Ekspansi Politik Belanda dan Penghancuran Monopoli Dagang Paderi

44

BAB III HEGEMONI BELANDA DALAM KEGIATAN PELAYARAN DAN

PERDAGANGAN DI PELABUHAN AIR BANGIS

3.1 Pemerintahan Belanda di Pelabuhan Air Bangis

3.1.1 Ekspansi Politik Belanda dan Penghancuran Monopoli Dagang Paderi

Hasil dari Konvensi London tahun 1814 merupakan titik awal penetrasi Belanda di Nusantara. Isi Konvensi London ini menegaskan, penarikan semua petinggi Inggris dari Nusantara dan mengembalikan kepulauan ini kepada Pemerintah Belanda. Namun Thomas Stamford Raffles, Gubernur Sumatra’s Westkust sengaja mengulur-ulur waktu penyerahan tersebut. Akibatnya, wilayah Sumatra’s Westkust merupakan salah satu daerah yang paling lama dikembalikan ke tangan Pemerintah Belanda. Penyerahan itu baru terlaksana pada tanggal 15 Mei 1819, yang diterima oleh James du Puy di Padang. 75 Daerah yang diterima itu dijadikan sebagai daerah administratif setingkat residentie yang diberi nama Residentie Padang , dan James du Puy diangkat sebagai residen di daerah tersebut. 76 Residentie Padang sebagai unit administratif Pemerintah Hindia Belanda yang diserahkan oleh Inggris, hanya meliputi kawasan sekitar Padang, Pariaman, Air Haji, dan Pulau Cingkuak. Kawasan lain di luar daerah-daerah tersebut masih berada di bawah kekuasaan Inggris atau masih merupakan daerah-daerah merdeka seperti Air 75 M. Joustra, Minangkabau: Overzicht van Land, Geschiedenis en Volk, ‘s-Gravenhage: Martinus Nijhoff, 1923, hal. 52. 76 Gusti Asnan, Pemerintahan Daerah Sumatera Barat Dari VOC Hingga Reformasi, Yogyakarta: Citra Pustaka, 2006, hal. 32. 45 Bangis, Natal, dan Barus di bagian utara, Indrapura, dan Bengkulu di bagian selatan. Tidak itu saja, kawasan hinterland masih dapat dikatakan sebagai terra-incognita kawasan asing bagi pemerintah Hindia Belanda. 77 Tahun 1821 James du Puy menerima kedatangan para penghulu adat dari daerah hinterland. Maksud dan tujuan mereka adalah meminta bantuan Pemerintah Hinda Belanda dalam menghadapi kaum Paderi 78 . James du Puy menerima permintaan mereka dan berjanji akan membantu para penghulu tersebut, dan sebagai imbalan Belanda diberi hak menjadi penguasa baru di seluruh Alam Minangkabau. Perjanjian ini ditandatangani pada tanggal 10 November 1821 di Padang. 79 Dengan adanya surat perjanjian tersebut, Pemerintah Hindia Belanda mulai melancarkan strategi perluasan wilayahnya, terutama ke daerah hinterland 77 Ibid., hal. 33. Lihat juga Rusli Amran, Sumatra Barat Hingga Plakat Panjang, Jakarta: Sinar Harapan, 1981, hal. 369. 78 Sejak paruh kedua abad XVIII hingga tahun-tahun pertama abad XIX di daerah pedalaman Sumatera Barat terjadi sebuah gerakan sosial yang ingin memurnikan kehidupan beragama Islam serta ingin menempatkan kaum agama pada posisi yang lebih terhormat di tengah-tengah masyarakat. Gerakan sosial itu dikenal dengan nama Gerakan Paderi. 79 Isi perjanjian 10 November 1821 antara Belanda dengan Penghulu Minangkabau adalah: 1. Kepala-kepala pemerintahan para penghulu dari Kerajaan Minangkabau, secara formal dan mutlak menyerahkan Pagaruyung, Sungai Tarab, dan Suruaso, begitu juga daerah-daerah di sekeliling Minangkabau kepada Pemerintah Hidia Belanda. 2. Penghulu-penghulu tersebut berjanji dengan sungguh-sungguh atas nama mereka dan rakyat maupun keturunan mereka untuk patuh dan taat kepada Pemerintah Hindia Belanda dan sekali-kali tidak akan menentang perintah apa pun dari Belanda. 3. Dalam rangka menguasai daerah-daerah yang telah diserahkan kepada Belanda, untuk melindungi rakyat dari Kaum Paderi, untuk menghancurkan Kaum Paderi dan menciptakan perdamaian di Minangkabau, Pemerintah Hindia Belanda menyediakan satuan tentara sebanyak 100 orang dan 2 pucuk meriam. 4. Para penghulu di haruskan menyediakan kuli-kuli dalam jumlah yang dibutuhkan dan mengurus makanan tentara dengan sebaik-baiknya. 5. Adat dan kebiasaan lama dan hubungan penghulu dengan penduduk akan dipertahankan dan tidak akan dilanggar selama tidak bertentangan dengan pasal-pasal dalam perjanjian. Lihat M. Joustra, op.cit., hal. 52; dan lihat juga Gusti Asnan, op.cit., hal. 34. 46 Minangkabau dengan menguasai daerah-daerah yang menjadi basis perdagangan Paderi. Hal ini dilakukan untuk melemahkan kekuatan perniagaan Paderi di daerah hinterland , karena selama ini Kaum Paderi dianggap telah merusak tatanan perdagangan yang ingin dikembangkan oleh Pemerintah Belanda di Pantai Barat Sumatera dengan melarang saudagar-saudagar daerah hinterland untuk berdagang ke pelabuhan-pelabuhan Pantai Barat Sumatera yang dikuasai Belanda. Perdagangan saudagar daerah hinterland sekarang telah dialihkan oleh saudagar Paderi ke kawasan utara Pantai Barat Sumatera dan kawasan Pantai Timur Sumatera. 80 Selain itu Pemerintah Belanda juga memasuki kawasan utara Padang, yakni Tiku dan Air Bangis, dan mendirikan kantor dagang di kota pelabuhan tersebut. Meskipun Air Bangis masih dalam penguasaan Inggris, Belanda tidak segan-segan membangun kekuatan militernya dan benteng pertahanan di daerah tersebut. Pemerintah Belanda pun menempatkan komandan letnan dari Detasemen Infantri di Air Bangis, yang awalnya berjumlah 20 orang kemudian bertambah menjadi 40 orang. 81 Hal ini disebabkan Inggris tidak terlalu mengurus wilayah Air Bangis dan terkesan dibiarkan saja. Inggris lebih suka di Natal dan Barus karena banyak komoditi daerah hinterland yang mereka dapatkan seperti kapur barus, damar, dan kemenyan yang diperdagangkan penduduk Mandailing, dan Toba. Pendudukan Belanda di Air Bangis, walaupun belum secara resmi di serahkan oleh Inggris, merupakan langkah awal strategi Belanda dalam memboikot pergerakan 80 E. B. Kielstra, “Sumatra’s Westkust van 1819-1825”, BKI, Deel 36 a, 1887, hal. 29-30. 81 E. B. Kielstra, “Sumatra’s Westkust van 1826-1832”, BKI, Deel 37 a, 1888, hal. 222. 47 dan perniagaan Paderi di kawasan utara Pantai Barat Sumatera. Selama ini Pelabuhan Air Bangis merupakan salah satu pusat pemasaran emas, lada dan komoditi lain dari daerah hinterland yang dikuasai oleh Kaum Paderi. Melalui pelabuhan ini Kaum Paderi juga berinteraksi dengan saudagar luar, untuk membeli perlengkapan perang dan kebutuhan lainnya, selain dari Siak, di kawasan Pantai Timur Sumatera. 82 Adapun saudagar-saudagar asing yang menjalin hubungan dagang atau menjadi mitra dagang Kaum Paderi adalah saudagar Aceh, Eropa, Cina, Gujarat India dan kelompok-kelompok saudagar lainnya. Partner dagang utama Kaum Paderi adalah saudagar Aceh. Hal ini dikarenakan ada hubungan yang mengikat antara saudagar Aceh dengan penduduk setempat yang telah terjalin sebelum Belanda menguasai wilayah ini. Kegiatan perdagangan Kaum Paderi dengan saudagar Aceh dianggap oleh Pemerintah Belanda sebagai kegiatan perdagangan ilegal, dan pelaku yang terlibat dalam kegiatan perdagangan ini disebut sebagai smokelhandler penyelundup oleh Pemerintah Belanda. Namun sayang tidak ditemukan penilaian Pemerintah Belanda terhadap saudagar Eropa Belanda dan Cina yang menjalin bungan dagang dengan saudagar Paderi. 83 Sampai penghujung tahun 1825 kawasan utara Pantai Barat Sumatera masih dalam kekuasaan Inggris, walaupun dalam tahun 1824 telah disebutkan keputusan penyerahan seluruh daerah di Pantai Barat Sumatera yang sebelumnya dikuasai oleh Inggris ke tangan Pemerintah Hindia Belanda. Kawasan ini terbentang dari Barus di 82 Arsip Sumatra’s Westkust Swk., No. 1253, Jaarlijksch Verslag van het Sumatra’s Westkust, 1819-1827, ANRI. 83 Gusti Asnan, Dunia Martim Pantai Barat Sumatera, Jogjakarta, 2007, hal. 85-86. 48 utara hingga Kroe di Selatan. Namun sesuai dengan kenyataan politik saat itu, daerah Inggris yang betul-betul diserahkan kepada Belanda terbatas pada beberapa posnya di Air Bangis, Natal dan Tapanuli, sedang daerah-daerah lainnya, terutama dari kawasan Masang ke utara belum terjamah sama sekali oleh kekuasaan Belanda. Akan tetapi secara resmi penyerahan ke tiga wilayah tersebut baru terjadi pada akhir tahun 1825 di bawah Gubernur Jendral H.J.J.L. de Stuers. 84 Setelah wilayah Air Bangis secara resmi dikuasai Pemerintah Hindia Belanda, wilayah ini dijadikan sebagai benteng pertahanan untuk bagian utara dan kota Padang untuk bagian Selatan. Di kedua wilayah ini dipersiapkan kekuatan militer. Adapun tujuannya, untuk menyerang pasukan Paderi dan menaklukkan benteng Paderi di Bonjol dari dua arah yakni Air Bangis dari utara dan kota Padang dari sebelah selatan. Namun sebelum rencana ini dilaksanakan, benteng Air Bangis diserang terlebih dahulu oleh pasukan Paderi atas instruksi langsung Tuanku Imam Bonjol. Dalam melakukan penyerangan ke Air Bangis, 85 Tuanku Imam Bonjol menyusun rencana strategi penyerangan dari empat penjuru, yakni 86 : 84 E. B. Kielstra, 1888, op.cit., hal. 220. Lihat juga Gusti Asnan, 2006, op.cit., hal. 32 dan 38. 85 Tahun pasti pertempuran di Air Bangis sebenarnya masih dalam polemik. Menurut Mangaradja Onggang Parlindungan dalam bukunya, bahwa pertempuran di Air Bangis terjadi pada tahun 1821, dan karyanya ini banyak diamini dan dikutip penulis asal Tapanuli. Namun Hamka membantah dan mengkritik karya tersebut, bahwa pertempuran di Air Bangis terjadi pada tahun 1831, senada dengan apa yang dituliskan oleh penulis Belanda, H.T. Damste dan M. D. Teenstra, bahwa pertempuran di Air Bangis terjadi pada tahun 1831. Lihat Mangaradja Onggang Parlindungan, Pongkinangolngolan Sinambela Gelar Tuanku Rao, Teror Agama Islam Mazhab Hambali di Tana h Batak, 1816-1833 , Yogyakarta: LKiS, 2007, hal. 275; Hamka, Antara Fakta dan Khayal “Tuanku Rao”, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2008, hal. 314; H. T. Damste, “Het Inlandsch Bestuur In de Onderafdeeling Ophir-Districten, Afdeeling Loeboeq- Sikaping, Residetie Padangsche Bovenlanden”, TBB , Vol. 1, No. 30, 1906, hal. 290; dan M. D. Teenstra, Beknopte Beschrijving van de Nederlandsch Overzeesche Bezittingen, Tweede Stuk, Groningen: J. Omskens J. Zoon, 1852, hal. 355. 86 Mangaradja Onggang Parlindungan, op.cit., hal. 275. 49 1. Sayap Barat di bawah pimpinan Laksamana Marah Sidi. Tugas pasukan ini menyerang benteng Air Bangis dari laut sebelum dimulai serangan pasukan Paderi dari daratan. 2. Sayap Kiri dari wilayah Minangkabau di bawah pimpinan Tuanku Radjo Baru. Pasukan Paderi ini bergerak dari benteng Sungai Puar lewat Kinali dan menduduki Bukit Pintjuran di sebelah selatan dari benteng Air Bangis. 3. Sayap Kanan dari wilayah Minangkabau di bawah pimpinan Tuanku Rao. Pasukan paderi ini bergabung dengan divisi tentara Pang Adam, bergerak dari Natal lewat Batahan dan Pasir Panjang di sebelah utara benteng Air Bangis. 4. Pasukan khusus tentara Paderi di bawah pimpinan langsung Tuanku Imam Bonjol. Pasukan tentara Tuanku Imam Bonjol terdiri atas 28.000 unit Kavaleri Minangkabau dan 12.000 Infanteri Minangkabau yang bergerak dari Bonjol menduduki Bukit Djambu di sebelah timur benteng Air Bangis. Namun informasi penyerangan benteng Air Bangis didengar oleh Letnan Poland di Rao melalui mata-matanya. Letnan Poland langsung mengirim kurir ke Air Bangis untuk menyampaikan kabar kepada komandan pasukan Belanda di Air Bangis, Letnan Muda J.C.H. Scultze, agar mempersiapkan strategi bertahan. 87 Belanda juga mempelajari siasat penyerangan yang akan dilakukan pasukan Paderi melalui empat penjuru tersebut. Oleh karena itu, Belanda bersikap tenang seolah- olah tidak tahu untuk mengelabui pasukan Paderi. Letnan J.C.H. Scultze juga 87 Ismael Hasan, “Sebuah Prolog: Mengenang Tuanku Imam Bonjol Menelusuri Kiprah Tuanku Rao”, dalam Marjohan ed., Gerakan Paderi, Pahlawan, dan Dendam Sejarah, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2009, hal. 16. 50 mengirim pesan kepada Kolonel Elout di Padang. Pesan itu berisi permintaan bantuan tentara perang untuk Air Bangis. 88 Benteng Air Bangis mulai diserang pasukan Paderi dari arah laut pada waktu subuh. Kapal-kapal Artileri dari Angkatan Laut Aceh di bawah pimpinan Laksamana Marah Sidi menembaki kawasan pelabuhan dan benteng Air Bangis. Namun jumlah kapal mereka tidaklah banyak, karena sebagian kapal mereka terjebak di Natal atas kerjasama Belanda dengan penduduk setempat. 89 Ketika Matahari pagi mulai terbit, giliran pasukan Paderi dari daratan menyerang benteng Air Bangis. Tidak begitu banyak perlawanan dari tentara Belanda. Tentara Belanda memilih menunggu di balik benteng dari pada menyerang terlebih dahulu. Keadaan seperti ini dianggap pasukan Paderi sebagai ketakutan Belanda, dan pasukan Paderi sudah merasa menang. Pasukan Paderi banyak meninggalkan posisinya sebagaimana telah diatur oleh Tuanku Imam Bonjol. Mereka memasuki kota Air Bangis tanpa perlawanan sengit dari Belanda. Hal ini memang bagian dari strategi Belanda. Ketika kapal perang Belanda “Circe” memasuki pelabuhan Air Bangis dan membawa tentara serta peralatan perangnya, 90 tentara Belanda yang awalnya berdiam di balik benteng keluar dan bergabung menyerang balik pasukan tentara Paderi. Pasukan Paderi yang tidak menyangka hal ini, tidak dapat bertahan lama. Banyak pasukan Paderi yang tewas 88 Tentara perang yang dikirim dari Padang ke Air Bangis ketika itu sekitar 75 orang. Lihat E. B. Kielstra, “Sumatra’s Westkust van 1833-1835, BKI, Deel 38 b, 1889, hal. 315. 89 Mangaradja Onggang Parlindungan, op.cit., hal. 276. 90 Ismail Hasan, op.cit., hal. 16-17. 51 dalam pertempuran tersebut dan Tuanku Imam Bonjol mengintruksikan menarik pasukan Paderi kembali ke pos awal untuk bertahan. Pasukan Paderi di bawah pimpinan Tuanku Rao dari arah utara tidak bisa mundur ke pos pertahanan mereka, karena daerah utara ini berawa-rawa dan air laut ketika itu pasang. Hal ini dimanfaatkan Belanda untuk mengepung Tuanku Rao dan pasukannya. Kapal-kapal Artileri Belanda menembaki kawasan utara yang berawa- rawa tersebut, sehingga pasukan Paderi dan Tuanku Rao tidak ada pilihan selain kembali ke Air Bangis. Di Air Bangis Tuanku Rao dan pasukan Paderi bertempur habis-habisan. Tuanku Rao tertembak dan ditawan di kapal perang Belanda. 91 Pemerintah Belanda berencana hendak membuang Tuanku Rao ke pengungsian, namun Tuanku Rao tidak dapat bertahan lama akibat luka tembakan di tubuhnya dan akhirnya wafat. Tidak ada yang mengetahui dimana jasad Tuanku Rao dikebumikan, kemungkinan besar dibuang ke laut oleh tentara Belanda.

3.1.2 Reorganisasi Administratif Pemerintahan