121
5.5 Perkembangan Pantai Timur Sumatera
Faktor lain penyebab kemunduran beberapa pelabuhan di Pantai Barat Sumatera, termasuk Pelabuhan Air Bangis, adalah perkembangan aktivitas pelayaran
dan perdagangan di kawasan Pantai Timur Sumatera. Munculnya Pelabuhan Penang dan Singapura telah menarik banyak pengusaha dan pedagang bagian tengah pulau
Sumatera ke pusat-pusat perdagangan ini. Sungai-sungai besar yang mengalir dari daerah
hinterland
Sumatera digunakan pedagang dari daerah Minangkabau dan Tapanuli sebagai akses ke kawasan Pantai Timur Sumatera.
190
Salah satu sungai besar yang mengalir ke kawasan Pantai Timur Sumatera adalah Sungai Rokan.
191
Sungai Rokan berhulu di Tanang, daerah Talu dan melewati Lubuk Sikaping, Panti, Rao, dan
terus ke timur dan bermuara di Bagan Siapi-Api. Sungai ini dijadikan masyarakat
hinterland
Air Bangis Talu, Panti, Lubuk Sikaping, dan Rao sebagai akses mereka menjual komoditi daerahnya ke Pantai Timur Sumatera, sehingga Pelabuhan Air
Bangis tidak memiliki komoditas ekspor. Hal ini mengakibatkan aktivitas perdagangan di Pelabuhan Air Bangis tidak berjalan. Akan tetapi tidak hanya dialami
Pelabuhan Air Bangis saja, beberapa pelabuhan di kawasan Pantai Barat Sumatera juga mengalami hal yang sama. Oleh karena itu pada tahun 1908 Pemerintah Hindia
Belanda di Batavia menyebut kawasan Pantai Barat Sumatera sebagai pos yang merugi.
192
190
J. Kathirithamby- Wells, “Hulu-hilir Unity and Conflict: Malay Statecraft in East Sumatra
before the Mid-Nineteenth Century ”, in Archipel, Volume 45, 1993, hal. 82.
191
Hulu Sungai Rokan di Sumatera Barat dikenal dengan nama Batang Sumpur.
192
W. J. Kroon, op.cit., hal. 347.
122
Daya tarik berikutnya dari kawasan Pantai Timur Sumatera adalah pertumbuhan ekonomi kawasan ini yang begitu pesat pada akhir abad XIX dan awal
abad XX. Perkembangan ini berhubungan erat dengan pembukaan berbagai perkebunan besar di daerah tersebut. Dalam waktu yang relatif singkat kawasan
Pantai Timur Sumatera telah tumbuh menjadi kawasan perkebunan besar yang terpenting di Pulau Sumatera.
193
Perkebunan besar yang pertama dibuka di kawasan ini, yaitu tahun 1863 oleh seorang anak makelar tembakau di Amsterdam, Jacobus
Nienhuys. Perkebunan ini berada di Kesultanan Deli, dengan jenis tanaman tembakau.
194
Pada tahun 1891 jumlah keseluruhan perkebunan besar di kawasan tersebut adalah 169 buah.
195
Di samping itu juga diperkenalkan tanaman perdagangan jenis lain seperti karet, teh, sawit, jati dan kelapa.
196
Perkembangan ekonomi di kawasan Pantai Timur Sumatera ini memberi pengaruh pada aktivitas pelayaran dan perdagangan di kawasan Pantai Barat
Sumatera. Pemerintah Hindia Belanda nampaknya mengikuti perkembangan ini, sehingga mereka lebih menaruh perhatian besar terhadap kawasan tersebut.
Kebijakan untuk menjadikan Pantai Barat Sumatera sebagai konsentrasi utama kegiatan ekonomi mereka di Pulau Sumatera mulai mengendor. Pembukaan
hubungan kapal NISM langsung dari Padang dengan Pelabuhan Penang dan
193
H. Blink, Opkomst en Ontwikkeling van Sumatra Als Economisch-Geographisch Gebied, ’s-Gravenhage: Mouton Co., 1926, hal. 101.
194
Karl J. Pelzer, Toean Keboen dan Petani, Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria, Jakarta: Sinar Harapan, 1985, hal. 51-54.
195
Jan Bremen, Menjinakkan Sang Kuli: Politik Kolonial, Tuan Kebun, dan Kuli di Sumatera Timur Pada Awal Abad ke-20,
Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 1997, hal. 71.
196
H. Blink, op.cit., hal. 100-120.
123
Singapura pada tahun 1879 dapat dilihat sebagai bukti penyesuaian diri Pemerintah Hindia Belanda terhadap perkembangan baru ini.
197
Perkembangan kawasan Pantai Timur Sumatera ini akhirnya banyak mematikan aktivitas perdagangan dan pelayaran di pelabuhan-pelabuhan kecil yang
berada di Pantai Barat Sumatera. Salah satunya adalah Pelabuhan Air Bangis yang kiprahnya sudah tidak terlihat lagi dalam aktivitas pelayaran dan perdagangan Pantai
Barat Sumatera di abad XX.
197
Gusti Asnan, op.cit., hal. 319.
124
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN