Kemampuan Mengenali Emosi Orang Lain
kedua kata ini, kiranya sudah cukup sebagai kunci untuk memahami makna spiritualitas.
Kecerdasan spiritual bukanlah doktrin agama yang mengajak manusia untuk cerdas memilih salah satu agama, ia merupakan sebuah
konsep yang berhubungan bagaimana seseorang mempunyai kecerdasan dalam mengelola makna-makna. Kehidupan spiritual ini meliputi: hasrat
untuk hidup bermakna; memotivasi mencari makna hidup; mendambakan hidup bermakna.
69
Danah Zohar dan Ian Marshall mendefinisikan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu
kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam makna yang lebih luas dan kaya kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan
hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. SQ adalah landasan diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan
SQ merupakan kecerdasan tertinggi manusia.
70
Lebih lanjut Danah Zohar dan Ian Marshall mengemukakan SQ adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan masalah makna dan
nilai menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya; menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang
lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Kecerdasan ini dapat membedakan sesuatu hal, baik dan buruk. Kecerdasan ini pula memberikan
rasa moral, kemampuan menyesuaikan yang berlaku dan kemampuan memahami cinta sampai pada batasannya.
Selanjutnya berlandasan pada beberapa ahli psikologi Sigmund Freud, C.G. Jung, neurolog Persinger, Ramachandran dan filosof Daniel
Dennett, Rene Descartes, Danah dan Ian membahas lebih dalam mengenai “Kecerdasan Spiritual”. “Kecerdasan Spiritual” disimbolkan sebagai Teratai
Diri yang menggabungkan tiga kecerdasan dasar manusia rasional, emosional, dan spiritual, tiga pemikiran seri, asosiatif, dan penyatu, tiga
jalan dasar pengetahuan primer, sekunder, dan tersier dan tiga tingkatan
69
Ramayulis, op. cit., h. 95.
70
Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ, Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual Dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan. Bandung: Mizan, 2001, cet. V, h. 8.
diri pusat transpersonal, tengah-asosiatif interpersonal, dan pinggiran- ego personal. Dengan demikian SQ berkaitan dengan unsur pusat dari
bagian diri manusia yang paling dalam menjadi pemersatu seluruh bagian diri manusia lain.
Menurut Ary Ginanjar Agustian, salah seorang pakar Intelegensia kontemporer Indonesia, pengarang buku ESQ, menyatakan bahwa SQ versi
Barat sebagaimana diuraikan para tokoh, belum atau bahkan tidak menjangkau aspek ketuhanan. Pembahasannya baru pada tataran biologis
atau psikologis semata, tidak bersifat transcendental.
71
Karena itu, ia berpendapat bahwa kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi
makna ibadah terhadap prilaku dan kegiatan melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya insan
kamil dan memiliki pola pemikiran tauhidi integralistik, serta berprinsip “hanya karena Allah”.
72
Apabila prinsip manusia hanya mengorbit kepada Allah, maka dalam kondisi apapun emosi akan tetap tenang dan stabil. Keadaan yang stabil ini
akan memberi peluang yang besar bagi suara hati spiritual yang muncul, seperti sabar patient, tawakal consistent, istiqomah persistent,
terpercaya accountable, dan ikhlas sincerity.
73
Jadi, bila dengan EQ, seseorang dapat mengatasi kesulitan hidup dengan mengelola emosi, maka
dengan SQ, ia akan mampu menyelesaikan problematika kehidupan dengan pemahaman akan makna dan nilai hidup yang dilengkapi dengan aspek
ketuhanan. SQ adalah kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri kita
yang berhubungan dengan kearifan di luar ego atau jiwa sadar. SQ menjadikan manusia yang benar-benar utuh secara intelektual, emosional
dan spiritual. SQ adalah kecerdasan jiwa. Ia adalah kecerdasan yang dapat membantu manusia menyembuhkan dan membangun diri manusia secara
utuh.
74
71
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, Jakarta: Arga, 2001, cet. I, h. xxxix.
72
Ibid., h. 57.
73
Ibid., h. 573.
74
Danah Zohar dan Ian Marshall, op. cit., h. 135.