118
keluarnya Tapanuli dari Gouvernement van Sumatra’s Westkust, dan membuat
kresidenan sendiri dengan nama Kresidenan Tapanuli, sehingga wilayah Air Bangis menjadi wilayah terujung dari
Residentie Sumatra’s Westkust.
5.4 Tantangan Daratan
Tantangan daratan yang dimaksud disini adalah perkembangan jalan darat di daerah
hinterland
Pulau Sumatera. Hubungan antara daerah pantai dengan daerah
hinterland
di sebagian besar kawasan Pantai Barat Sumatera dilayani oleh transportasi darat, karena hanya sedikit sungai yang bisa dilayari di kawasan ini. Jalan
setapak merupakan prasarana transportasi yang dikenal, sedangkan kuli angkat dan kuda beban merupakan sarana transportasi utama yang digunakan. Jalan-jalan setapak
ini juga dimanfaatkan sebagai jalan-jalan dagang.
183
Jalan setapak yang ada di wilayah Air Bangis menghubungkan daerah ini dengan daerah Rao. Jalan setapak ini
melewati negeri Simpang Tigo Alin, Tinggam, Sungai Lumpang, Cubadak, Simpang Tiga Andilan, Sontang dan terus ke Rao.
184
Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk satu perjalanan dari daerah
hinterland
hingga daerah Pelabuhan Air Bangis berkisar antara 6-10 hari.
185
Seperti disebutkan diatas, jalan setapak ini hanya bisa dilalui oleh orang dan kuda beban, yang membawa barang dagangan. Kuda beban bisa membawa barang
sebanyak 2.530 kg, sedangkan kuli angkat rata-rata bisa membawa barang seberat 1
183
Arsip Sumatra’s Westkust Swk., No. 1253, Jaarlijksch Verslag van het Sumatra’s
Westkust, 1819-1827, ANRI.
184
Gusti Asnan, op.cit., hal. 299.
185
Ibid., hal. 301.
119
sampai 1 ½ kuintal. Barang tersebut dibawa dengan cara dipikul di atas pundak atau kepala mereka. Kuli angkat ini terdiri dari penduduk setempat dan orang Nias.
186
Pada tahun 1851 dibangun jalan raya yang menghubungkan wilayah Pelabuhan Air Bangis dengan daerah Rao. Rute jalan ini melewati Ujung Gading, Air
Hadji, Muara Kiawai, Simpang Empat, Talu, dan Lundar.
187
Tujuan pembangunan jalan raya ini pada dasarnya untuk memudahkan para pedagang daerah
hinterland
membawa barang dagangannya ke daerah pantai, sehingga meningkatkan aktivitas perdagangan dan pelayaran di pelabuhan. Namun tujuan ini ternyata tidak berhasil.
Hal ini dikarenakan Pemerintah Belanda terlalu sibuk dengan wilayah administratif di daerah
hinterland
.
188
Aktivitas perdagangan dan pelayaran di Pelabuhan Air Bangis malahan semakin merosot, setelah pembangunan jalan antara Natal - Mandailing -
Tarutung - Medan, dan penghubungan jalan antara Bukit Tinggi – Bonjol – Lubuk
Sikaping – Panti – Rao – Muara Sipongi – Mandailing – Medan, selesai pada tahun
1912, dengan demikian komoditas daerah
hinterland
tersebut tidak di bawa ke Pelabuhan Air Bangis lagi.
189
Berikut rute jalan raya yang menghubungkan Air Bangis dengan Simpang Empat sepanjang 312 KM.
186
Swk. No. 1253, op.cit., ANRI.
187
Arsip, Departement van Burgelijke Openbare Werken BOW: Grote Bundel, 1854-1933, No. 2683, ANRI.
188
Kesibukan Belanda di daerah hinterland ini seperti menata wilayah tersebut serta kesibukan dalah pengembangan sektor perkebunan.
189
Verslag over de Burgerlijke Openbare Wer ken in Nederlansch-Indie over het jaar 1914, Weltevreden: Alberecht Co., 1917, hal. 71-72, dan lampiran 9; Arsip
Sumatra’s Westkust Swk. No. 1257, Algemeene Verslag van Ayer Bangies,1840, ANRI-Jakarta.
120
Peta 5. Rute Jalan dari Air Bangis
– Ujung Gading – Simpang Empat Sepanjang 312 K.M.
Sumber:
Departement van Burgelijke Openbare Werken
BOW:
Grote Bundel
, 1854-1933, No. 2683, ANRI.
121
5.5 Perkembangan Pantai Timur Sumatera