahan orientasi serta fokus kebutuhan dan keinginan (needs & wants) yang semula hanya menjadi titik perhatian pemegang saham (shareholders) kini telah bergeser menjadi perhatian pihak yang lebih luas yaitu stakeholder, yang terdiri dari pemegang saham, pelanggan, pemasok, pemerintah, maupun masyarakat sekitarnya. Perubahan orientasi dan fokus tersebut diperlihatkan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Pergeseran Fokus Perusahaan

Para pemimpin perusahaan atau Chief Executive Officer (CEO) di berbagai belahan dunia menyadari pentingnya memenuhi kepuasan dari setiap stakeholder sehingga perusahaan dapat bertahan dan berhasil dalam jangka panjang. Perusahaan-perusahaan mulai menaruh perhatian akan pentingnya memenuhi kepuasan dari setiap stakeholder, di mana hal ini kemudian menjadi sebuah standar baru dalam laporan perusahaan. Sebagai contoh, sebuah organisasi di Inggris, yaitu UK Cooperative Bank telah membuat sebuah laporan mengenai


(40)

kinerja bisnisnya dari setiap stakeholder (pemegang saham, pelanggan, karyawan dan keluarganya, pemasok, komunitas lokal, serta masyarakat nasional dan internasional) dalam sebuah laporan tahunan yang disebut Partnership Report.

Berbagai pendekatan formal juga mulai dikembangkan guna menghasilkan sebuah bentuk laporan pertanggungjawaban yang standar, seperti yang dilakukan oleh Institute for Social and Ethical Accountability yang terlibat dalam penyusunan The Copenhagen Char-ten A Guide to Stakeholder Reporting dan pengembangan AA1000 Stakeholder Reporting Framework.

Selain pihak pengelola perusahaan, para investor juga mengerti arti pentingnya perusahaan untuk memenuhi berbagai kepuasan setiap stakeholder. Mereka menyadari apabila perusahaan tidak memberikan perhatian yang cukup kepada kepuasan setiap stakeholder, hal tersebut akan membawa dampak pada reputasi perusahaan dan pangsa pasarnya. Sebaliknya, jika perusahaan memperhatikan dan berusaha memenuhi berbagai permintaan/kepentingan dari masing-masing stakeholder, perusahaan juga dapat menuntut kontribusi yang lebih dari masing-masing stakeholder tersebut, seperti yang dikemukakan oleh Neely (2002) dalam pendekatan pengukuran kinerja Prism. Contoh kontribusi yang dapat diberikan stakeholder kepada perusahaan dapat dilihat pada tabel 3.1.


(41)

Tabel 3.1. Kontribusi dari Para Stakeholder

Bukanlah hal yang sederhana untuk dapat memenuhi semua permintaan dan kepentingan stakeholder dalam sebuah kerangka Sistem Manajemen Kinerja. Permasalahan yang sering muncul adalah:

1. Perusahaan gagal menerjemahkan keinginan dan kebutuhan (wants and

needs) dari setiap stakeholder.

2. Adanya ketidakcocokan antara keinginan dan kebutuhan (wants and needs) perusahaan dengan masing-masing stakeholder, bahkan sering kali menimbulkan pilihan yang saling kontradiksi.


(42)

3. Ukuran kinerja yang digunakan tidak sesuai dengan strategi, proses, dan kemampuan perusahaan dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan (wants dan needs) tersebut.

3.3. Standar Kinerja Perusahaan Diberbagai Negara

Pemerintah sering kali turut campur untuk meningkatkan daya saing perusahaan dalam negrinya. Amerika serikat telah mengawalinya sejak tahun 1987, saat presiden Ronald Reagen mencanangkan Malcolm Balridge National Quality Award (MBNQA) sebagai gerakan nasional untuk ajang kompetisi perusahaan-perusahaan di negara itu. Kebijakan Presiden tersebut dikomando oleh Departemen Perdagangan AS dan dilakukan secara rutin tiap tahun dengan proses yang jelas, rinci, dan transparan yang menyangkut standar kinerja pengelolaan perusahaan. Dengan modus yang serupa, namun dengan modifikasi dari beberapa kriteria manajemen kinerja yang harus diterapkan, Australia, Singapura, Jepang, dan negara-negara Eropa juga menerapkan Sistem Penilaian Manajemen Kinerja bagi perusahaan-perusahaan di negara masing-masing seperti diperlihatkan pada Tabel 2.2. Dalam inisiatif yang terpisah, beberapa perusahaan di Indonesia seperti PLN, Pertamina, Telkom, PT.POS, Perbankan, dan sebagainya, telah mencoba mengadopsi sistem ini secara parsial (di beberapa cabangnya) maupun terpusat (di kantor pusat). Namun demikian, inisiatif terpisah tersebut sering kali masih didasarkan pada semangat untuk sekadar mengadopsi dan tidak terjadi proses diseminasi bagi perusahaan lain (bahkan sering kali kinerja tersebut diperlakukan sebagai dokumen rahasia), yang sebenarnya bertentangan dengan semangat maju


(43)

bersama untuk meningkatkan daya saing bangsa yang semula mendasari diciptakannya MBNQA, ISO 9000, Balance Scored Card (BSC), dan sebagainya.

Tabel 3.2. Kriteria Kinerja Perusahaan di Berbagai Negara

Di Indonesia, dalam lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), pemerintah telah membuat Iangkah yang cukup berarti sejak pengelolaan BUMN dipindahkan dari Kementerian Keuangan ke Kementerian BUMN. Dalam terminologi Manajemen Kinerja, saat BUMN masih di bawah Departemen Keuangan, kinerja BUMN dinilai hanya atas dasar tiga kriteria, yaitu: Profitability, Solvability, dan Liquidity, yang kesemuanya hanya berlandaskan pada Neraca (Balance Sheet) dan laporan Laba-Rugi (Income Statements). Berdasarkan SK menteri BUMN Nomor: Kep-100/MBU/2003, Kinerja perusahaan dinilai dari tiga faktor utama yaitu Kinerja Finansial (70%), Operasional (15%), dan Administratif (15%). Terdapat 2 (dua) isu utama, yang perlu dicermati dengan sistem penilaian tersebut. Pertama, penetapan tiga kriteria dengan variabel kinerja di dalamnya perlu dikaji ulang dari sisi substansi usaha dan variabel-variabel dalam setiap kriteria tersebut (di mana dalam kriteria operasional dapat dipilih 2 dari 5 variabel sehingga perusahaan akan cenderung


(44)

memilih variabel yang menonjolkan kinerjanya saja, walaupun belum tentu merupakan variabel kinerja yang paling penting). Kedua, penentuan bobot dari tiap-tiap kriteria yang menitikberatkan pada kriteria financial (sehingga banyak perusahaan yang memilih menaruh uangnya di deposito daripada pengembangan usaha dan perbaikan proses bisnisnya), belum lagi yang berkaitan dengan aspek administratif yang hanya dinilai dari ketepatan waktu penyampaian laporan, yang notabene bukanlah kriteria yang valid dalam sistem manajemen kinerja modern. Dari proses penilaian kinerja semacam ini, tidak mengherankan jika banyak perusahaan yang mendapatkan predikat AAA (sangat sehat sekali), secara internal, bisnisnya keropos.

3.4. Pengukuran kinerja dengan Performance Prism6

Performance prism merupakan penyempurnaan dari teknik pengukuran kinerja yang ada sebelumnya sebagai sebuah kerangka kerja (framework). Keuntungan dari framework tersebut adalah melibatkan semua stakeholder dari Pengukuran dalam hal ini adalah usaha unt uk melihat pesoalan yang dicapai akibat penerapan/aplikasi manajemen dalam teknologi yang diterapkan guna meningkatkan kinerja. Tujuan dari pengukuran kinerja secara umum adalah untuk mengevaluasi kinerja yang ada, menganalisa faktor -faktor yang berpengaruh dalam menunjang perbaikan kinerja serta mereduksi faktor -faktor yang menghambat.

6

Neely, A.D., and Adams, C.A, 2000. Perspectives on Performance: The Performance Prism. Cranfield School of Management, UK.


(45)

organisasi, terutama investor, pelanggan, end-users, karyawan, para penyalur, mitra persekutuan, masyarakat dan regulator. Pada prinsipnya metode ini dikerjakan dalam dua arah yaitu dengan mempertimbangkan apa kebutuhan dan keinginan (needs and wants) dari semua stakeholder, dan uniknya lagi metode ini juga mengidentifikasikan kontribusi dari stakeholders terhadap organisasi tersebut. Pada pokoknya hal itu menjadi hubungan timbal balik dengan masing -masing stakeholder. Filosofi performance prism berasal dari sebuah bangun prisma yang memiliki lima segi yaitu untuk atas dan bawah adalah satisfaction dari stakeholder dan kontribusi stakeholder. Sedangkan untuk ketiga sisi berikutnya adalah strategy, process dan capabilitay. Prisma juga dapat membelokkan cahaya yang datang dari salah satu bidang ke bidang yang lainya. Hal ini menunjukkan kompleksitas dari performance prism yang berupa interaksi dari kelima sisinya.

Performance prism memiliki pendekatan pengukuran kinerja yang dimulai dari stakeholder, bukan dari strategi. Identifikasi secara detail tentang kepuasan dan kontribusi stakeholder akan membawa sebuah organisasi dalam sebuah pengambilan keputusan berupa strategi yang te pat. Sehingga dimungkinkan organisasi dapat mengeveluasi strategi yang telah dilakukan sebelumnya.

Terdapat lima pertanyaan yang mendasari teori performance prism yaitu sebagai berikut:

Stakeholder satisfaction : Siapa yang menjadi stakeholder kunci dan apa

yang mereka inginkan serta apa yang mereka perlukan?


(46)

Strategy : Strategi apa yang seharusnya diterapkan untuk memenuhi apa yang menjadi kinginan dan kebutuhan stakeholder?

Process : Proses kritis apakah yang diperlukan untuk

menjalankan strategi tersebut?

Capability : Kemampuan apa yang harus kita operasikan

untuk meningkatkan proses tersebut?

Stakeholder contribution : Kontribusi apakah dari stakeholder yang kita

perlukan jika kita akan mengembangkan kemampuan tersebut?

Kelima elemen di atas tersebut membentuk model Performance Prism, seperti terlihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Sudut Pandang Performance Prism

Performance Prism merupakan model yang berupaya melakukan penyempurnaan terhadap metoda sebelumnya seperti Balanced Scorecard dan IPMS. Performance Prism merupakan suatu metoda pengukuran kinerja yang


(47)

menggambarkan kinerja organisasi sebagai bangun 3 dimensi yang memiliki 5 bidang sisi, yaitu dari sisi kepuasan stakeholder, strategi, proses, kapabilitas, dan kontribusi stakeholder.

Performance Prism mempunyai pandangan yang lebih komprehensif terhadap stakeholders (seperti investor, pelanggan, karyawan, peraturan pemerintah dan supplier) dibanding kerangka kerja lainnya. berpendapat bahwa kepercayaan umum yang meyakini bahwa ukuran kinerja harus diturunkan secara ketat dari strategi adalah tidak benar. Seharusnya, kebutuhan dan keinginan dari para stakeholders-lah yang harus diperhatikan pertama kali. Kemudian, baru strategi dapat diformulasikan.

Performance Prism berpendapat bahwa sebuah sistem pengukuran kinerja seharusnya diorganisir dalam lima perspektif kinerja yang berbeda namun saling berkaitan, seperti pada Gambar 3.4.


(48)

a. Kepuasan Stakeholder

Siapa saja stakeholder organisasi dan apa saja keinginan dan kebutuhan mereka? Stakeholder yang dipertimbangkan di sini meliputi konsumen, tenaga kerja, supplier, pemilik/investor, serta pemerintah dan masyarakat sekitar. Penting bagi perusahaan berupaya memberikan kepuasan terhadap apa yang diinginkan dan dibutuhkan stakeholder-nya serta melakukan komunikasi yang baik dengan mereka.

b, Strategi

Strategi apa yang dibutuhkan untuk memberikan kepuasan terhadap keinginan dan kebutuhan para stakeholder? Strategi dalam hal ini sangat diperlukan untuk mengukur kinerja organisasi sebab dapat dijadikan sebagai monitor (acuan) sudah sejauh mana tujuan organisasi telah dicapai, sehingga pihak manajemen bisa mengambil langkah cepat dan tepat dalam membuat keputusan untuk menyempurnakan kinerja organisasi.

c. Proses

Proses-proses apa saja yang dibutuhkan untuk meraih strategi yang sudah ditetapkan? Proses di sini diibaratkan sebagai mesin dalam meraih sukses: yaitu bagaimana caranya agar organisasi mampu memperoleh pendapatan yang tinggi dengan pengeluaran serendah mungkin melalui pemampatan fasilitas serta pengoptimalan saluran-saluran pengadaan (procurement) dan logistik.

d. Kapabilitas

Kemampuan-kemampuan apa saja yang dibutuhkan untuk menjalankan proses yang ada? Kapabilitas atau kemampuan di sini maksudnya adalah


(49)

kemampuan yang dimiliki oleh organisasi meliputi keahlian sumber dayanya, praktek-praktek bisnisnya, pemanfaatan teknologi, serta fasilitas-fasilitas pendukungnya. Kemampuan organisasi ini merupakan pondasi yang paling dasar yang harus dimiliki oleh organisasi untuk dapat bersaing dengan organisasi-organisasi lainnya.

e. Kontribusi Stakeholder

Kontribusi apa yang kita butuh dan kita inginkan dari para stakeholder untuk mengembangkan kemampuan yang kita miliki? Untuk menentukan apa saja yang harus diukur yang merupakan tujuan akhir pengukuran kinerja dengan metoda Performance Prism ini, maka organisasi harus mempertimbangkan hal-hal apa saja diinginkan dan dibutuhkan dari para stakeholdernya. Sebab organisasi dikatakan memiliki kinerja yang baik jika mampu menyampaikan apa yang diinginkannya dari para stakeholder yang sangat mempengaruhi kelangsungan hidup organisasi mereka.

Berdasarkan uraian di atas hubungan satu sama lain dalam merepresentasikan kunci sukses atau tidaknya kinerja suatu organisasi berdasarkan model Perfromance Prism dapat dilihat pada Gambar berikut.

Pihak manajemen dalam hal ini mempertimbangkan ada enam kunci pada hubungan stakeholder yaitu:

1. Investor (Shareholder)

Suatu perusahaan umum harus menerapkan usaha terbaiknya untuk membawa pada harapan para investornya.


(50)

2. Pelanggan (Customer)

Perusahaan selalu ingin mempertahankan pelanggan dan menemukan lebih banyak lagi pelanggan potensial.

3. Karyawan (Employees)

Perusahaan harus mempertahankan karyawan, karena hal ini berarti suatu nilai tambah bagi investor dan pelanggan (menunjukkan performance perusahaan baik), tetapi penghematan biaya harus tetap dialakuakan.

4. Penyalur (Supplier)

Banyaknya supplier yang memenuhi kebutuhan perusahaan akan cenderung dapat mengakibatka n pembengkakan biaya, karena mempunyai efek pada biaya administratif ( misal untuk membayar faktur/invoices dll). Pengurangan biaya untuk hal ini perlu untuk secara hati-hati ditargetkan, beberapa kontrak persediaan perlu untuk dirundingkan kembali dengan para supplier. Sistem Pengukuran Kinerja Supplier difokuskan dalam rangka memonitor prestasi dan kemajuan pada penghematan biaya, hal ini tentunya perlu data-data yang akurat untuk melakukan pengukuran .

5. Regulators

Peraturan Pemerintah secara langsung memberikan pengaruh yang besar bagi perusahaan, pemenuhan dengan peraturan merupakan suatu comformity (bukan hanya issu). Perusahaan manapun harus memelihara reputasinya di dalam pasar, karenanya ketidak berhasilan pemenuhan peraturan berpotensi merusakkan publisitas di dalam pasar. Karena reputasi dari korporasi dapat


(51)

dirusakkan oleh hal tersebut, belum lagi proses pengadilan sebagai konsekwensinya memberikan biaya-biaya tambahan.

6. Communities

Masyarakat (communities) adalah faktor lain yang (pada waktunya resesi) kadang-kadang mereka dihubungkan ke regulator juga, (missal hukum ketenaga-kerjaan). Kebijakan standar etis harus ditempatkan secara internal dan secara eksternal. Ini merupakan tuntutan di dalam lingkungan bisnis masa kini. Dan untuk baiknya pihak manajemen harus memastikan bahwa aspek ini dapat dipenuhi dalam upaya perbaikan sistem pengukuran kinerja perusahaan

3.5. Objective Matrix

Scoring dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya adalah dengan Objective Matrix (OMAX). Dengan metode ini kita dapat mengkombinasikan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Dapat digunakan untuk mengukur aspek kinerja yang dipertimbangkan dalam suatu unit kerja. Indikator untuk setiap input dan output dapat didefinisikan dengan jelas. Menyertakan pertimbangan pihak manajemen dalam penentuan skor sehingga terkesan lebih fleksibel.

Konsep dari pengukuran ini yaitu penggabungan beberapa kriteria kinerja kelompok kerja kedalam sebuah matrik. Setiap kriteria kinerja memiliki sasaran berupa jalur khusus untuk perbaikan serta memiliki bobot sesuai dengan kepentingan terhadap tujuan organisasi. Hasil akhir dari pengukuran dengan metode OMAX ini adalah sebuah nilai tungal untuk suatu kelompok kerja.


(52)

Adapun langkah-langkah umum pengukuran kinerja dengan metode OMAX adalah sebagai berikut:

1. Menentukan kriteria produktivitas (Key Performance Indicator)

Langkah pertama ini adalah mengidentifikasi kriteria produktivitas yang sesuai bagi unit kerja dimana pengukuran ini dilaksanakan.

2. Menjelaskan Data.

Setelah kriteria produktivitas teridentifikasi dengan baik, maka langkah selanjutnya adalah mengidentifikasikan kriteria tersebut secara lebih terperinci.

3. Penilaian pencapaian mula-mula (skor 3).

Pencapaian mula-mula diletakkan pada skor 3 dari skala 1 sampai 10 untuk memberikan lebih banyak tempat bagi perbaikan daripada untuk terjadinya penurunan. Pencapaian ini juga biasanya diletakkan pada tingkat yang lebih rendah lagi agar memungkinkan terjadinya pertukaran dan memberi kelonggaran apabila sekali-sekali terjadi kemunduran.

4. Menetapkan Nilai Optimis dan Pesimis (skor 10 dan skor 0).

Skor 10 berkenaan dengan sasaran yang ingin kita capai dalam dua atau tiga tahun mendatang sesuai dengan lamanya pengukuran ini akan dilakukan dan karenanya harus berkesan optimis tetapi juga realistis, sedangkan skor 0 merupakan pencapaian terburuk yang mungkin dicapai.


(53)

5. Menetapkan sasaran jangka pendek.

Pengisian skala skor yang tersisa lainnya dari matriks dilakukan langsung setelah butir skala nol, tiga, sepuluh telah terisi. Butir yang tersisa diisi dengan jarak antar skor adalah sama, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

6. Menentukan derajat kepentingan (bobot).

Semua kriteria tidaklah memiliki pengaruh yang sama pada produktivitas unit kerja keseluruhan, sehingga untuk melihat berapa besar derajat kepentingannya tiap kriteria harus diberi bobot. Pembobotan biasanya dilakukan Oleh pihak pengambil keputusan dan dapat pula dilakukan oleh orang-orang yang terpilih karena dianggap paham akan kondisi unit kerja yang akan diukur.

7. Pengoperasian Matriks.

Pengoperasian Matriks baru dapat dilakukan apabila semua butir diatas telah dipenuhi.

Pada Objective Matrix score performance yang digunakan yaitu antara 0-10. Hal ini berarti ada 11 target pencapaian untuk setiap indikatornya,seperti dapat dilihat pada Tabel 3.3.


(54)

Tabel 3.3. Tabel Target Pencapaian Dalam OMAX

Keterangan:

1. Skor 10: Kinerja sangat memuaskan. Perusahaan telah mencapai target realistis dan mempunyai inisiatif untuk meningkatkan kinerja.

2. Skor 9 – 8: Kinerja memuaskan. Hampir di semua aktivitas, perusahaan memperoleh hasil yang memuaskan. Perusahaan telah menguasai kriteria secara konsisten.

3. Skor 7 – 6: Kinerja yang dihasilkan baik. Perusahaan telah mempelajari fungsi dan kriteria (atribut ukuran kinerja) dan telah mendapatkan keahlian yang dibutuhkan untuk melaksanakan kinerja sehingga dapat bekerja dengan efektif.

4. Skor 5 – 4: Kinerja yang dicapai sedang atau di atas standar yang ada (cukup baik). Perusahaan masih harus belajar dan mempunyai minat untuk belajar demi peningkatan kinerja.


(55)

5. Skor 3: Kinerja standar (rata-rata). Perusahaan telah mencapai kinerja standar yang ada dan tetap dipertahankan dengan tidak berhenti melakukan peningkatan kinerja.

6. Skor 2 – 1: Kinerja yang dicapai buruk. Perusahaan masih berada di tingkat pemula atau dengan kata lain kinerja perusahaan di bawah ratarata, masih banyak yang harus dipelajari.

7. Skor 0: Kinerja ditolak (sangat buruk). Kinerja perusahaan berlawanan dengan tujuan dan sasaran KPI. Membutuhkan bimbingan yang intensif.


(56)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian tindakan (action research) dimana penelitian dikembangkan bersama-sama antara peneliti dan pejabat institusi yang diteliti tentang variabel-variabel yang digunakan untuk menentukan kebijakan dan pengembangan. Kemudian peneliti dan pejabat institusi terkait bersama-sama menentukan masalah membuat desain dan melaksanakannya.

4.2. Populasi dan Sampel Penelitian 4.2.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan pengamatan yang menjadi perhatian kita. (Walpole, Ronald E. 1995). Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai yang memegang jabatan struktural pada PT. PLN Cabang Medan.

4.2.2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi disebut sampel penelitian (Soekidjo Notoatmodjo, 2002:79).


(57)

4.3. Teknik Pengambilan Sampel yang Digunakan

Pemilihan teknik pengambilan sampel merupakan upaya penelitian untuk mendapat sampel yang representatif (mewakili), yang dapat menggambarkan populasinya. Adapun teknik sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling yaitu teknik pengambilan sampel tidak secara acak (nonprobability sampling) dimana sampel yang diambil berdasarkan tujuan tertentu dan memahami dengan baik permasalahan yang hendak diungkap pada penelitian. Berdasarkan kriteria sampel berdasarkan teknik sampling ini maka sampel yang dipilih sebagai narasumber adalah pejabat yang menanangani pengukuran kinerja pada PT. PLN Cabang Medan yang terdiri dari 6 orang, dan dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Narasumber dan Alasan Pemilihan

Jabatan Alasan Pemilihan

Asisten Manajer Teknik Bertanggung Jawab pada Aspek Teknis mengkoordinasikan Perencanaan,

pengoperasian, dan pemelirahaaan sarana Supervisor Perencanaan

Distribusi

Bertanggung jawab dalam mengevaluasi kinerja unit-unit dan cabang serta membuat laporan kinerja cabang

Asisten Manajer SDM dan Administrasi

Bertanggung jawab pada pengelolaan dan perencanaan sumber daya manusia.

Supervisor SDM Bertanggung jawab dalam perencanaan SDM,


(58)

Tabel 4.1. Narasumber dan Alasan Pemilihan (Lanjutan)

Jabatan Alasan Pemilihan

Asisten Manajer Niaga dan Pelayanan Pelanggan

Bertanggung jawab pada upaya pelaksanaan pencapaian pendapatan, penyelamatan pendapatan dan melaksanakan penjualan listrik pada pelanggan

Supervisor Logistik Bertanggung jawab pada perencanaan persediaan, pengadaan dan penyimpanan barang/material, alt tulis kantor, dan menjalin hubungan dengan Pemasok

4.4. Sumber Data

Ada 2 jenis data yang harus diperoleh yaitu data primer dan data skunder. 1. Data Primer

Adapun data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah:

a. Informasi mengenai stakeholder perusahaan, diperoleh dengan metode wawancara narasumber terpilih.

b. Identifikasi Lima Sisi Performance Prism dilakukan dengan metode wawancara dengan narasumber terpilih, dengan panduan pertanyaan sebagai berikut:

Apakah yang diinginkan serta dibutuhkan kelompok stakeholder pada PT. PLN Cabang Medan?


(59)

− Kontribusi apa yang diharapkan PT. PLN Cabang Medan dari stakeholder perusahaan tersebut?

− Strategi apakah yang dapat digunakan untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan stakeholder tersebut?

− Proses apa yang harus dilakukan untuk menjalankan strategi tersebut?

− Kapabilitas apa yang harus dikembangkan untuk menjalankan proses tersebut?

Dari hasil wawancara ini akan diperoleh kesimpulan yaitu:

a. Siapa yang menjadi stakeholder kunci dan apa yang mereka inginkan serta apa yang mereka perlukan.

b. Strategi yang seharusnya diterapkan untuk memenuhi apa yang menjadi kinginan dan kebutuhan stakeholder.

c. Proses yang diperlukan untuk menjalankan strategi tersebut.

d. Kapabilitas yang harus dioperasikan untuk mendukung proses tersebut. e. Kontribusi stakeholder yang diperlukan.

2. Data Sekunder

adapun data sekunder yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah: a. Data target dan realisasi pencapaian kinerja perusahaan.


(60)

4.5. Prosedur Penelitian

Tahapan-tahapan dalam penelitian disebut juga dengan prosedur penelitian. Adapun prosedur penelitian tersebut dalam Gambar 4.1.

Studi Pendahuluan Studi Literatur

Indentifikasi Masalah dan Penetapan Tujuan

Pengumpulan Data

Data Sekunder Data target dan realisasi pencapaian kinerja perusahaa.

Data Primer

a. Informasi mengenai stakeholder perusahaan, diperoleh dengan metode wawancara b. Data kebutuhan dan keinginan stakeholder,

diperoleh melalui wawancara c. Data kontribusi stakeholder, diperoleh

melalui wawancara

d. Menentukan strategi, proses dan kapabilitas yang dibutuhkan, dilakukan dengan metode

wawancara

Metode Analisa Data

Kesimpulan dan Saran Pengolahan data

Gambar 4.1. Blok Diagram Metodologi Penelitian

4.6. Kerangka Konseptual Penelitian


(61)

Gambar 4.2. Kerangka Konseptual Penelitian

4.7. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

1. Metode wawancara, teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara melakukan wawancara secara langsung kepada pihak perusahaan dalam hal ini yaitu narasumber yang tela dipilih untuk mendapatkan informasi yang diperlukan untuk penyelesaian masalah.

2. Dokumentasi perusahaan, yaitu dengan mengumpulan data yang telah didokumentasikan oleh perusahaan yang berkaitan dengan pengukuran kinerja.

Proses perubahan fundamental

Proses perbaikan berkelanjutan Pengukuran Kinerja

Evaluasi

Tindak lanjut Persaingan dunia

usaha membutuhkan pasokan listrik yang cukup

Kebutuhan akan metode pengukuran kinerja baru Kinerja Perusahaan rendah Kelemahan Metode Pengukuran

Kinerja Sebelumnya

Pengukuran Kinerja tidak integratif dan komprehensif


(62)

4.8. Pengolahan data

Langkah- langkah Pengolahan data adalah sebagai berikut : 1. Menentukan Key Performance Indicator (KPI).

Berdasarkan data mengenai lima sisi Performance Prism, dilakukan penentuan Key Performance Indicator (KPI), dimana Key Performance Indicator (KPI) yang dipilih berdasarkan kebutuhan perusahaan saat ini dan perusahaan memiliki data untuk melakukan pengukuran terhadap Key Performance Indicator (KPI) tersebut, penentuan Key Performance Indicator (KPI) dilakukan dengan metode wawancara kepada narasumber. 2. Pendefinisian Key Performance Indicator (KPI)

3. Penyusunan Performance Measurement Record Sheet 4. Tahap scoring dengan bantuan Objective Matrix

a. Menentukan target, nilai tertinggi (nilai optimis) dan nilai terendah (nilai pesimis) yang mungkin dicapai dari setiap KPI.

b. Melakukan perhitungan kelas pencapaian masing-masing KPI menggunakan rumus:

c. Menentukan bobot Key Performance Indicator (KPI) d. Melakukan scoring system dengan OMAX


(63)

e. Menentukan skor aktual dan nilai performansi

Tahapan pengolahan data penelitian dapat lebih jelas dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3. Blok Diagram Pengolahan Data Scoring System

dengan

Objective Matrix

Mulai

Menentukan Key Performance Indicator (KPI)

Pendefinisian Key Performance Indicator (KPI)

Penyusunan Performance Measurement Record Sheet

Menentukan target, nilai tertinggi dan nilai terendah yang mungkin dicapai setiap KPI

Melakukan perhitungan kelas pencapaian masing-masing KPI

Menentukan bobot Key Performance Indicator (KPI)

Melakukan scoring

Menentukan skor aktual dan nilai performansi


(64)

4.9. Tahap Analisa dan Pemecahan Masalah

Analisis ini meliputi analisi mengenai perbandingan pengukuran kinerja yang baru dengan yang telah ada sebelumnya, analisis mengenai pencapaian kinerja perusahaan serta rencana tindakan untuk melaksanakan program peningkatan kinerja berdasarkan KPI yang perlu segera diperbaiki.

4.10. Kesimpulan dan Saran

Tahap kesimpulan berisi butir-butir penting dalam penelitian ini. Kesimpulan merupakan perumusan dari tahap analisis sebelumnya. Saran- saran yang diberikan berguna untuk perbaikan kepada pihak perusahaan untuk mengimplementasikan hasil penelitian ini.


(65)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan data

Sebelum dilakukan pengolahan data terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data yang diperlukan pada penelitian, adapun data yang diperlukan di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

5.1.1. Identifikasi Stakeholder Perusahaan

Sebelum merancang dan mengukur kinerja perusahaan terlebih dahulu dilakukan identifikasi stakeholder yang memegang peranan penting bagi keberlangsungan perusahaan, secara umum stakeholder perusahaan yang memegang peranan penting pada perusahaan adalah Investor, Pelanggan, Pegawai, Pemasok, Regulator dan Community, keterkaitan stakeholder-stakeholder PT. PLN Cabang Medan dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Gambar 5.1. Stakeholder PT. PLN Cabang Medan PT. PLN CABANG

MEDAN INVESTOR:

KANTOR WILAYAH

PEMERINTAH DAN MASYARAKAT

SETEMPAT

PEMASOK PEGAWAI


(66)

5.1.2. Identifikasi Lima Sisi Performance Prism PT. PLN Cabang Medan Setelah melakukan pengidentifikasian siapa stakeholder perusahaan selanjutnya dilakukan identifikasi lima sisi Performance Prism, kelima sisi tersebut adalah Stakeholder Satisfaction, Stakeholder Contribution, Strategy, Process dan Capability. Adapun proses identifikasi tersebut dilakukan dengan metode wawancara pada PT. PLN Cabang medan dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Narasumber dan Alasan Pemilihan

Jabatan Alasan Pemilihan

1. Asisten Manajer Teknik Bertanggung Jawab pada Aspek Teknis mengkoordinasikan Perencanaan,

pengoperasian, dan pemelirahaaan sarana

2. Supervisor Perencanaan

Distribusi

Bertanggung jawab dalam mengevaluasi kinerja unit-unit dan cabang serta membuat laporan kinerja cabang

3. Asisten Manajer SDM dan Administrasi

Bertanggung jawab pada pengelolaan dan perencanaan sumber daya manusia.

4. Supervisor SDM Bertanggung jawab dalam perencanaan SDM,

memelihara database pegawai

5. Supervisor Logistik Bertanggung jawab pada perencanaan

persediaan, pengadaan dan penyimpanan barang/material, alt tulis kantor, dan menjalin hubungan dengan Pemasok


(67)

Tabel 5.1. Narasumber dan Alasan Pemilihan (Lanjutan)

Jabatan Alasan Pemilihan

6. Asisten Manajer Niaga dan Pelayanan Pelanggan

Bertanggung jawab pada upaya pelaksanaan pencapaian pendapatan, penyelamatan pendapatan dan melaksanakan penjualan listrik pada pelanggan

Agar proses wawancara terfokus pada data yang diinginkan maka pertanyaan yang diajukan berpedoman pada 5 pertanyaan dasar metode Performance Prism, adapun pedoman dalam pengidentifikasian 5 sisi Performance Prism ini adalah berdasarkan lima pertanyaan berikut:

1. Apakah yang diinginkan serta dibutuhkan kelompok stakeholder pada PT. PLN Cabang Medan?

2. Kontribusi apa yang diharapkan PT. PLN Cabang Medan dari stakeholder perusahaan tersebut?

3. Strategi apakah yang dapat digunakan untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan stakeholder tersebut?

4. Proses apa yang harus dilakukan untuk menjalankan strategi tersebut?

5. Kapabilitas apa yang harus dikembangkan untuk menjalankan proses tersebut?


(68)

5.1.2.1.Stakeholder Investor (Kantor Wilayah)

Kedudukan PT. PLN Cabang Medan tidak memiliki hubungan langsung dengan investor, oleh karena itu kedudukan stakeholder ini digantikan oleh Kantor Wilayah karena memiliki peranan yang hampir sama dengan investor yaitu penyedia dana untuk proses operasional perusahaan, selain itu juga Kantor Wilayah memiliki kepentingan terhadap kinerja cabang karena cabang berperan langsung dalam penyediaan listrik yang baik di kota Medan, berikut adalah tabel yang berisikan identifikasi lima sisi Performance Prism terhadap Kantor Wilayah sebagai stakeholder pertama. Identifikasi lima sisi Performance Prism terhadap stakeholder ini dapat dilihat pada Tabel 5.2.


(69)

Tabel. 5.2. Identifikasi Lima Sisi Performance Prism untuk Stakeholder Kantor Wilayah

No. Uraian Stakeholder kantor wilayah

Stakeholder Satisfaction − Peningkatan Laba perusahaan

− Ketepatan Penyampaian LPT − Ketepatan Penyampaian RKAP − Ketepatan Penyampaian LM − Realisasi Kinerja

− Ketepatan dan Kebenaran Input LPTK − Serah Terima Proyek

− Temuan Auditor Internal/Eksternal

Stakeholder Contribution − Peningkatan alokasi anggaran

− Sumbang saran dan umpan balik − Pembagian resiko yang seimbang

Strategy Tingkat harga jual listrik rata-rata

Penurunan Umur Piutang (Collection Period)

− Penurunan Biaya Pokok Penyediaan Penurunan Rasio Operasi (Operating Rasio)


(70)

Tabel. 5.2. Identifikasi Lima Sisi Performance Prism untuk Stakeholder Kantor Wilayah (Lanjutan)

No. Uraian Stakeholder kantor wilayah

Strategy − Penurunan Biaya Administrasi

Niaga/Pelanggan

− Penurunan Biaya Administrasi Umum/Pegawai

− Efektifitas biaya pemeliharaan

Penerapan sistem reward dan punishment

Process − Penyisiran tarif dan daya

− Mempercepat penyambungan baru dan penambahan daya pelanggan potensial

− Pemasaran tarif multiguna

− Mengevaluasi pelanggan >6600 VA − Menekan tunggakan

− Memasarkan listrik Prabayar 1 Phasa dan 3 Phasa

Capability − Penerapan sistem informasi

− Sistem pengendalian keuangan − Pengendalian Administrasi


(71)

5.1.2.2.Stakeholder Pelanggan

Perusahaan selalu ingin mempertahankan pelanggan dan menemukan lebih banyak lagi pelanggan potensial, sehingga perusahaan harus benar-benar memperhatikan kepuasan dari stakeholder ini. Identifikasi lima sisi Performance Prism terhadap stakeholder ini dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel. 5.3. Identifikasi Lima Sisi Performance Prism untuk Stakeholder Pelanggan

No. Uraian Stakeholder Pelanggan

Stakeholder Satisfaction − SAIDI jaringan distribusi (Lama

pemadaman)

− SAIFI jaringan distribusi (Frekuensi Pemadaman)

− Stabilitas tegangan dan frekuensi di titik pemakaian

− Kecepatan pelayanan sambung baru − Kecepatan pelayanan perubahan daya − Kecepatan menanggapi keluhan

pelanggan

− Kesalahan pembacaan kWh meter − Waktu koreksi kesalahan rekening

Stakeholder Contribution − Pertumbuhan konsumsi listrik


(72)

Tabel. 5.3. Identifikasi Lima Sisi Performance Prism untuk Stakeholder Pelanggan (Lanjutan)

No. Uraian Stakeholder Pelanggan

Strategy − Pengendalian Susut Distribusi

(Losses)

− Peningkatan Efisiensi

− Menarik konsumen baru yang menguntungkan

− Perumusan harga secara tepat

Process − Perawatan jaringan

− Pengawasan pelayanan − Tata kelola operasi dan niaga − Keakuratan baca meter

Capability − Peningkatan Infrastruktur kelistrikan

Customer relationship management

Promosi pemasaran sejuta sambungan

Technical sevice

5.1.2.3.Stakeholder Pemasok

Pemasok berperan penting dalam penyedian barang atau material yang dibutuhkan perusahaan, oleh karena itu untuk menjamin kelancaran penyediaan barang atau material tersebut perusahaan perlu untuk mendengar apa keinginan dari stakeholder ini sehingga perusahaan dapat menuntut kontribusi yang


(73)

maksimal dari stakeholder ini sehingga kinerja perusahaan tidak terganggu . Identifikasi lima sisi Performance Prism terhadap stakeholder ini dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Tabel. 5.4. Identifikasi Lima Sisi Performance Prism untuk Stakeholder Pemasok

No. Uraian Stakeholder Pemasok

Stakeholder Satisfaction − Lamanya pembayaran

− Jumlah Kerjasama Tender − Peningkatan volume pembelian − Keakuratan jumlah permintaan − Tingkat kepuasan Pemasok − Retensi pemasok (masa kerja)

Stakeholder Contribution − Tingkat optimalisasi persediaan

− Nilai pengadaan

− Ketepatan kualitas dan kuantitas − Ketepatan waktu pengiriman

Strategy − Meningkatkan performa pemasok

− Optimisasi biaya pengadaan − Percepatan waktu pemenuhan

kewajiban kepada pemasok

Process − Pengawasan kualitas barang


(74)

barang/jasa

− Jangka waktu pembayaran

− Waktu proses pembuatan kontrak

Capability − e-Proc

− Quality Achievment

− Akreditasi dan audit suplier − Transaksi online

− Keahlian negosiasi pembelian − Self billing payment system

5.1.2.4.Stakeholder Pegawai

Teori mengenai sumber daya manusia modern menganggap pegawai perusahaan merupakan aset yang sangat berharga bagi perusahaan, sukses tidaknya perusahaan sangat bergantung pada kinerja pegawai yang ada di dalamnya oleh karena itu perusahaan perlu mendengar keinginan pegawai agar dapat menuntut kinerja yang maksimal dari pegawai tersebut. Identifikasi lima sisi Performance Prism terhadap stakeholder ini dapat dilihat pada Tabel 5.5.


(75)

Tabel. 5.5. Identifikasi Lima Sisi Performance Prism untuk Stakeholder Pegawai

No. Uraian Stakeholder Pegawai

Stakeholder Satisfaction − Perbaikan Kualitas SDM

− Peningkatan kesejahteraan − Keselamatan ketenagalistrikan

Stakeholder Contribution − Keahlian, produktivitas, fleksibilitas

− Loyalitas, integritas, komitmen

Feedback bagi perusahaan

Strategy − Efektifitas Sumber Daya Manusia

− Efektifitas Organisasi dan Sistem SDM

Knowledge Management

Process − Remunerasi

Pembentukan Community of Practice Forum Knowledge Sharing

Program Knowledge Capturing − Manajemen sumber daya manusia

Capability − Pendidikan dan pelatihan

− Peningkatan jenjang akademik


(76)

5.1.2.5.Stakeholder Regulator (Pemerintah) dan Masyarakat (Community) Peraturan Pemerintah secara langsung memberikan pengaruh yang besar bagi perusahaan, pemenuhan peraturan merupakan suatu keharusan. Perusahaan manapun harus memelihara hubungan baik dengan regulator dalam hal ini pemrintah setempat, karenanya ketidakberhasilan pemenuhan peraturan berpotensi mengganggu kinerja perusahaan. Karena reputasi dari korporasi dapat terganggu oleh hal tersebut.

Masyarakat (communities) adalah faktor lain yang kadang-kadang juga dihubungkan ke regulator juga, (misal hukum ketenaga-kerjaan). Kebijakan standar harus ditempatkan secara internal dan secara eksternal. Ini merupakan tuntutan di dalam lingkungan bisnis masa kini. Sehingga pihak manajemen harus memastikan bahwa stakeholder ini dapat dipenuhi keinginannya. Identifikasi lima sisi Performance Prism terhadap stakeholder ini dapat dilihat pada Tabel 5.6.

Tabel. 5.6. Identifikasi Lima Sisi Performance Prism untuk Stakeholder Pemerintah dan Mayrakat

No. Uraian Stakeholder Pemerintah dan

Masyarakat

Stakeholder Satisfaction − Persepsi masyarakat terhadap

perusahaan

− Tingkat penciptaan pekerjaan − Lingkungan hidup

− Transparansi perusahaan − Indeks Integritas KPK


(77)

Tabel. 5.6. Identifikasi Lima Sisi Performance Prism untuk Stakeholder Pemerintah dan Masyarakat (Lanjutan)

No. URAIAN STAKEHOLDER PEMERINTAH DAN

MASYARAKAT

Stakeholder Contribution − Tingkat sumbangsih pemerintah

terhadap pengembangan kelistrikan − Keamanan aset dan fasilitas

perusahaan

Strategy − Pemanfaatan Sistem Informasi

Laporan Manajemen (SILM) − Pengendalian Anggaran − Optimalisasi peran HUMAS

Process − Realisasi anggaran HUMAS

− Program partisipasi pemberdayaan lingkungan

Capability Information Technology (IT)

− Kualitas hubungan dengan


(78)

5.2. Pengolahan Data

Setelah dilakukan pengumpulan data, selanjutnya dilakukan pengolahan terhadap data tersebut, adapun langkah pengolahan data di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

5.2.1. Identifikasi Key Performance Indicator

Setelah melakukan identifikasi terhadap lima sisi Performance Prism langkah berikutnya adalah menyeleksi hasil pengidentifikasian tersebut menjadi Key Performance Indicator (KPI) perusahaan, dimana KPI yang dipilih diberi batasan berdasarkan kebutuhan perusahaan saat ini dan perusahaan telah memiliki data untuk melakukan pengukuran terhadap KPI tersebut, penyeleksian dilakukan bersama dengan narasumber yang berkompeten yang telah dipilih sebelumnya. Key Performance Indicator tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7. Key Perfomance Indicator

No. Stakeholder Key Perfomance Indicator

1 Kantor Wilayah − Harga jual listrik rata-rata

Umur Piutang (Collection Period) − Biaya Pokok Penyediaan (BPP) − Rasio Operasi (Operating Rasio) − Biaya Administrasi Niaga/Pelanggan


(79)

− Biaya Administrasi Umum/Pegawai − Efektifitas biaya pemeliharaan − SILM

Tabel 5.7. Key Perfomance Indicator (Lanjutan)

No. Stakeholder Key Perfomance Indicator

1 Kantor Wilayah − Ketepatan Penyampaian LPT − Ketepatan Penyampaian RKAP − Ketepatan Penyampaian LM

− Ketepatan dan Kebenaran Input LPTK − Serah Terima Proyek

− Temuan Auditor Internal/Eksternal 2 Pelanggan − Susut Distribusi (Losses)

− SAIDI jaringan distribusi − SAIFI jaringan distribusi

− Kecepatan pelayanan sambung baru tegangan menengah konstruksi indoor − Kecepatan pelayanan sambung baru


(80)

tegangan menengah konstruksi outdoor − Kecepatan pelayanan sambung baru

tegangan rendah tanpa perluasan

− Kecepatan pelayanan sambung baru tegangan rendah dengan perluasan

Tabel 5.7. Key Perfomance Indicator (Lanjutan)

No. Stakeholder Key Perfomance Indicator

− Kecepatan pelayanan perubahan daya di tegangan menengah tanpa perluasan − Kecepatan pelayanan perubahan daya di

tegangan menengah dengan perluasan − Kecepatan pelayanan perubahan daya di

tegangan rendah tanpa perluasan

− Kecepatan pelayanan perubahan daya di tegangan rendah dengan perluasan

− Kecepatan menanggapi pengaduan pelanggan


(81)

− Waktu koreksi kesalahan rekening

3 Pemasok − e-Proc

Quality Achievement

4 Pegawai − Perbaikan Kualitas SDM

− Efektifitas Sumber Daya Manusia − Efektifitas Organisasi dan Sistem SDM

Knowledge Management

− Keselamatan Ketenagalistrikan − Jumlah pelaksanaan kursus

Tabel 5.7. Key Perfomance Indicator (Lanjutan)

No. Stakeholder Key Perfomance Indicator

5 Pegawai − Time Achievement (TA)

Jumlah Penelitian dan Pengembangan

5 Regulator dan Masyarakat − Indeks Integritas Pelayanan dari KPK


(82)

lingkungan

− Lingkungan Hidup

5.2.2. Pendefinisian Key Performance Indicator:

Setelah penentuan key performance indicator, selanjutnya dilakukan pendefinisian key performance indicator tersebut, hal ini perlu dilakukan agar setiap orang yang berkepentingan pada key performance indicator memiliki persepsi yang sama mengenai maksud dari key performance indicator tersebut, hal ini juga merupakan salah satu ciri-ciri KPI yang baik.

Adapun definisi dari masing-masing key performance indicator tersebut adalah sebagai berikut:

1. Harga Jual Listrik Rata-rata:

Indikator kinerja yang dipakai untuk mengukur besaran jumlah rata-rata pejualan rupiah per kWh, yang diperoleh dari hasil rata-rata perhitungan dan pencatatan pembacaan kWh meter pelanggan dalam satu periode waktu tertentu.

2. Umur Piutang (Collection Period):

Indikator kinerja untuk mengukur jangka waktu rata-rata antara penagihan dan pelunasan.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)