Peran Orang Tua sebagai Pendidik Peran Orang Tua sebagai Motivator

4 Menciptakan Komunikasi Antara Orang Tua dan Anak Masalah yang tidak pernah habis dibicarakan orang dalam kehidupan manusia ialah hubungan atau komunikasi antara orang tua dan anak. “Pada hakikatnya, komunikasi yang bisa menguntungkan kedua belah pihak ialah komunikasi timbal balik, yang di dalam komunikasi tersebut terdapat spontanitas serta keterbukaan”. 27 Dalam kondisi seperti ini, orang tua akan dapat mengetahui dan mengikuti perkembangan jalan pikiran anak. Orang tua dapat menggunakan situasi komunikasi untuk anak berkembang dan belajar. Sedangkan untuk si anak, pikiran anak akan berkembang karena anak dapat mengungkapkan isi hati pikirannya, bisa memberi usul dan pendapat berdasarkan penalarannya. Gagal berkomunikasi dengan anak mungkin juga merupakan suatu bentuk penolakan, namun tidak selalu demikian. Barang kali orang tua sibuk, sehingga tidak mau diganggu oleh anaknya, atau lupa bahwa ia mempunyai anak yang memerlukan perhatian. Oleh karena itu, hendaknya setiap orang tua menyediakan waktu mereka untuk bisa mendengarkan pendapat mereka, dan hendaklah bersikap bijaksana atau berempati untuk menjadi pendengar yang baik untuk anak- anaknya. Kasih sayang adalah sesuatu yang indah, suci dan diidamkan oleh setiap orang. Sebagaimana cinta, kasih sayang tidak akan lahir tanpa orang yang melahirkannya. Seseorang tidak akan memperoleh kasih sayang apabila tidak ada orang lain yang memberi. Secara demikian wajar kalau kita mengenal berbagai macam bentuk kasih sayang, semua sangat tergantung kepada kondisi penyayang dan yang disayangi. Dengan bertitik tolak kepada kasus hubungan orang tua dengan anaknya bisa membedakan berbagai bentuk kasih sayang berikut ini: 28 27 Alex Sobur, Anak Masa Depan, Bandung: Angkasa, 1986, cet. X, h. 228. 28 Djoko Widagho, dkk., Ilmu Budaya Dasar, Jakarta: Bumi Aksara, 1994, h. 43. a Suatu bentuk kasih sayang dimana orang tua bersikap aktif sementara si anak bersikap pasif. Dalam hubungan ini orang tua memberi kasih sayang yang berlebihan terhadap anaknya, baik berupa materi ataupun non materi, sementara si anak hanya menerima saja, mengiyakan tanpa sedikit pun berusaha memberikan respon. Kondisi semacam ini biasanya akan menciptkan anak yang senantiasa takut, kurang berani menyatakan pendapat, minder atau dengan kata lain cenderung membentuk sosok anak yang tidak mampu berdiri sendiri. b Suatu bentuk kasih sayang dimana orang tua bersikap pasif sementara anak bersikap aktif. Dalam bentuk ini si anak mencurahkan kasih sayang kepada kedua orang tuanya secara berlebihan, kasih sayang ini diberikan secara sepihak. Orang tua cenderung mendiamkan tingkah lakunya dan tidak memberikan respon terhadap apapun yang diperbuat anak. c Suatu bentuk kasih sayang dimana orang tua bersikap pasif sementara si anak juga bersikap pasif. Dalam bentuk ini jelas masing-masing pihak membawa cara hidup dan tingkah lakunya tanpa saling memperhatikan satu sama lain. Suasana keluarga terasa dingin, tidak ada tegur sapa, dan yang jelas tiada kasih sayang. Kecenderungan yang menonjol dalam bentuk ini orang tua hanya memenuhi segala kebutuhan anak dalam bidang materi semata-mata. d Suatu bentuk kasih sayang dimana orang tua bersikap aktif sementara si anak juga bersikap aktif. Dalam bentuk ini orang tua dan anak saling memberi kasih sayang secara berlebihan sehingga hubungan antara orang tua dan anak terasa intim dan mesra, saling mencintai, saling menghargai, dan yang lebih jelas saling membutuhkan. 4 . Tugas dan Tanggung Jawab Orang Tua Anak adalah makhluk ciptaan Allah swt. yang hadir di tengah keluarga atas dasar fitrah. Mereka menjadi sumber kebahagiaan keluarga yang harus dijaga dan dipertahankan kesuciannya oleh kedua orang tuanya demi pertumbuhan kepribadiannya, Allah berfirman:                        “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” QS. At-Tahrim: 6. 29 Dalam firman-Nya tersebut, Allah swt. memerintahkan segenap orang beriman agar memelihara diri dan keluarganya dengan penuh tanggung jawab agar terhindar dari bahaya dunia dan akhirat. Untuk menindaklanjuti tugas dan kewajibannya, orang tua dituntut menjadi pendidik pertama dan utama bagi putra-putrinya. Anak adalah amanah Allah swt. maka orang tua wajib menjaga keselamatan lahir dan kesucian batinnya. Orang tua pun wajib mengupayakan biaya yang cukup untuk keperluan jasmani anak-anaknya, tetapi yang lebih penting adalah berusaha mencerdasakan anak dan memperbaiki budi perketinya. Dengan kata lain, pola pendidikan orang tua terhadap anak-anak adalah keserasian antara pemenuhan kepentingan dan kebutuhan jasmani dengan pendidikan keagamaan dan keluhuran budi pekertinya. 30 Tugas dan tanggung jawab orang tua untuk mengasuh dan mendidik anak sejak masa bayi bukanlah suatu usaha yang mudah. Orang tualah yang bertanggung jawab membentuk masa depan anak-anak mereka. Hal tersebut bukanlah soal kecil, karena berhasil atau gagal dalam tanggung jawab ini 29 Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Terj. dari Al- Jami’ Lil Ahkam Al-Qur’an, oleh Mahmud Hamid Utsman dan M. Ibrahim Hifnawi, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009, Juz. 28, Jilid. 18, Cet. 1, hal. 744. 30 Aziz Mushaffa, Op. cit., hal. 33-34. berarti membawa pengaruh yang luas, baik dalam lingkungan keluarga itu sendiri maupun kepada masyarakat dan bangsa. 31 Sebelum membahas lebih luas lagi, penulis akan mengemukakan beberapa fungsi keluarga yang harus dilaksanakan. Berikut adalah beberapa fungsi keluarga: 32 a. Fungsi sosialisasi Fungsi sosialisasi menunjuk pada peranan keluarga dalam membentuk kepribadian anak. melalui fungsi ini, keluarga berusaha mempersiapkan bekal selengkap-lengkapnya kepada anak dengan memperkenalkan pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita, nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Dengan demikian sosialisasi berarti melakukan proses pembelajaran terhadap seorang anak. b. Fungsi afeksi Kasih sayang atau rasa cinta merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Pandangan psikiatri mengatakan bahwa penyebab utama gangguan emosional, prilaku, dan kesehetan fisik adalah ketiadaan cinta, yakni tidak adanya kehangatan dan hubungan kasih sayang dalam suatu lingkungan yang intim. c. Fungsi edukatif Keluarga merupakan guru pertama dalam pendidikan anak. hal itu dapat dilihat dari pertumbuhan seorang anak mulai dari bayi, belajar jalan hingga mampu berjalan. d. Fungsi religious Fungsi keagamaan ini mendorong semua komponen keluarga untuk berkembang menjadi insan-insan agama yang penuh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Model pendidikan agama dalam keluarga dapat dilakukan dengan berbagai cara: Pertama, dengan menampilkan penghayatan dan perilaku keagamaan yang sungguh-sungguh. Kedua, pengadaan sarana ibadah. 31 Wauran, Pendidikan Anak Sebelum Sekolah, Bandung: Indonesia Publishing House, 1977, Cet. 6, hal. 20. 32 Subhan Husain Albari, Agar Anak Rajin Shalat, Yogyakarta: Diva Press, 2011, h. 19-21. Ketiga, hubungan sosial yang baik antara anggota keluarga dan lembaga keagamaan. e. Fungsi protektif Keluarga merupakan tempat yang nyaman bagi para anggotanya. Keluarga berfungsi melindungi para anggotanya dari hal-hal yang negatif. Dalam masyarakat, keluarga harus memberi perlindungan fisik, ekonomis dan psikologis bagi seluruh anggotanya. f. Fungsi rekreatif Fungsi rekreatif bertujuan memberikan suasana yang sangat gembira dalam lingkungan keluarga. Fungsi rekreatif dijalankan untuk mencari dan mendapatkan hiburan. Keluarga dengan pembagian tugas antara ayah dan ibu tidak ada artinya jika mereka masing-masing jalan sendiri tanpa adanya kordinasi. Menurut Hasbullah, fungsi dan peranan orang tua dalam keluarga adalah sebagai berikut: a. Pengalaman pertama masa kanak-kanak Keluarga adalah pendidik pertama bagi seorang anak untuk mulai mengenal hidupnya. Hal ini harus disadari dan dimengerti disetiap keluarga, bahwa anak dilahirkan di dalam keluarga yang tumbuh dan berkembang sampai anak melepaskan diri dari ikatan keluarga. Lembaga pendidikan keluarga memberikan pengalaman yang pertama merupakan faktor yang terpenting dalam perkembangan kepribadian anak. b. Menjamin kehidupan emosional anak Suasana di dalam keluarga merupakan suasana yang meliputi rasa cinta dan simpati yang sewajarnya, suasana yang aman dan tentram. Melalui keluarga, kehidupan emosional atau kebutuhan akan rasa kasih saying dapat dipenuhi atau dapat berkembang dengan baik. Hal ini dikarenakan adanya hubungan darah antara anak dan orang tuanya. c. Menanamkan dasar pendidikan moral Pendidikan moral dalam keluarga dapat ditanamkan sejak dini melalui keteladanan, yang biasanya tercermin dalam sikap dan perilaku orang tua sebagai teladan yang tepat dicontoh oleh anaknya. Dengan teladan ini, melahirkan gejala identifikasi positif, yakni penyamanan diri dengan orang ditiru dan hal ini sangat penting dalam membentuk kepribadian seorang anak. Segala nilai yang dikenal anak akan melekat pada orang-orang yang disenangi dan dikagumi, inilah salah satu proses yang ditempuh anak mengenai nilai. d. Memberikan dasar pendidikan sosial Dalam kehidupan keluarga, merupakan basis yang sangat penting dalam peletakan dasar-dasar pendidikan sosial anak. Sebab pada dasarnya keluarga merupakan lembaga sosial resmi yang minimal terdiri dari ayah, ibu dan anak. Perkembangan benih-benih kesadaran sosial pada anak dapat dipupuk sedini mungkin, terutama melalui keluarga yang penuh keserasian seperti misalnya tolong menolong, gotong-royong, bersama-sama menjaga ketertiban, kedamaian, kebersihan, dan kenyamanan dalam segala hal. e. Peletakan dasar-dasar keagamaan Keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama. Di samping sangat menentukan dalam menanamkan dasar-dasar moral, yang tidak kalah penting adalah berperan besar dalam proses internalisasi dan transformasi nilai-nilai keagamaan dalam pribadi anak. 33 Masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik untuk meresapkan dasar-dasar hidup beragama, dalam hal ini tentu saja terjadi dalam keluarga. Anak seharusnya dibiasakan ikut serta untuk menjalankan ibadah, mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan seperti mengaji dan sebagainya. Kegiatan seperti ini sangat besar pengaruhnya terhadap kepribadian anak. Kenyataan membuktikan, 33 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008, h. 39-43. bahwa anak yang masa kecilnya tidak tahu-menahu dengan segala hal yang berhubungan dengan keagamaan, maka setelah dewasa mereka pun tidak ada perhatian terhadap hal-hal yang mengenai tentang keagamaan, hidupnya gersang dan sulit untuk dikontrol. Anak-anak sejak masa bayi hingga usia sekolah memilki lingkungan tunggal yaitu keluarga. Kebiasaan yang dimiliki anak sebagian besar terbentuk oleh pendidikan keluarga, sejak ia bangun tidur sampai ia tidur kembali. Orang tua adalah pendidik kodrati bagi anaknya. Tanggung jawab orang tua tidak hanya terletak pada materi saja, akan tetapi pada pendidikan non materinya. Beberapa hal yang termasuk tanggung jawab orang tua, antara lain: a. Mencintai Cinta adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar, berarti secara kongkret bahwa orang tua harus terbuka kepada anak-anaknya. b. Memberikan Perlindungan Anak-anak sangat mengharapkan perlindungan dari orang tuanya hingga mereka merasa aman dan kerasan. Percaya mempercayai adalah syarat mutlak untuk menciptakan suasana aman dan tentram. Suasana keterbukaan yang memberikan kesempatan pada anak untuk ikut berbagi kebahagiaan, keberhasilan namun juga kegagalan dan keprihatinan. c. Memberikan Bimbingan Orang tua harus menerima bakat dan kemampuan yang ada pada anak, tetapi tetap bertumpu pada asas pokok yaitu menerima anak apa adanya. Agar kemampuan anak berkembang, orang tua harus menciptakan ruang lingkup yang menyenangkan dan menghindari segala hal yang menekan anak. Jadi bimbingan harus didasarkan atas kepercayaan kepada anak dan bimbingan orang tua harus selalu menyesuaikan diri dengan keadaan nyata si anak. d. Memberikan Pengakuan Orang tua harus menghargai pribadi seorang anak. Anak berhak untuk didekati dengan penuh respek. Anak pun mempunyai hak-hak di rumah, di keluarga dan di sekolah. Walaupun masih amat bergantung pada orang lain dan masih amat lemah, ia hendaklah diperlakukan sebagai pribadi. e. Kebutuhan akan Disiplin Anak adalah manusia yang harus didewasakan. jadi sedikit demi sedikit sesuai dengan umurnya ia harus diajari dan dibiasakan bahwa ia adalah mahluk sosial yang harus bergaul dengan orang lain atau sesamanya. Ia harus belajar bahwa pergaulan berarti ada aturan, ada batas-batas pada perilakunya. Orang tua hendaknya menjadi contoh kedisiplinan ini, apabila anak melihat bahwa ayah dan ibu mereka adalah orang yang tahu akan disiplin, maka ia akan menerima bahwa kepadanya dituntut disiplin juga. Disiplin pula adalah salah satu syarat untuk dapat mencintai dan menghargai orang lain. 34 Telah dijelaskan diatas bahwa tanggung jawab pendidikan anak terletak ditangan orang tuanya dan tidak bisa dipikulkan kepada orang lain, kecuali ada berbagai keterbatasan orang tua, maka sebagian tanggung jawab dilimpahkan kepada orang lain sekolah.

B. Kecerdasan Emosional EQ

1. Pengertian Kecerdasan Emosional

Istilah emosi berasal dari kata “emutus” atau “emovere” yang artinya mencerca “to stir up” yaitu sesuatu yang mendorong terhadap sesuatu, misalnya emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang yang 34 JDrost SJ, Proses Pembelajaran sebagai Proses Pendidikan, Jakarta: Gramedia, 1999, h. 22-24. menyebabkan orang tertawa, marah, dilain pihak merupakan suasana hati untuk menyerang dan mencerca sesuatu. 35 Daniel Goleman merumuskan emosi sebagai perasaan dan pikiran- pikiran khas, suatu keadaan biologis serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak. 36 Oleh karena itu, secara umum emosi mempunyai fungsi untuk mencapai sesuatu pemuasan atau perlindungan diri atau bahkan kesejahteraan pribadi pada saat berhadapan dengan lingkungan atau objek tertentu, emosi dapat juga dikatakan sebagai alat yang merupakan wujud dari perasaan yang kuat. 37 Dalam beberapa buku, istilah Emotional Quotient biasanya dituliskan Emotional Intelligence EI. Tapi istilah itu mengacu pada suatu arti yaitu kecerdasan emosional. Istilah kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh Psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of Hampshire untuk menerangkan kualitas emosi yang tampaknya penting bagi keberhasilan. 38 Mereka mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai himpunan bagi kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan untuk memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya, dan menggunakan informasi untuk membimbing pikiran dan tindakan. Pakar psikologi Robert K. Cooper dan Ayman Sawaf mengatakan bahwa: Emotional Intelligence is the ability to sense, understand, and effectively apply the power and acumen of emotions as a source of human energy, information, connection and influence. kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, mengerti, dan secara efektif mengaplikasikan kekuatan serta kecerdasan emosi sebuah sumber energy manusia, informasi, hubungan dan pengaruh. Kecerdasan emosional 35 E. Usman Effendi dan Juhana S. Praja, Pengantar Psikologi, Bandung: Angkasa, 1993, h. 79. 36 Bambang Sujiono dan Juliani Nurani Sujiono, Mencerdaskan Perilaku Anak Usia Dini Panduan Orang Tua dalam Membina Perilaku Anak Sejak Dini, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2005, h. 120. 37 Ibid., h. 94. 38 Lawrence E. Shapiro, Mengajarkan Emotional Intelligent Pada Anak Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997, h. 5. menuntut pemilikkan perasaan untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari. 39 Nana Syaodah mengatakan kecerdasan emosional adalah kemampuan mengendalikan diri mengendalikan emosi, memelihara dan memacu metivasi untuk terus berupaya dan tidak mudah menyerah atau putus asa, mampu mengendalikan dan mengatasi stress, mampu menerima kenyataan, dapat merasakan kesenangan meskipun dalam kesulitan. 40 Menurut Daniel Goleman, kecerdasan emosional mengandung beberapa pengertian. Pertama, kecerdasan emosional tidak hanya berarti sikap ramah. Pada saat-saat tertentu yang diperlukan mungkin bukan sikap ramah, melainkan misalnya sikap tegas yang barangkali memang tidak menyenangkan, tetapi mengungkapkan kebenaran yang selama ini dihindari. Kedua, Kecerdasan emosional bukan berarti memberikan kebebasan kepada perasaan untuk berkuasa memanjakan perasaan, melainkan mengelola perasaan sedemikian rupa sehingga terekspresikan secara tepat dan efektif, yang memngkinkan orang bekerja sama dengan lancar menuju sasaran bersama. 41 Jeanne Segal mengemukakan kecerdasan emosional merupakan suatu kemampuan yang menggambarkan kecerdasan hati, membuat seseorang berhasil dalam kehidupannya, berkaitan dengan hubungan pribadi dan antar pribadi, bertanggung jawab atas harga diri, kesadaran diri, kepekaan sosial, dan kemampuan untuk mengenali diri menyadari keadaan diri, mengendalikan diri yang spontan, dan membangkitkan motivasi dalam diri serta memahami gejolak perasaan orang lain lewat empati dan kecakapan bergaul. 42 39 Robert K. Cooper, Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi Ter, Alex Tri Kantjo Widodo, Emotional Intellegence in Leadership and Organizations, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003, cet. I, h. XV. 40 Nana Syaodah Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003, cet. I, h. 97. 41 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000, cet. III, h. 9. 42 Jeanne Segal, Melejitkan Kepekaan Emosional, Bandung: Kaifa, 2002, h. 27. Kecerdasan emosional merupakan hasil kerja otak kanan. Menurut De Porter Hernacke otak kanan manusia memiliki cara kerja yang acak. 43 Jadi kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan emosinya secara efektif, baik untuk mencapai sasarannya, untuk menciptakan hubungan antar manusia yang produktif serta kemampuan mengetahui dan menangani perasaan pribadi dengan baik, serta mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif. 2. Esensi Kecerdasan Emosional Setiap manusia memiliki perasaan untuk menimbang sebuah keputusan yang berat di samping akal sehat. Dengan pertimbangan- pertimbangan emosional manusia dapat menjadi lebih bijak dalam mengarungi kehidupan ini. Dan yang membedakan bahwa manusia memiliki kecerdasan emosional atau tidak adalah dengan kualitas-kualitas yang terdapat di dalam kecerdasan emosional tersebut. John Mayer menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampak penting bagi keberhasilan, kualitas-kualitas tersebut antara lain: Empati, mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai. kemampuan memecahkan masalah antar pribadi, tekun, setia kawan 44 , keramahan, dan sikap hormat. Kesembilan kualitas yang disebutkan oleh John tersebut pada dasarnya merupakan bentuk dari kepribadian-kepribadian dalam diri individu. Adapun keramahan serta sikap hormat merupakan dua manifestasi kepribadian ketimuran yang sarat dengan nilai-nilai. Keramahan adalah salah satu sikap mental seseorang yang baik dalam berinteraksi dan sikap hormat adalah bentuk kepribadian yang menjunjung tinggi nilai-nilai hierarki sosiologis. 45 Dengan demikian maka menifestasi dari kecerdasan 43 Ramayulis, Psikologi Agama Jakarta: Kalam Mulia, 2002, h. 92. 44 Lawrence E. Shapiro, Mengajarkan Emotional Intelligent Pada Anak Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997, h. 5. 45 A. Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Rosdakarya, 1992, cet. III, h. 50. emosional akan nampak melalui pola tingkah laku individu dalam kehidupan sehari-hari. Al- Qur‟an surat An-Nahl ayat 78                  “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu b ersyukur”. 46 Melalui ayat tersebut Allah menegaskan bahwa manusia ketika datang ke dunia ini tidak mengetahui apa-apa, namun manusia dibekali dengan sama’, abshar dan af’idah untuk dipergunakan dalam mengarungi derasnya laju perkembangan zaman di bumi ini. Manusia membutuhkan akal pikiran sebagai penetralisir dari budaya yang pada akhirnya akan membentuk pola kepribadian. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Syarkawi bahwa kepribadian seorang anak dipengaruhi besar oleh lingkungannya, karena lingkunganlah yang pada akhirnya membentuk pola kepribadian anak. 47 Syarkawi menjelaskan sebagai berikut, contohnya: “pada dasarnya pola kepribadian yang ditampilkan pada anak merupakan manifestasi dari pendidikan yang diberikan orang tua kepadanya melalui komunikasi. Contoh, orang tua sering memerintahkan kepada anaknya, tolong kalau nanti ada telepon, bilang ayah dan ibu sedang tidak ada karena ibu mau istirahat. Peristiwa ini adalah suatu pendidikan kepada anak bahwa berbohong itu boleh atau halal dilakukan. Akibatnya, anak juga melakukan prilaku berbohong kepada orang lain termasuk kepada orang tuanya sendiri. Jika anak mendapatkan kepuasan bahkan dikembangkan oleh anak dan bahkan mungkin saja berbohong itu akan menjadi kesenangannya dan menjadi keahlian yang lama-kelamaan menjadi kepribadiannya. 48 46 Kementerian Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahnya, juz 14, Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012, h. 375. 47 Syarkawi, Pembentukkan Kepribadian Anak, Peran Moral, Orang Tua, Intelektual, Emosional dan Sosial sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri, Jakarta: Bumi Aksara, 2006, cet. I, h. 19-20 48 Ibid., h. 20 Contoh yang diberikan oleh Syarkawi tersebut dapat dipahami bahwa pengaruh yang diterima dari lingkungan dalam hal ini adalah orang tua dapat membentuk kepribadian individu, karena pada dasarnya manusia belum mengetahui apa-apa ketika datang ke bumi ini. Manusia merupakan mahluk potensial yang memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ketingkat tertentu sesuai dengan kapasitasnya. 49 Bakat dan potensi tersebut jika tersalurkan ke dalam dimensi- dimensi yang positif maka pertumbuhan dan perkembangan kepribadian manusia akan menjadi baik, namun sebaliknya jika pertumbuhan dan perkembangan tersebut tersalurkan ke dalam dimensi-dimensi yang buruk maka akan berdampak buruk pula terhadap kepribadian individu. Seorang anak manusia pada hakikatnya belum memiliki pengetahuan apa-apa selain fitrahnya. Adapun yang akan membentuk kehidupan hingga pada pola kepribadian anak tersebut adalah lingkungannya. Syarkawi mengatakan bahwa lingkungan keluarga adalah tempat pertama dimana seorang anak tumbuh dan berkembang, sehingga akan sangat berpengaruh terhadap kepribadian seorang anak. 50 Hal ini pun telah dijelaskan dalam sebuah hadits Nabi yang mengatakan bahwa seorang anak yang dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan fitrah, orang tuanyalah yang akan menjadikannya beragama Nasrani dan Majusi. Berangkat dari asumsi tersebut maka diperlukan media yang terintegrasi dalam diri manusia untuk melakukan filterizing dari berbagai rangsangan yang datang dari luar diri manusia. Untuk itulah sebagaimana tertulis dalam QS. An-Nahl ayat 78 tersebut Allah memberikan manusia hati sebagai pusat kinerja tubuh yang berfungsi untuk mengontrol dan meng- counter berbagai budaya yang dilihat dan didengar. Kecerdasan emosional bukanlah sekedar keterampilan mengendalikan emosi. Lebih dari itu, kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang dalam mengelola emosinya untuk berbagai keperluan dan kesempatan dari orientasi yang menyeluruh. Jadi, pengertian bahwa 49 Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, bandung: Rosda Karya, 2001, cet. VI, h. 135. 50 Syarkawi, Op. cit., h. 19