Pengertian Kecerdasan Emosional Kecerdasan Emosional EQ

Contoh yang diberikan oleh Syarkawi tersebut dapat dipahami bahwa pengaruh yang diterima dari lingkungan dalam hal ini adalah orang tua dapat membentuk kepribadian individu, karena pada dasarnya manusia belum mengetahui apa-apa ketika datang ke bumi ini. Manusia merupakan mahluk potensial yang memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ketingkat tertentu sesuai dengan kapasitasnya. 49 Bakat dan potensi tersebut jika tersalurkan ke dalam dimensi- dimensi yang positif maka pertumbuhan dan perkembangan kepribadian manusia akan menjadi baik, namun sebaliknya jika pertumbuhan dan perkembangan tersebut tersalurkan ke dalam dimensi-dimensi yang buruk maka akan berdampak buruk pula terhadap kepribadian individu. Seorang anak manusia pada hakikatnya belum memiliki pengetahuan apa-apa selain fitrahnya. Adapun yang akan membentuk kehidupan hingga pada pola kepribadian anak tersebut adalah lingkungannya. Syarkawi mengatakan bahwa lingkungan keluarga adalah tempat pertama dimana seorang anak tumbuh dan berkembang, sehingga akan sangat berpengaruh terhadap kepribadian seorang anak. 50 Hal ini pun telah dijelaskan dalam sebuah hadits Nabi yang mengatakan bahwa seorang anak yang dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan fitrah, orang tuanyalah yang akan menjadikannya beragama Nasrani dan Majusi. Berangkat dari asumsi tersebut maka diperlukan media yang terintegrasi dalam diri manusia untuk melakukan filterizing dari berbagai rangsangan yang datang dari luar diri manusia. Untuk itulah sebagaimana tertulis dalam QS. An-Nahl ayat 78 tersebut Allah memberikan manusia hati sebagai pusat kinerja tubuh yang berfungsi untuk mengontrol dan meng- counter berbagai budaya yang dilihat dan didengar. Kecerdasan emosional bukanlah sekedar keterampilan mengendalikan emosi. Lebih dari itu, kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang dalam mengelola emosinya untuk berbagai keperluan dan kesempatan dari orientasi yang menyeluruh. Jadi, pengertian bahwa 49 Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, bandung: Rosda Karya, 2001, cet. VI, h. 135. 50 Syarkawi, Op. cit., h. 19 pemilik kecerdasan emosional yang tinggi adalah orang-orang yang bisa mengendalikan kemarahan adalah salah besar. Sikap dan pengarahan yang diberikan emosi mempengaruhi metode seseorang dalam memecahkan masalah tertentu. 51

3. Karakteristik Kecerdasan Emosional

Goleman 1996 mengemukakan bahwa kecerdasan emosional meliputi : a Kemampuan mengenali emosi diri. b Kemampuan mengelola emosi. c Kemampuan memotivasi diri. d Kemampuan mengenali emosi orang lain, dan e Kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain. Berdasarkan lima poin di atas, orang tua bisa melihat perkembangan kecerdasan emosi anak dan mengasahnya. Untuk memperjelas ciri-ciri utama karakteristik seseorang yang memiliki kecerdasan emosional, penulis akan menguraikannya sebagai berikut:

a. Kemampuan Mengenali Emosi Diri

Menurut Jhon Mayer, ahli psikologi dari university of New Hampshire yang menjadi koformulator teori kecerdasan emosional bersama dengan Peter Salovey dari Yale University, kesadaran diri berarti “waspada baik terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati”. 52 Kemampuan seseorang untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu merupakan hal penting bagi wawasan psikologi dan pemahaman diri. Oleh karena itu, kesadaran diri mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Anak yang memiliki keyakinan yang lebih tentang perasaannya adalah pemimpin yang handal bagi kehidupannya, karena mempunyai kepekaan lebih 51 Makmun Mubayidh, Kecerdasan Kesehatan Emosional Anak, Jakarta: PT. Pustaka Al- Kautsar, 2006, h. 7 52 Daniel Goleman, Emotional Intelligence; Kecerdasan Emosional, Penterjemah, T. Hermaya, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000, hal. 64. tinggi akan perasaan yang sesungguhnya atas pengambilan keputusan- keputusan masalah. Al- Qur‟an juga mendorong manusia untuk memahami perasaan dan emosi, sebagaimana Allah swt., berfirman dalam surat Yusuf ayat 33.                    “Yusuf berkata: Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk memenuhi keinginan mereka dan tentulah aku Termasuk orang-orang yang bodoh. Q.S. Yusuf ayat 33. 53 Kesadaran diri belum menjamin seseorang dapat mengendalikan emosinya, hanya saja dengan pemahaman terhadap perasaaan diri akan dapat membantu mengendalikan emosi, bukan dikendalikan oleh emosinya.

b. Kemampuan Mengelola Emosi

Menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan pas yang bergantung pada kesadaran diri. Orang-orang yang buruk kemampuannya dalam mengelola emosi akan terus menerus bertarung melawan perasaan murung, sementara orang yang cerdas mengelola emosi dapat bangkit kembali dengan jauh lebih cepat dari kemerosotan dan kejatuhan dalam kehidupannya. 54 Kemampuan mengelola emosi adalah dasar bagi anak untuk dapat menangani dan mengungkapkan perasaan-perasaannya secara tepat, baik secara verbal maupun non verbal. Apakah anak lebih suka mengungkapkan kemarahannya dengan membanting benda?, melatih anak mengelola emosi berarti mengarahkan anak untuk mampu 53 Kementerian Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahnya, juz 12, Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012, h. 322. 54 Makmun Mubayidh, op. cit., h. 58. menyatakan emosinya dengan kata-kata serta memilih tindakan-tindakan yang positif untuk merefleksikannya. Al- Qur‟an menjelaskan bagaimana manusia beradaptasi dengan emosinya, serta bagaimana merubah perasaan mereka. Allah swt. Berfirman dalam surat Al-Hadid ayat 23.                  “Agar kamu tidak bersedih terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri ”. 55 Menurut Sigmund Freud, belajar mengendalikan emosi merupakan tanda perkembangan kepribadian yang menentukan apakah seseorang sudah beradab. Allah berfirman dalam surat Al-Imran ayat 134.                “yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan ”. 56

c. Kemampuan Memotivasi Diri

Dalam psikologi, motivasi diartikan sebagai segala sesuatu yang menjadi pendorong timbulnya suatu tingkah laku. Pendorong motivasi itu ada dua macam, yaitu: motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam diri seseorang dan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang 55 Kementerian Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahnya, juz 27, Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012, h. 788. 56 Kementerian Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahnya, juz 4, Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012, h. 84. datangnya dari luar diri individu. Oleh sebab itu, ada beragam emosi yang terlibat dalam kemampuan memotivasi diri, yaitu: rasa antusias, keyakinan diri dan optimisme. 57 Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati adalah landasan dalam berbagai bidang. Orang-orang yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apa pun yang mereka kerjakan. 58 Seorang anak yang sukses dalam hidupnya adalah anak yang memiliki motivasi positif, kendali diri serta memiliki harapan dalam hidup. Motivasi yang mengaktifkan dan membangkitkan prilaku yang tertuju pada pemenuhan kebutuhan. Motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong prilaku ke arah tujuan. Allah berfirman dalam surat Az-Zumar ayat 53.                        “Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ”. 59

d. Kemampuan Mengenali Emosi Orang Lain

Empati dibangun berdasarkan kesadaran diri; semakin terbuka kepada emosi diri sendiri, semakin terampil membaca perasaan orang lain. Kemampuan berempati yaitu kemampuan untuk mengetahui bagaimana perasaan orang lain. Kunci untuk memahami perasaan orang 57 M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Ilmu Jaya, 1996, h. 85. 58 Daniel Goleman, Op. cit., h. 58. 59 Kementerian Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahnya, juz 24, Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012, h. 666. lain adalah mampu membaca pesan non verbal: nada bicara, gerak-gerik, ekspresi wajah dan sebagainya. 60 Jadi, empati adalah modal dasar dari keterampilan bergaul, melalui empati akan membuat anak mampu mengenali emosi-emosi orang lain.

e. Kemampuan untuk Membina Hubungan dengan Orang Lain

Keterampilan ini merupakan unsur-unsur untuk menajamkan kemampuan antar pribadi, unsur-unsur pembentukan daya tarik, dan keberhasilan sosial. Orang-orang yang terampil dalam kecerdasan sosial dapat menjalin hubungan dengan orang lain cukup lancar, peka membaca reaksi dan perasaan mereka, dan pintar menangani perselisihan yang muncul dalam setiap kegiatan. Kelima bentuk kecerdasan ini terintegrasi satu sama lain dan mendasari tinggi rendahnya kecerdasan emosional individu. 61 Sederhananya Emotional Quotient adalah kemampuan untuk merasa. Kunci kecerdasan emosi adalah pada kejujuran suara hati. Suara hati itulah yang harus dijadikan pusat prinsip yang mampu memberi rasa aman, pedoman, kekuatan serta kebijaksanaan. 62 Kecerdasan emosional adalah proses pembelajaran yang berlangsung seumur hidup.

4. Peranan Orang Tua dalam Pengembangan Kecerdasan Emosional

Dalam kehidupan sehari-hari, refleksi emosi nyata lebih banyak memainkan peran dalam proses pengambilan keputusan atau menampakkan perilaku seseorang ketimbang perhitungan nalar. Untuk meraih banyak prestasi dan kesuksesan hidup, seorang anak perlu dibekali kecerdasan emosi yang maksimal sejak dini karena kecerdasan emosi anak dapat dipelajari dan dilatih pada anak. Apabila kecerdasan yang sifatnya intelektual IQ adalah sebuah “warisan” orang tua pada anak, maka kecerdasan emosi EQ adalah proses 60 Daniel Goleman, Emotional Intelligence; Kecerdasan Emosional, Penterjemah, T. Hermaya, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000, h. 135-136. 61 Agustina, IQ, Prestasi Belajar di Sekolah, dan Kecerdasan Emosional Siswa Remaja. Jurnal Provitae. Vol. 2, No. 2, November 2006, h. 72. 62 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ, The ESQ Way 165, Jakarta: Arga, 2005, h. 42. pembelajaran yang berlangsung seumur hidup. Memang ada sifat atau temperamen khusus yang dibawa seorang anak sejak ia dilahirkan, tetapi pola asuh orang tua dan pengaruh lingkungan untuk membentuk emosi seorang anak sangat berpengaruh besar pada perilakunya sehari-hari. 63 Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menumbuh- kembangkan kecerdasan emosional, yaitu sebagai berikut: 64 a Empati Dalam mengasah kecerdasan emosi anak, bersikap empati pada emosi anak adalah pijakan dasar bagi orang tua, sebelum sampai pada taraf membimbing perilaku, anak akan merasa dipercaya dan didukung oleh orang tua, sehingga lebih mudah mencapai kesepakatan bersama. Misalnya, suatu ketika orang tua telah berjanji mengajak anaknya jalan- jalan ke toko mainan. Menjelang siang dapat kabar bahwa nenek di kampong sakit dan orang tua harus segera datang, maka sekeluarga berangkat dan terpaksa membatalkan acara jalan-jalannya ke toko mainan. Si kecil cemberut dan menggerutu sepanjang jalan menuju ke rumah nenek. Mungkin orang tua akan mengucapkan kata-kata yang memungkinkan si kecil semakin kecewa. Solusi yang terbaik, mereka mencoba berempati terlebih dahulu dengan kekecewaannya sebelum mencoba menawarkan solusi. Misalnya, dengan menyatakan kalau acara jalan-jalan ke toko mainannya dilaksanakan esok hari. b Belajar Mendengar Sering kali ungkapan emosi anak tidak terasah dengan baik karena orang tua tidak mendengarkannya dengan baik pula. Mendengar ungkapan emosi anak, tidak berarti sekedar menggunakan telinga untuk menangkap kata-kata anak, tetapi juga menangkap maksud tersirat yang dituju, ekspresi wajah, berempati dengan masalah anak atau memberikan komentar-komentar yang sesuai dengan situasinya. 63 Bambang Sujiono dan Juliani Nurani Sujiono, Mencerdaskan Perilaku Anak Usia Dini Panduan Orang Tua dalam Membina Perilaku Anak Sejak Dini, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2005, h. 115. 64 Ibid., h. 116