Jangka Waktu Pendirian Yayasan Status Yayasan Yang Didirikan Sebelum Berlakunya UU No. 16 Tahun

telah memberikan berbagai kemudahan seperti dalam hal permodalan, perpajakan, dan lain-lain. 60

B. Jangka Waktu Pendirian Yayasan

Jangka waktu pendirian Yayasan merupakan bagian yang terdapat dalam poin ketentuan yang harus dimuat dalam Anggaran Dasar pada saat pendirian sebuah Yayasan. Jangka waktu pendirian ini dimaksud untuk memberikan kebebasan bagi Pendiri untuk menentukan jangka waktu pendirian Yayasan sesuai keinginan. Jangka waktu pendirian Yayasan sesuai dengan yang diatur dalam pasal 16 UU Yayasan, terbagi atas jangka waktu tertentu dan jangka waktu yang tidak tertentu. Yang dimaksud dengan jangka waktu tertentu ialah pada saat pendirian Yayasan, jangka waktu pendirian sudah ditentukan dan tercantum dalam Anggaran Dasar. Dan apabila jangka waktu tersebut sudah melewati batasnya, maka dengan sendirinya Yayasan tersebut bubar. Akan tetapi bubarnya Yayasan akibat lewatnya jangka waktu pendirian bukan berarti Yayasan tidak dapat lagi meneruskan kegiatannya apabila organ Yayasan berubah pikiran untuk memperpanjang waktu akibat tujuan yang belum tercapai. Pasal 16 ayat 2 memberikan kesempatan pada Pengurus untuk dapat mengajukan perpanjangan waktu pendirian kepada Menteri paling lambat 1 satu tahun sebelum berakhirnya jangka waktu pendirian Yayasan. Pemberian waktu paling lambat satu tahun ini dimaksudkan agar proses perpanjangan dapat 60 Ibid, hal. 130. terselesaikan sebelum jangka waktu Yayasan berakhir. Akan tetapi apabila perpanjangan ini baru dilakukan ketika jangka waktu sudah terlewati atau proses perpanjangan belum selesai ketika jangka waktu pendirian Yayasan sudah terlewati, maka secara yuridis Yayasan dapat kehilangan status badan hukumnya. Dalam hal jangka waktu pendirian Yayasan tidak tertentu, maka tercantum dalam Anggaran Dasar bahwa jangka waktu tidak ditentukan lamanya. Hal ini berarti Yayasan dapat terus berdiri menjalankan kegiatannya sepanjang masa, meskipun telah terjadi perubahan-perubahan dalam personel organ Yayasan.

C. Persyaratan dan Prosedur Pendirian Yayasan

1. Sebelum Berlakunya Undang-Undang Yayasan

Jauh sebelum adanya Undang-Undang yang mengatur tentang Yayasan secara formal, keberadaan Yayasan sudah banyak berkembang dan telah diakui oleh lalu lintas hukum di Indonesia. Namun perkembangannya hanya di dasarkan pada hukum kebiasaan, Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Doktrin pada kala itu. Praktik hukum yang berlaku di Indonesia selama ini, Yayasan selalu didirikan dengan akta Notaris, baik Yayasan yang didirikan oleh pihak swasta atau perorangan maupun oleh Pemerintah. Dalam perkembangannya, Yayasan yang didirikan oleh badan-badan Pemerintah dilakukan dengan suatu surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk itu atau dengan akta Notaris sebagai syarat terbentuknya suatu Yayasan. Berdasarkan hukum kebiasaan dan asumsi hukum yang berlaku umum di masyarakat, ciri-ciri Yayasan sebagai berikut : a. Eksistensi Yayasan sebagai entitas hukum di Indonesia belum di dasarkan pada Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. b. Pengakuan Yayasan sebagai badan hukum belum ada dasar yuridis yang tegas, berbeda halnya dengan PT, Koperasi dan badan hukum lain. c. Yayasan dibentuk dengan memisahkan kekayaan pribadi Pendiri untuk tujuan nirlaba, sosial, keagamaan, kemanusiaan dan tujuan ideal yang lain. d. Yayasan didirikan dengan akta Notaris atau dengan surat keputusan pejabat yang bersangkutan dengan pendirian Yayasan. e. Yayasan tidak memiliki anggota dan tidak dimiliki oleh siapa pun, namun mempunyai Pengurus atau organ untuk merealisasikan tujuan Yayasan. f. Yayasan mempunyai kedudukan yang mandiri sebagai akibat adanya kekayaan yang terpisah dari kekayaan pribadi Pendiri atau Pengurusnya, dan mempunyai tujuan sendiri yang berbeda atau lepas dari tujuan pribadi Pendiri atau Pengurus. g. Yayasan diakui sebagai badan hukum seperti halnya orang, sebagai subjek hukum mandiri yang dapat menyandang hak dan kewajiban mandiri, didirikan dengan akta, dan didaftarkan di kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat. h. Yayasan dapat dibubarkan oleh Pengadilan dalam kondisi pertentangan tujuan Yayasan dengan hukum, likuidasi, dan pailit. Adapun beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mendirikan sebuah Yayasan ialah : a. Syarat materiil yang terdiri dari : 1 Harus ada suatu pemisahan harta kekayaan. 2 Adanya suatu tujuan. 3 Mempunyai organisasi. b. Syarat formil : 1 Dengan Akta Otentik. Umumnya pada masa lalu dalam akta pendirian Yayasan dimuat Anggaran Dasar yang di dalamnya berisi ketentuan : a. Kekayaan yang dipisahkan. b. Nama dan tempat kedudukan Yayasan. c. Tujuan. d. Bentuk dan susunan Pengurus serta cara penggantian anggota Pengurus. e. Cara pembubaran. f. Cara menggunakan sisa kekayaan dari Yayasan yang telah dibubarkan. Praktik Peradilan selama ini terfokus pada kedua syarat pendirian Yayasan, pemisahan harta kekayaan sangat banyak dijadikan alasan menuntut para Pengurus Yayasan karena pada umumnya hasil usaha Yayasan telah dijadikan objek perebutan kedudukan dalam kepengurusan Yayasan. Anak keturunan para Pendiri sering muncul jadi pihak berpekara karena melihat adanya kelemahan dalam organisasi Yayasan dan isi akta pendirian Yayasan sering dijadikan alasan untuk mengalihkan harta kekayaan Yayasan, seolah-olah akta pendirian dapat diubah setiap saat sesuai keinginan Pengurus Yayasan. 61 61 Panggabean, Op.Cit, hal. 30. Dalam praktik selama ini, selalu ada kekayaan yang dipisahkan sebagaimana dicantumkan di dalam akta pendirian. Tidak ada batasan minimum atau maksimum besarnya kekayaan yang dipisahkan pada masa lalu, tetapi semuanya tergantung kepada Pengurus Yayasan. 62 a. Pendiri menghadap kepada Notaris, dan apabila pendirian dilakukan lebih dari satu orang, maka setelah ada kesepakatan bersama. Adapun beberapa langkah yang dilakukan Pendiri dalam mendirikan Yayasan ialah: b. Kepada Notaris, Pendiri mengemukakan maksud dan tujuan Yayasan. c. Pendiri mengemukakan jumlah harta kekayaan yang dipisahkan darinya sebagai harta kekayaan awal Yayasan. d. Menyerahkan tanda pengenal Pendiri seperti Kartu Tanda Penduduk KTP. e. Penandatanganan akta pendirian di hadapan Notaris oleh para Pendiri f. Akta pendirian didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat. g. Selain didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri, diumumkan pula melalui Tambahan Berita Negara. Dilihat dari langkah dalam mendirikan Yayasan, terdapat langkah-langkah untuk mendaftarkan akta pendirian di Panitera Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara. Adapun maksud dari di daftarkannya akta pendirian tersebut di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan pengumuman kepada khalayak, maksudnya agar setiap orang dapat mengetahui bagaimana bunyi 62 Anwar Borahima, Op.Cit. hal. 30. Anggaran Dasar Yayasan, dengan membacanya pada Kepaniteraan Pengadilan yang bersangkutan. Akan tetapi berbeda dengan badan usaha lainnya seperti PT, para Pengurus Yayasan tidak diwajibkan untuk mendaftarkan dan mengumumkan akta pendiriannya, juga tidak diisyaratkan untuk mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman sebagai tindakan preventif. 63 Beberapa pakar berpendapat, bahwa karena Undang-Undang secara khusus yang mengatur mengenai Yayasan tidak ada, maka seyogyanya tidak dapat dikatakan suatu Yayasan harus dibuat dengan suatu akta tertulis. Namun untuk memudahkan pembuktian, biasanya pendirian Yayasan dilakukan oleh para pendirinya di depan Notaris. 64 Dalam praktik pendirian Yayasan, sebelum berlakunya Undang-Undang yang mengatur tentang Yayasan, umumnya di samping Anggaran Dasar ada lagi yang dinamakan Aturan Rumah Tangga ART. Ada yang menuangkan ART dengan akta Notaris dan ada pula yang hanya secara di bawah tangan. Bahkan ada yang di samping Anggaran Dasar, secara sekaligus memuat pula ART dan keduanya diumumkan dalam Tambahan Berita Negara. 65

2. Sesudah Berlakunya Undang-Undang Yayasan

Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, pembentukan UU Yayasan dimaksud untuk memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat mengenai Yayasan, menjamin kepastian dan 63 Ali Rido, Op.Cit, hal. 116. 64 Anwar Borahima, Op.Cit, hal. 36. 65 Rudhi Prasetya, Op.Cit, hal. 51. ketertiban hukum, serta mengembalikan fungsi Yayasan sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang kemudian direvisi ke dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, barulah terdapat kejelasan terhadap status hukum Yayasan yang selama ini hanya di dasarkan pada kebiasaan masyarakat dan yurisprudensi saja. Yayasan-Yayasan yang dahulu didirikan dengan cara yang beraneka ragam karena hanya berdasarkan kebiasaan ini, mau tidak mau harus mengikuti aturan yang sudah ditetapkan dalam UU Yayasan, termasuk proses pendiriannya. Adapun beberapa persyaratan yang perlu diperhatikan untuk mendirikan Yayasan antara lain : a. Didirikan oleh 1 satu orang atau lebih. b. Dilakukan dengan akta Notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia. c. Adanya pemisahan harta kekayaan Pendiri. d. Nama Yayasan harus didahului dengan kata “Yayasan”. e. Tidak boleh memakai nama yang telah dipakai secara sah oleh Yayasan lain, atau bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. f. Harus memperoleh pengesahan Menteri. g. Diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Syarat utama dalam pendirian Yayasan, Pasal 9 ayat 1 UU Yayasan menyatakan Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan Pendirinya, sebagai kekayaan awal. UU Yayasan menjelaskan yang dimaksud dengan “orang” adalah orang perseorangan atau badan hukum. Berbeda dengan badan usaha lain seperti PT, Firma, maupun CV yang diharuskan membuat sebuah perjanjian dalam pendiriannya, UU Yayasan tidak mengharuskan untuk membuat sebuah perjanjian jikalau dalam pendirian Yayasan Pendirinya lebih dari satu orang. Pasal 9 ayat 5 UU Yayasan juga memungkinkan orang asing untuk mendirikan Yayasan di Indonesia. Selanjutnya Pasal 69 UU Yayasan mengatakan Yayasan asing yang tidak berbadan hukum Indonesia dapat melakukan kegiatannya di wilayah Negara Republik Indonesia, jika kegiatan Yayasan tersebut tidak merugikan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia. Pendirian Yayasan dapat dilakukan oleh orang asing tersebut secara individual ataupun bersama-sama dengan orang Indonesia. Pembuatan akta pendirian juga dapat dikuasakan. Pihak yang hendak membuat Yayasan dapat memberikan kuasa kepada pihak lain untuk menghadap Notaris yang membuat akta pendirian Yayasan dengan surat kuasa dibawah tangan untuk menandatangani akta pendirian Yayasan. 66 Pendirian Yayasan juga dapat dilakukan berdasarkan surat wasiat. Pada dasarnya surat wasiat menurut Pasal 875 ayat 1 KUHPerdata adalah suatu akta yang menurut pernyataan seorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia, dan dinyatakannya, dapat dicabut lagi oleh pembuatnya. Dalam hal ini apabila terdapat surat wasiat yang berisi pesan untuk mendirikan Yayasan, maka hal ini dianggap sebagai kewajiban yang ditujukan kepada mereka yang ditunjuk dalam surat wasiat selaku penerima wasiat untuk 66 Gunawan Widjaja, Suatu Panduan Komprehensif Yayasan Di Indonesia, Jakarta : Elex Media Komputindo, 2002, hal. 12. melaksanakan wasiat. Apabila si penerima wasiat tidak melaksanakan isi surat wasiat atau menolak untuk melaksanakannya, Pasal 10 ayat 3 mengatur bahwa pihak yang berkepentingan mengajukan permohonan ke Pengadilan agar memerintahkan ahli waris atau penerima wasiat yang bersangkutan untuk melaksanakan wasiat tersebut. Pendirian Yayasan juga ditandai dengan adanya pemisahan harta kekayaan Pendirinya. Pemisahan ini dimaksud untuk mencegah kekayaan awal Yayasan masih merupakan bagian dari harta pribadi atau bersama Pendiri. Sehingga Pendiri tidak dapat menganggap Yayasan yang didirikan merupakan miliknya. Pasal 15 ayat 1 juga melarang Yayasan memakai nama yang telah dipakai secara sah dengan Yayasan lain atau bertentangan dengan ketertiban umum danatau kesusilaan. Pemakaian nama Yayasan ini juga harus diawali dengan kata “Yayasan”. Adapun beberapa tahapan pendirian Yayasan 67 a. Rapat calon Pendiri untuk membuat kesepakatan-kesepakatan. : b. Persyaratan dokumen-dokumen lengkap dan harta yang dipisahkan sebagai modal Yayasan dibawa ke Notaris oleh Pendiri atau kuasanya. c. Pendiri konsultasi dengan Notaris. d. Pemesanan nama oleh notaris ke Departemen Hukum dan HAM Depkumham secara manual kurang lebih memakan waktu satu bulan. e. Pembuatan dan penandatanganan Akta Pendirian di Hadapan Notaris oleh para Pendiri. 67 Adib Bahari, Op.Cit, hal. 33. Adapun beberapa persyaratan dokumen yang diperlukan untuk mendirikan Yayasan sebelum menghadap ke Notaris antara lain 68 a. KTP Pendiri Yayasan. : b. KTP dari calon Pembina, Pengawas dan Pengurus Yayasan. c. Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP dari calon Ketua Yayasan. d. Surat pernyataan bahwa orang-orang yang ditunjuk bersedia menjadi Pengurus Pembina Pengawas Yayasan. e. Bukti modalaset sebagai kekayaan awal Yayasan. Pendirian Yayasan dituangkan dalam akta Notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia, tidak boleh dengan bahasa lain, meskipun Yayasan tersebut didirikan oleh orang ataupun badan hukum asing. Ketentuan Pasal 14 ayat 1 UU Yayasan menyatakan isi akta pendirian wajib memuat dua hal, yaitu Anggaran Dasar dan keterangan lain yang dianggap perlu. Adapun hal-hal yang dimuat dalam Anggaran Dasar Yayasan ialah : a. Nama dan tempat kedudukan. b. Maksud dan tujuan serta kegiatan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut. c. Jangka waktu pendirian. d. Jumlah kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi Pendiri dalam bentuk uang atau benda. e. Cara memperoleh dan penggunaan kekayaan. f. Tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian anggota Pembina, Pengurus dan Pengawas. 68 Ibid, hal. 27. g. Hak dan kewajiban anggota Pembina, Pengurus dan Pengawas. h. Tata cara penyelenggaraan rapat organ Yayasan. i. Ketentuan mengenai perubahan Anggaran Dasar. j. Penggabungan dan pembubaran Yayasan. k. Penggunaan kekayaan sisa likuidasi atau penyaluran kekayaan setelah pembubaran. Sedangkan keterangan lain yang dianggap perlu memuat sekurang- kurangnya nama, alamat, pekerjaan, tempat dan tanggal lahir, serta kewarganegaraan Pendiri, Pembina, Pengurus dan Pengawas. Setelah Yayasan berdiri dengan ditandatanganinya Akta Pendirian Yayasan, bukan berarti Yayasan sudah dianggap sebagai subjek hukum berdiri sendiri. Hal ini dikarenakan Yayasan belum berbadan hukum sehingga tidak bisa dilekati dengan hak dan kewajiban. Berarti apabila Pengurus melakukan perbuatan sebelum akta pendiriannya disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM selanjutnya disebut Menkumham, maka menurut ketentuan Pasal 13 A UU Yayasan yang bertanggung jawab adalah Pengurus secara tanggung menanggung. Hal ini berarti masing-masing Pengurus secara pribadi yang bertanggung jawab secara hukum meskipun tindakan yang dilakukan untuk kepentingan Yayasan. Yayasan baru dapat memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian Yayasan memperoleh pengesahan dari Menteri. Pengesahan Menteri yang dimaksud ialah Menkumham. Berdasarkan Pasal 11 ayat 2 UU Yayasan, permohonan tersebut diajukan kepada Menkumham melalui Notaris yang membuat akta pendirian Yayasan. Hal ini dimaksud untuk mempermudah pelayanan kepada masyarakat dalam pengajuan permohonan pengesahan akta pendirian Yayasan di daerah. Adapun permohonan pengesahan tersebut diajukan secara tertulis kepada Menkumham. Ketentuan Pasal 11 Ayat 3 UU Yayasan menyebutkan, Notaris yang membuat akta pendirian Yayasan wajib menyampaikan permohonan pengesahan kepada Menkumham dalam waktu paling lambat 10 hari terhitung sejak tanggal akta pendirian Yayasan ditandatangani. Dalam permohonan pengesahan sebagai Badan Hukum Yayasan, ada beberapa persyaratan yang harus dilengkapi 69 a. Surat permohonan dari Notaris kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia cq. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum. : b. Salinan akta pendirian Yayasan bermaterai sebanyak dua eksemplar. c. Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP atas nama Yayasan yang dilegalisasi Notaris. d. Surat keterangan domisili Yayasan disertai alamat lengkap yang ditandatangani oleh Pengurus Yayasan dan diketahui oleh lurah atau kepada desa setempat yang dilegalisasi Notaris. e. Bukti penyetoran atau keterangan bank atas nama Yayasan atau pernyataan tertulis dari Pendiri yang memuat keterangan nilai kekayaan yang dipisahkan sebagai kekayaan awal untuk mendirikan Yayasan. f. Surat pernyataan Pendiri mengenai keabsahan kekayaan awal Yayasan tersebut. g. Bukti asli Pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak PNBP atas nama Yayasan untuk biaya pengesahan dan pengumuman Yayasan. Persyaratan-persyaratan tersebut dikirim kepada Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Dirjen AHU oleh Notaris yang membuat akta pendirian Yayasan. Setelah permohonan pengesahan diterima, Pasal 11 ayat 4 menyebutkan Menkumham dapat meminta pertimbangan dari instansi terkait dalam waktu maksimal tujuh hari sejak surat permohonan diterima secara lengkap. Instansi terkait yang dimaksud dapat dilihat dari kegiatan Yayasan dalam mencapai 69 Ibid, hal. 38. maksud dan tujuannya. Jika kegiatannya menyangkut bidang kesehatan, maka Menteri dapat meminta pertimbangan kepada Menteri Kesehatan. Jika bidang keagamaan, maka dapat meminta pertimbangan kepada Menteri Agama, dan sebagainya. Adapun pertimbangan dari instasi terkait bukanlah merupakan keharusan, apabila menurut pertimbangan Menkumham sudah dapat diberikan pengesahan. Pasal 12 ayat 2 menentukan penerimaan maupun penolakan permohonan dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 tiga puluh hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. Apabila Menkumham merasa perlu pertimbangan dari instansi terkait, Pasal 12 ayat 3 menentukan pengesahan diberikan atau ditolak dalam jangka waktu paling lambat 14 empat belas hari terhitung sejak tanggal jawaban atas permintaan dari instansi terkait diterima. Selanjutnya pasal 12 ayat 4 menentukan dalam hal jawaban atas pertimbangan tidak diterima, pengesahan diberikan atau ditolak dalam jangka waktu paling lambat 30 tiga puluh hari terhitung sejak tanggal permintaan pertimbangan disampaikan kepada instansi terkait. Apabila permohonan diterima, maka Menkumham memberikan pengesahan terhadap akta Pendirian Yayasan. Dan apabila permohonan tersebut ditolak, Pasal 13 ayat 2 mengatakan bahwa permohonan yang diajukan tidak sesuai dengan ketentuan UU Yayasan ataupun peraturan pelaksanaannya. Adapun penolakan ini, Menteri wajib memberitahukan secara tertulis, disertai alasan kepada pemohon mengenai penolakan pengesahan tersebut. Sebagai gambaran, alur pengesahan akta pendirian di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum sebagai berikut 70 a. Penerimaan berkas permohonan pengesahan akta pendirian Yayasan. : b. Berkas masuk ke Kepala Seksi Dokumentasi : 1 Cek nama. 2 Mengagendakan. 3 Kepala Seksi BHS mendistribusikan kepada korektor. c. Korektor membuat konsep surat keputusan atau konsep surat penolakan. d. Kepala Seksi BHS melakukan penelitian dan memaraf. e. Kasubdit badan hukum meneliti ulang dan paraf. f. Kepala Seksi Dokumentasi melakukan hal sebagai berikut : 1 Penomoran SK. 2 Pengetikan. 3 Pemanggilan. 4 Pengagendaan. g. Direktorat Perdata : 1 Surat penolakan ditandatangani, atau 2 SK untuk diparaf. h. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum: SK untuk ditandatangani. i. TU Perdata : 1 Penyerahan SK surat ke pemohon. 2 Pengiriman SK surat via pos. j. Penyerahan atau pengiriman kepada pemohon. Tahap akhir setelah Yayasan memperoleh status badan hukum ialah wajibnya diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI. Maksud dari pengumuman ini agar masyarakat mengetahui adanya pendirian sebuah Yayasan baru. Permohonan pengumuman dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia dapat diajukan secara langsung atau dikirim melalui surat tercatat. 70 Ibid, hal. 39. BAB IV TINJAUAN YURIDIS STATUS YAYASAN YANG DIDIRIKAN SEBELUM BERLAKUNYA UU NO. 16 TAHUN 2001 Jo UU NO. 28 TAHUN 2008 TENTANG YAYASAN STUDI KASUS DI YAYASAN PENDIDIKAN HARAPAN MEDAN

A. Gambaran Umum Tentang Yayasan Pendidikan Harapan Medan

1. Sejarah Pendirian

Orde baru yang lahir tahun 1966 menempatkan proyek pendidikan pada posisi teratas dalam proses pembangunan. Dalam kaitan ini, beberapa tokoh masyarakat Sumatera Utara melahirkan pemikiran untuk mendirikan suatu lembaga pendidikan. Ide pendirian lembaga pendidikan ini ialah 71 a. Untuk membantu Pemerintah menanggulangi pendidikan. : b. Perlu adanya pendidikan yang lebih baik bagi anak didik, dengan persyaratan : 1 Mempunyai corak bernafaskan agama Islam. 2 Mempunyai mutu pendidikan yang berkualitas. 3 Mengusahakan pembayaran yang semurah-murahnya. Ide tersebut dituangkan lebih lengkap dalam Anggaran Dasar Yayasan Pendidikan Harapan Yaspendhar sebagai maksud dan tujuan sebagai berikut : a. Membantu manusia susila yang berke-Tuhan-an Yang Maha Esa serta mempunyai keinsyafan bertanggung jawab terhadap usaha mewujudkan suatu masyarakat sejahtera berdasarkan ajaran Pancasila. b. Membantu Pemerintah dalam melaksanakanmempertinggi pendidikan, pengajaran dan penyebaran ilmu pengetahuan di kalangan anak didik 71 Yayasan Pendidikan Harapan, Pengabdian Yaspendhar Dalam Usaha Mencerdaskan Kehidupan Bangsa, Medan : Yaspendhar, 1992, hal. 1. khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya menuju tertib masyarakat ber-Pancasila, segala sesuatu dalam arti kata seluas-luasnya. Untuk mewujudkan maksud dan tujuan tersebut, disusunlah rencana usaha yang akan dilaksanakan, yaitu 72 a. Menerima anak didik sebanyak-banyak dengan tidak memandang perbedaan suku dan mempunyai kepercayaan berke-Tuhan-an Yang Maha Esa. : b. Membuka dan membangun taman-taman pendidikan atau rumah-rumah sekolah dari tingkat taman kanak-kanak sampai dengan tingkatan universitas. c. Memberikan subsiditunjangan belajar kepada pelajar-pelajar yang mempunyai bakat dan kecakapan guna melanjutkan pelajarannya ke tingkat yang lebih tinggi. d. Mengusahakan penerbitan, penerjemahan karya ilmiah serta bacaan lainnya yang bermanfaat bagi masyarakat. e. Mengadakan hubungan kerjasama, di bidang pendidikan dengan negara- negara sahabat dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan nasional dan mengorbankan kepribadian bangsa. f. Mengadakan research untuk kemajuan ilmu pengetahuan. Hasil rumusan dari pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh para tokoh masyarakat tersebut, disertai dengan usaha untuk mewujudkannya, telah menunjukkan titik cerah dengan diserahkannya izin pemakaian gedungtanah di Jl. Imam Bonjol No. 35 oleh Pemerintah cq Dep. P dan K kepada mereka. Gedung inilah yang dipergunakan oleh Yaspendhar dan belakangan diadakan perbaikan dan pembangunan baru. Gedung dan tanah ini mulanya merupakan bekas sekolah Oranye School, pemiliknya Medansche School Vereeniging dengan Hak Erfacht, kemudian setelah kembali ke Pemerintah gedung tersebut diserahkan kepada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan FKIP Negeri, Sekolah Hakim dan Djaksa 72 Yayasan Pendidikan Harapan, Perwujudan Visi Dan Misi Yaspendhar Membangun Kebersamaan Dan Profesionalisme Religius Dalam Menghadapi Tantangan Era Globalisasi, Medan : Yaspendhar, 2007, hal. 2. SHD, Sekolah Menengah Ekonomi Atas SMEA Negeri dan Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama PGSLP Negeri. Pada tahun 1958 gedung ini hanya diberikan kepada Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan IKIP Negeri dan akhirnya Institut Agama Islam Negeri IAIN 73 a. Raja Syahnan, S.H. . Setelah Pemerintah memindahkan sekolah-sekolah tersebut ke tempat lain yang lebih baik, pada tanggal 5 Januari 1967 diadakan serah terima kepada pihak Perguruan Harapan Berita Acara Serah Terima No. 53PerwDSkp67, masing- masing ditanda tangani oleh Alm. Bapak Moh. Alwi Oemry Kepala Perwakilan P dan K Sumatera Utara pada waktu itu dari pihak Pemerintah dan Bapak Raja Syahnan S.H., dari pihak perguruan Harapan. Setelah perguruan ini berjalan beberapa bulan, maka dibentuklah suatu Yayasan dengan nama Yayasan Pendidikan Harapan melalui akte No. 30 tgl. 30 Mei 1967 Notaris P. Batubara di Medan dengan para Pendiri sebagai berikut : b. Arifin Pulungan, S.H. c. Djafar Harahap d. Arifin Jonain Harahap e. T.M Hanafiah f. Drs. Sjoerkani g. Abdul Muluk Lubis h. Drs. Syiful A. Tanjung i. H.A Maradomsyah Siregar j. Wahid Lubis k. Rusli Idrus Kata “Harapan” mempunyai makna yang dalam, berupa harapan dari para Pendiri, agar melalui lembaga perguruan ini dapat dilahirkan manusia-manusia Indonesia yang berilmu amaliah dan beramal ilmiah untuk kebahagiaan dunia dan 73 Ibid. akhirat. Semboyan “iman, ilmu, amal” mengandung arti harapan terciptanya manusia yang penuh iman, mempunyai ilmu yang berkualitas dan dengan iman dan ilmu itu akan diamalkan bagi kepentingan negara, bangsa dan agama. 74

2. Kepengurusan

Setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 yang direvisi ke dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, Yayasan ini merubah nama menjadi Yayasan Pendidikan Harapan Medan dan telah disesuaikan dengan ketentuan UU Yayasan dan terus berjalan hingga sekarang yang memasuki umurnya yang ke 48 tahun. Di dalam akta Yayasan ditetapkan susunan Pengurus Yayasan untuk yang pertama sebagai berikut : a. Pelindung : 1. Letjen TNI A.J. Mokoginta 2. Mayjen TNI Kusno Utomo 3. Irjen Pol Abdul Rahman 4. Brigjen TNI P. Sobiran b. Penasihat : 1. Kol. Marah Halim Harahap 2. Kol. A. Manaf Lubis 3. Sutan Kumala Pontas c. Ketua Umum : Kol. Raja Syahnan d. Ketua I : Drs. Sjoerkani e. Ketua II : T.M. Hanafiah f. Ketua III : Letkol. Arifin Pulungan g. Sekretaris I : Rusli Idrus h. Sekretaris II : Mohammad Syahri, BA i. Bendahara I : Kol. A. Muluk Lubis j. Bendahara II : Letda Ponimin Barzach Dengan diberlakukan UU No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, Yaspendhar harus menyesuaikan dengan 74 Yayasan Pendidikan Harapan Medan, Terus Berkarya Menggapai Prestasi 45 Tahun Yaspendhar Medan , Medan : Yaspendhar, 2012, hal. 2. ketentuan yang berlaku, dan dalam penyesuaian UU Yayasan ini untuk yang pertama sekali terpilih sebagai Pembina, Pengurus dan Pengawas ialah sebagai berikut : PEMBINA a. Ketua Pembina : Hj. Siti Deliar b. Anggota :1 H. Rosma Arifin Pulungan 2 H. Linda Agum Gumelar 3 Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D 4 Ir.Alwin Sitorus PENGURUS a. Ketua Umum : Adi Putra Darmawan Tahir b. Ketua I : Dr. Aman Bhakti Pulungan, Sp.A c. Ketua II : H. Zulkifli Nasution, S.H., M.Hum d. Ketua III : Drs. H. Awaluddin Sibarani, M.Si e. Sekretaris I : Drs. H. Syarifuddin Alinafiah, M.Pd f. Sekretaris II : H. Syaiful Nahar, S.E, M.M g. Bendahara I : H. Ramadhan, S.E h. Bendahara II : Drs. Edy Zulfikar PENGAWAS a. Ketua : Hermansyur, S.E, M.Si b. Anggota : 1 Ir. H. Luswan Lubis 2 Dra. Tapi Rondang Ni Bulan, M.Si 3 H. Azmi Yuli, S.H 4 Dr. Dewi Raja Syahnan

3. Sekolah-Sekolah Dan Perguruan Tinggi

Gedung Yayasan Pendidikan Harapan Medan di Jalan Imam Bonjol Medan mempunyai tanah ±11.000 m2, merupakan kampus terpadu yang terdiri dari beberapa sekolah di bawah naungan Yayasan Pendidikan Harapan Medan. Di atas lahan ini telah berdiri beberapa bangunan yang berfungsi sebagai bangunan ruang sekolah, yaitu ruang belajar Taman Kanak-Kanak TK, Sekolah Dasar SD, Sekolah Menengah Pertama SMP, Sekolah Menengah Atas SMA dan Pendidikan Tinggi. Pada tahun 1996 Yayasan membeli sebidang tanah seluas 46742 m 2 yang berlokasi di Jalan Karya Wisata Ujung sekitar ±200 meter dari perbatasan kotamadya Medan. Belakangan areal tersebut diperluas lagi dengan membeli tanah di sekitarnya sehingga seluruhnya mencapai +6 ha. Mengingat begitu pesatnya jumlah peminat untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Harapan, Pengurus berinisiatif mencari lokasi untuk ruang belajar mahasiswa sehingga untuk sementara menyewa gedung SD Angkasa untuk beberapa tahun. Pada Juli 2002 Pengurus Yayasan berhasil menghubungi Perguruan Ksatria sebagai pemilik gedung sekolah Ksatria yang terletak di Jl. H.M Joni No. 70 Medan, dimana mereka bermaksud memindahkan lokasi mereka ke tempat lain. Setelah mengadakan pertemuan-pertemuan panjang akhirnya terdapat kesepakatan dimana pihak Yayasan Perguruan Ksatria mengalihkan Yayasan tersebut kepada pihak Yaspendhar Medan. Sesuai dengan Anggaran Dasar Yaspendhar Medan, usaha-usaha yang dijalankan Yaspendhar Medan terutama sekali ialah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para anak didik untuk memperoleh pendidikan. Karena itu Yayasan membuka secara bertahap sekolah TK sampai Perguruan Tinggi.

B. Status Yayasan Yang Didirikan Sebelum Berlakunya UU No. 16 Tahun

2001 Jo UU No. 28 Tahun 2004 Studi Kasus di Yayasan Pendidikan Harapan Medan 1. Status Yayasan Sebagai Badan Hukum Hakekat Pembangunan Nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Adapun tujuan pembangunan nasional tersebut adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata secara material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, sedangkan sasaran yang ingin dicapai dalam pembangunan di Indonesia adalah peningkatan pemerataan pembangunan beserta hasil-hasilnya. Pada awal-awal pembangunan dilaksanakan, peranan Pemerintah biasanya sangat dominan. Kegiatan pembangunan sebagian besar merupakan usaha Pemerintah, namun partisipasi masyarakat dalam usaha pembangunan sangat diperlukan, karena kurangnya partisipasi masyarakat maka banyak kasus menunjukkan rakyat menentang upaya pembangunan. Menggerakkan partisipasi masyarakat bukan hanya esensial untuk mendukung kegiatan pembangunan oleh Pemerintah, tetapi juga agar masyarakat berperan lebih besar dalam kegiatan yang dilakukan sendiri. Menjadi tugas penting Pemerintah untuk membimbing, menggerakkan dan menciptakan kegiatan yang mendukung pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat khususnya dalam bidang pendidikan. Upaya itu dilakukan melalui kegiatan pembangunan Pemerintah yang diarahkan untuk menunjang dan membuka sarana pendidikan bagi kegiatan masyarakat yang berarti membangun swadaya dan meningkatkan partisipasi masyarakat dengan mengutamakan kemandirian masyarakat. Peran Yayasan dipandang memberikan kontribusi yang tidak sedikit bagi upaya menghidupkan partisipasi masyarakat dalam bidang sosial, keagamaan dan kemanusian serta sebagai bentuk kepedulian masyarakat dalam pembangunan tersebut. Akan tetapi perkembangan Yayasan yang semakin meningkat tidak diseimbangi dengan kepastian hukum yang diberikan. Hal ini ditandai dengan tidak adanya hukum yang mengatur secara khusus mengenai Yayasan pada kala itu, sehingga mengakibatkan lemahnya kedudukan Yayasan di depan hukum. Dalam pergaulan hukum, manusia natuurlijk persoon bukanlah satu- satunya subjek yang dapat bertindak dalam hukum dan dapat dibebani hak dan kewajiban. Subjek hukum lain yang dapat melakukan perbuatan hukum dan dapat dibebani hak dan kewajiban seperti layaknya manusia ialah badan hukum rechtspersoon. Dalam perkembangannya di masa lalu kedudukan Yayasan sebagai badan hukum masih berjalan simpang siur. Apabila dilihat dari ciri-ciri Yayasan, terdapat cerminan dari suatu badan hukum di dalamnya. Beberapa keputusan Yurisprudensi Mahkamah Agung juga menyatakan Yayasan sebagai badan hukum. Akan tetapi tidak sedikit juga yang menyanggah suatu badan baru dapat mempunyai atribut sebagai badan hukum jika Undang-Undang menetapkan atau menyatakannya demikian. Sementara kepastian hukum yang ada pada Yayasan kala itu hanya berpegang pada kekuatan akta Notaris yang telah didaftarkan pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum dimana Yayasan berdomisili. Sehubungan belum adanya hukum formal yang mengaturnya, maka keberadaan Yayasan berjalan hanya berdasarkan pada pengakuan masyarakat dan yurisprudensi yang ada. 75 a. Bahwa Yayasan Dana Pensiun H.M.B. didirikan di Jakarta dengan nama “Stichting Pensiunfonds H.M.B. Indonesie” dan bertujuan untuk menjamin keuangan para anggotanya. Di negara kita Mahkamah Agung dalam putusannya tanggal 27 Juni 1973 No. 124 Ksip1973 telah mempertimbangkan kedudukan suatu Yayasan sebagai badan hukum. Dalam pertimbangan putusan tersebut Mahkamah Agung telah membenarkan putusan judex factie, sebagai berikut : b. Bahwa para anggotanya ialah pegawai NV. H.M.B. c. Bahwa Yayasan tersebut mempunyai Pengurus sendiri terlepas dari NV.H.M.B. dimana Ketua dan Bendahara dipilih oleh Direksi NV.H.M.B. d. Bahwa Pengurus Yayasan tersebut mewakili Yayasan di dalam dan di luar Pengadilan. e. Bahwa Yayasan tersebut mempunyai harta sendiri, antara lain harta benda hibah dari NV.H.M.B akta hibah. f. Bahwa dengan demikian Yayasan tersebut merupakan suatu badan hukum. 76 Dalam berbagai putusan Mahkamah Agung dapat dilihat putusannya telah mempertimbangkan kedudukan suatu Yayasan sebagai badan hukum. Dari putusan-putusan Pengadilan bisa dilahirkan norma-norma hukum, dalam arti bahwa suatu kejadian kasus yang sama seperti yang telah dimintakan putusan itu, apabila dikemudian hari diajukan lagi kepada Pengadilan, maka akan memperoleh suatu keputusan yang sama pula. 77 75 Hasil Wawancara dengan Bapak Awaluddin Sibarani, Ketua IV Yayasan Pendidikan Harapan Medan, pada tanggal 08 April 2015. 76 Gatot Supramono, Op.Cit, hal. 3. 77 Subekti, Bunga Rampai Ilmu Hukum, Bandung : Alumni, 1992, hal. 116. Apabila melihat pengertian dari badan hukum, Soebekti mengatakan badan hukum adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti menerima serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat dan menggugat di depan Hakim. Ada beberapa teori mengenai badan hukum yakni : a. Teori Fiksi Menurut teori ini, badan hukum semata-mata hanya buatan negara saja. Sebenarnya menurut alam hanya manusia yang berperan sebagai subjek hukum, tetapi orang menciptakan suatu pelaku hukum sebagai subjek hukum lain, yang sama dengan manusia itu sendiri. b. Teori Organ Dalam teori ini, badan hukum bukanlah suatu yang abstrak, melainkan suatu realita, sesuatu yang benar-benar ada dan bersifat sama dengan kepribadian alam manusia di dalam pergaulan hukum. c. Teori Harta Kekayaan Bersama Teori ini menganggap badan hukum adalah sebagai kumpulan manusia, yang mana kepentingan dari badan hukum tersebut adalah kepentingan seluruh anggota, dan pada hakikatnya hak kewajiban badan hukum ialah hak dan kewajiban anggota bersama. d. Teori Kekayaan Bertujuan Dalam teori ini hak-hak atas kekayaan dari suatu badan hukum terlepas dari perseorangan dan kekayaan tersebut terikat oleh suatu tujuan tertentu atau kekayaan itu mempunyai suatu tujuan. e. Teori Kenyataan Yuridis Menurut teori ini badan hukum ialah wujud yang nyata yang sama seperti manusia, karena badan hukum itu merupakan suatu realita. Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan di atas, dapat dilihat bahwa teori kekayaan bertujuanlah yang tepat bagi Yayasan. Kekayaan dari Yayasan bukanlah milik dari Pendiri maupun organ yang ada di dalamnya, melainkan milik dari ‘maksud dan tujuan’ Yayasan itu sendiri. Pada dasarnya teori-teori tersebut di atas berpusat pada dua pandangan, yaitu 78 a. Kelompok yang menganggap bahwa badan hukum adalah sebagai wujud yang nyata. : b. Kelompok yang menganggap bahwa badan hukum adalah wujud yang bukan nyata. Yang menganggap badan hukum sebagai wujud nyata artinya badan hukum dianggap identik dengan para Pengurusnya dan mereka inilah yang oleh hukum dianggap sebagai persoon. Sedangkan yang menganggap badan hukum sebagai wujud tidak nyata, berarti apabila badan hukum tersebut melakukan kesalahan, maka kesalahan itu ialah kesalahan manusia yang berada di belakangnya secara bersama-sama. 79 a. Adanya harta kekayaan yang terpisah dari kekayaan subjek hukum lainnya. Ada pun unsur-unsur dari badan hukum yaitu: b. Memiliki tujuan tertentu yang tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang- Undangan. c. Mempunyai hak dan kewajiban sendiri, dapat menuntutdituntut. d. Mempunyai organisasi teratur, yang tercermin dari ADART. 78 Handri Raharjo, Hukum Perusahaan, Yogyakarta : Yustisia, 2009, hal. 20. 79 Chidir Ali, Badan Hukum, Bandung : Alumni, 2014, hal. 42. Baik dari unsur tersebut di atas dan dari sudut pandang doktrin maupun yurisprudensi dapat dikatakan Yayasan adalah merupakan suatu badan hukum karena telah memenuhi syarat-syarat untuk dikatakan badan hukum. Sebuah badan maupun perkumpulan yang dinyatakan sebagai badan hukum secara tidak tegas, maka penetepannya sebagai badan hukum dapat ditentukan dengan melihat hukum-hukum yang mengaturnya, dan apabila dalam peraturan tersebut terdapat unsur badan hukum di dalamnya, maka badan atau perkumpulan itu ialah merupakan suatu badan hukum. Setelah keluarnya UU Yayasan, perdebatan mengenai status badan hukum Yayasan ini pun berakhir. Pasal 1 UU Yayasan menyatakan dengan jelas Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota. Yayasan diakui secara mutlak adalah sebagai badan hukum, yakni subjek hukum yang memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam melakukan perbuatan hukum seperti layaknya manusia. Hadirnya UU Yayasan ini tidak berarti eksistensi Yayasan-Yayasan yang sudah lama berdiri sebelum adanya hukum yang secara formal mengatur tentang Yayasan dilupakan. Hal ini terlihat dari pencantuman peraturan peralihan pada Undang-Undang tersebut. Peraturan Peralihan ini terdapat pada pasal 71 UU Yayasan menyatakan bahwa Yayasan lama Yayasan yang didirikan sebelum diundangkannya UU Yayasan pun juga tetap diakui dan berstatus sebagai badan hukum. Akan tetapi pemberian status badan hukum tersebut apabila Yayasan lama tersebut sudah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia ataupun yang sudah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin melakukan kegiatan dari instansi terkait. Apabila kedua syarat tersebut sudah dilewati oleh Yayasan lama tersebut, maka ia diakui sebagai badan hukum. Akan tetapi pengakuan Yayasan sebagai badan hukum ini diikuti dengan ketentuan dalam jangka waktu paling lambat 3 tiga tahun terhitung sejak tanggal UU Yayasan mulai berlaku, maka Yayasan tersebut wajib untuk menyesuaikan Anggaran Dasarnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang tersebut. Pemberian jangka waktu 3 tiga tahun ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada Yayasan tersebut untuk menentukan apakah akan meneruskan atau tidak keberadaan Yayasan. Apabila Yayasan tersebut diteruskan, dalam jangka waktu tersebut Yayasan wajib untuk menyesuaikan Anggaran Dasarnya. Apabila Yayasan yang telah didirikan sebelum keluarnya UU Yayasan belum didaftarkan di Pengadilan Negeri dan belum diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia ataupun belum didaftarkan di Pengadilan Negeri dan belum mendapat izin dari instansi terkait, Yayasan tersebut masih diberi kesempatan untuk memperoleh status badan hukum dengan cara menyesuaikan Anggaran Dasarnya sesuai dengan ketentuan UU Yayasan, dan diajukan kepada Menteri dalam jangka waktu paling lambat 1 satu tahun terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku. Akan tetapi realita yang terjadi di masyarakat masih banyak ditemukan Yayasan yang belum menyesuaikan Anggaran Dasarnya dan masih tetap beroperasi menjalankan kegiatannya. UU Yayasan sendiri telah memberi pernyataan tegas bahwa Yayasan yang tidak menyesuaikan Anggaran Dasarnya dalam jangka waktu yang telah diberikan, maka Yayasan tersebut tidak dapat menggunakan kata “Yayasan” lagi di depan namanya dan dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan. Apabila dilihat dari ketentuan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ada 2 dua macam bentuk Yayasan yaitu : a. Yayasan yang berstatus sebagai badan hukum, yakni Yayasan yang akta pendirian maupun perubahan Anggaran Dasarnya telah disahkan Menkumham dan telah diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. b. Yayasan yang tidak berstatus badan hukum, yakni Yayasan tersebut telah lepas atau membubarkan diri dari Yayasan menjadi bentuk lain seperti perkumpulan, persekutuan, dan lain-lain. c. Yayasan yang berstatus tidak jelas, yakni Yayasan yang masih belum menyesuaikan Anggaran Dasar maupun akta pendiriannya dan telah melewati tenggang waktu yang telah ditentukan, maka Yayasan tersebut tidak boleh menggunakan kata ‘Yayasan’ di depan namanya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dan berdasarkan data-data yang di dapat dari Yaspendhar Medan, Yayasan ini dahulu didirikan dengan nama Yayasan Pendidikan Harapan berdasarkan Akta Nomor 30, pada 30 Mei 1967 yang dibuat di hadapan Panusunan Batubara, Notaris di Medan, dengan perubahan terakhir Anggaran Dasar dibuat dengan akta Nomor 36 tanggal 18 Oktober 1989 yang mana perubahan ini telah didaftarkan di Pengadilan Negeri Medan di bawah Nomor 940Yy5Prub1989, pada 03 November 1989 dan telah mendapat izin dari instansi terkait. Yaspendhar sesuai dengan ketentuan pasal 71 ayat 1 butir b merupakan badan hukum karena telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin dari instansi terkait, dengan ketentuan wajib melakukan penyesuaian Anggaran Dasar dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Akan tetapi permohonan Akta Penyesuaian Anggaran Dasar Yaspendhar melalui Notaris Darmansyah Nasution, S.H., dikembalikan oleh Depkumham karena adanya kesamaan nama Yayasan dimana landasan larangan ini tercantum dalam Pasal 15 ayat 1 UU Yayasan yang melarang Yayasan memakai nama yang telah dipakai secara sah oleh Yayasan lain atau yang bertentangan dengan ketertiban umum danatau kesusilaan. Oleh karena adanya kesamaan nama tersebut, maka organ Yayasan mengadakan rapat kedua untuk mendiskusikan perubahan nama dan menyusun Anggaran Dasarnya kembali. Setelah Anggaran Dasar tersusun dan hendak dibuat aktanya kembali, ternyata batas waktu yang ditentukan untuk penyesuaian sudah lewat. Oleh karena hal tersebut, jalan yang dilakukan demi memperoleh status sebagai badan hukum ialah harus melaksanakan ketentuan Pasal 11 butir 1 tentang pendirian Yayasan. Yayasan Pendidikan Harapan Medan berdasarkan Akta Nomor 01 tanggal 02 Desember 2008 merupakan satu kesatuan, dan berhubungan dengan akta Yayasan Pendidikan Harapan yang terbit sebelumnya. Berdasarkan Akta Yayasan Pendidikan Harapan Medan Nomor 01 tanggal 02 Desember 2008 yang dibuat oleh Darmansyah Nasution, S.H., Akta Nomor 30 tanggal 30 Mei 1967 tentang pendirian Yayasan Pendidikan Harapan yang dibuat Panusunan Batubara jo. Akta Nomor 36 tanggal 18 Oktober 1986 tentang Penegasan Keputusan Rapat Badan Pengurus Yayasan Pendidikan Harapan yang dibuat Darmansyah Nasution, S.H., disebutkan di dalamnya, sehingga Akta Nomor 01 tanggal 02 Desember 2008 yang dibuat oleh Darmansyah Nasution, S.H., berhubungan dengan akta yang terbit dan disebut sebelumnya. Selanjutnya berdasarkan surat permohonan dari Notaris Darmansyah Nasution, S.H., nomor 53Not2008 tertanggal 03 Desember 2008 perihal permohonan pengesahan Anggaran Dasar Yayasan, dan setelah melalui pertimbangan terhadap Akta Pendirian Yayasan yang disampaikan kepada Depkumham, akta tersebut telah memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan, dan disahkan pada tanggal 05 Januari 2009 dengan nomor : AHU-14.AH.0104 tahun 2009. Dengan adanya pengesahan ini maka sudah jelaslah kedudukan Yaspendhar Medan sebagai badan hukum. Pengesahan yang dilakukan terlebih dahulu pada Depkumham ini dianggap perlu demi legalitas dari Yayasan tersebut, mengingat banyaknya Yayasan yang didirikan yang telah menyalahi fungsi dan tujuan yang semestinya dari Yayasan seperti yang tercantum dalam UU Yayasan. Jadi untuk menyesuaikan visi dan misi dari Yayasan secara Nasional, diperlukan kontak dari Depkumham sehingga jika ada Yayasan yang menyimpang dari aturan dapat dicabut izin kelolanya, mengingat prinsip dari Yayasan ini adalah nirlaba nonprofit oriented yang tidak mengutamakan keuntungan, tetapi bersifat sosial masyarakat. 80 Yayasan yang sudah tidak dapat menggunakan kata “Yayasan” di depan namanya diberi kesempatan untuk menyesuikan Anggaran Dasarnya apabila paling sedikit selama 5 lima tahun berturut-turut sebelum penyesuaian Anggaran Dasar masih melakukan kegiatan sesuai Anggaran Dasarnya dan Yayasan belum Akan tetapi yang terjadi di masyarakat, masih banyak ditemukan Yayasan yang belum melakukan penyesuaian terhadap Anggaran Dasar dan belum berstatus sebagai badan hukum. Terhadap Yayasan Pendidikan khususnya, Pemerintah masih memberikan izin operasionalkegiatan kepada sekolah di bawah naungan Yayasan yang belum berstatus badan hukum tersebut. Apabila melihat ketentuan pada Pasal 71 UU Yayasan atau Pasal 39 Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan selanjutnya disebut PP No.63 Tahun 2008, maka sudah pupuslah kesempatan Yayasan-Yayasan tersebut untuk menyesuaikan Anggaran Dasarnya. Akan tetapi setelah terbitnya Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas PP No. 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang- Undang tentang Yayasan selanjutnya disebut PP No. 2 Tahun 2013, yang mulai berlaku sejak tanggal 2 Januari 2013, Yayasan yang tidak dapat lagi menyesuaikan Anggaran Dasarnya dan tidak dapat lagi menggunakan kata “Yayasan” di depan namanya baik dia sudah atau belum berstatus badan hukum diberi kesempatan kembali untuk menyesuaikan Anggaran Dasarnya. 80 Hasil Wawancara, Op.Cit. pernah dibubarkan. Ketentuan ini tercantum di dalam Pasal 37A PP No. 2 Tahun 2013. Apabila dilihat dari ketentuan Pasal 37A, maka bagi Yayasan lama yang diakui sebagai badan hukum berdasarkan ketentuan Pasal 71 ayat 1 kembali dapat melakukan penyesuaian Anggaran Dasar sebagaimana ketentuan yang telah disebutkan tersebut. Akan tetapi yang menjadi pertanyaan selanjutnya, bagaimana dengan nasib Yayasan lama yang belum diakui sebagai badan hukum? PP No. 2 Tahun 2013 memberi jawabannya dengan menambah satu Pasal yakni Pasal 15A diantara Pasal 15 dan 16. Dengan hadirnya PP No. 2 Tahun 2013 ini, memberi peluang kembali kepada Yayasan lama yang belum menyesuaikan Anggaran Dasarnya sesuai ketentuan UU Yayasan untuk dapat melakukan penyesuaian Anggaran Dasar kembali dengan ketentuan-ketentuan yang telah disebut di atas. Hal ini berarti memungkinkan kembali bagi Yayasan lama untuk memperoleh status badan hukum yang sebelumnya tidak dapat lagi diperoleh. Akan tetapi suatu kontradiksi yang muncul pada peraturan ini, tidak jelas apakah maksud dari ketentuan Pasal-Pasal PP No. 2 Tahun 2013 merupakan bentuk perpanjangan waktu yang diberikan, mengingat masih banyaknya Yayasan yang belum menyesuaikan Anggaran Dasarnya atau meniadakan jangka waktu pada pasal 71 UU Yayasan. Apabila ketentuan tersebut merupakan bentuk dari perpanjangan waktu, lantas bagaimana status ketentuan waktu yang sudah ditetapkan dalam Pasal 71 UU Yayasan? Dan apabila ketentuan PP No. 2 Tahun 2013 ini meniadakan jangka waktu penyesuaian pada pasal 71 UU Yayasan, apakah PP No. 2 Tahun 2013 sebagai peraturan yang lebih rendah dapat mengenyampingkan atau merubah ketentuan UU Yayasan sebagai peraturan yang lebih tinggi? Terlepas dari permasalahan tersebut, yang perlu diperhatikan setelah Yayasan memperoleh status sebagai badan hukum ialah menjadikan Yayasan dapat diikati oleh hak dan kewajiban hukum yang dapat melakukan perbuatan- perbuatan hukum seperti halnya manusia sebagai subjek hukum lainnya. Salah satu contohnya ialah Yayasan dapat menjadi kreditor maupun debitur dalam utang piutang. Akan tetapi pemberian izin tersebut dimaksud untuk mengadakan kegiatan usaha dan memperoleh sisa hasil usaha adalah demi menjalankan kegiatan Yayasan untuk mencapai tujuannya, bukan sebagai kedok untuk mendapat keringanan dalam hal pajak atau tujuan yang mencemari didirikannya Yayasan. 2. Status Pembagian Harta Kekayaan Yayasan Karakteristik Yayasan sebagai wadah kegiatan yang bersifat non profit oriented semakin terlihat setelah diundangkannya UU Yayasan. UU Yayasan dengan jelas melarang pengalihan maupun pembagian terhadap kekayaan Yayasan baik secara langsung maupun tidak langsung, apakah dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium atau bentuk lainnya yang dapat dinilai dengan uang kepada organ Yayasan, yakni Pembina, Pengurus dan Pengawas. Larangan pembagian terhadap aset Yayasan kepada organnya tersebut kurang lebih untuk menjaga karakteristik dari Yayasan itu sendiri sebagai badan yang bersifat ideal yang pada hakikatnya tidak bertujuan untuk mengejar keuntungan. Dalam hal ini berarti organ Yayasan dalam mengelola Yayasan dituntut untuk berperan sebagai seorang sukarelawan yang bersedia bekerja menjalankan roda kegiatan Yayasan tanpa menerima gaji, upah, honor tetap atau imbalan apapun. Akan tetapi UU Yayasan tampaknya memberi pengecualian tersebut kepada Pengurus Yayasan yang bukan Pendiri atau tidak terafiliasi dengan Pendiri, Pembina dan Pengawas Yayasan yang melaksanakan kepengurusan secara langsung dan dengan waktu yang penuh. Bagi Pengurus seperti yang disebut di atas berhak mendapat gaji, upah maupun honorarium atas aset Yayasan tersebut. Sebelum diundangkannya UU Yayasan, banyak organ Pengurus yang mengalihkan aset Yayasan menjadi nama pribadi. Hal ini dikarenakan tidak adanya kontrol dari Pemerintah dan masyarakat khususnya, karena masyarakat sendiri tidak merasa dan tidak mengetahui mereka mempunyai hak untuk berkecimpung di dalamnya. Maka sejauh itu hanya Pengurus saja yang mengetahui perkembangan Yayasan itu sendiri, dan di samping itu pertanggungjawaban Pengurus hanya tergantung kepada Ketuanya saja. Jadi apabila Ketua setuju, maka tidak terjadi permasalahan. 81 Pada UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, pengalihan atau pembagian harta kekayaan Yayasan ini dilarang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada Pembina, Pengurus, Pengawas, karyawan atau pihak lain yang Lain halnya dengan UU Yayasan yang ada saat ini, dimana Pengurus dituntut untuk transparan dan profesional. 81 Ibid. mempunyai kepentingan terhadap Yayasan, dan kekayaan hasil likuidasi pun juga tercantum dalam larangan tersebut. Dalam pasal tersebut tidak disebutkan larangan pengalihan atau pembagian dalam bentuk apakah yang dimaksud. Apakah larangan ini termasuk dalam bentuk gaji, upah maupun honorarium, atau kekayaan hasil likuidasi. Jika diihat pada tujuan dan sifat dasar Yayasan dan dikaitkan pada larangan tersebut, maka dapat diartikan seorang yang menjadi Pembina, Pengurus dan Pengawas hendaklah merupakan seseorang yang memiliki ekonomi yang mapan karena dalam menjalankan kegiatan Yayasan ia tidak diberi imbalan apapun. Tapi apakah mungkin karyawan juga termasuk dalam larangan tersebut terlebih apabila pekerjaan tersebut ialah sumber penghasilan utama bagi mereka? Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Awaluddin, larangan ini tidak termasuk dalam bentuk gaji maupun tunjangan kepada karyawan. Bahkan dahulu sebelum dikeluarkannya revisi UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan pembagian dalam bentuk gaji atau tunjangan ini masih diberikan secara rata kepada organ Pengurusnya. Hal ini dikarenakan tidak adanya peraturan, apakah organ Yayasan dapat menerima uang Yayasan untuk dibagikan bersama bagi mereka. Pada prinsipnya kekayaan suatu badan hukum sudah terikat dengan tujuan dan maksud tertentu dari suatu badan hukum yang bersangkutan. Dengan kata lain kekayaan tersebut adalah milik ‘tujuan dan maksud’ dari sebuah badan hukum. Hal ini dapat dikaitkan dengan teori kekayaan bertujuan seperti yang telah disebutkan sebelumnya, maka dari itu kekayaan Yayasan hendaknya digunakan demi mencapai tujuan dan maksud dari Yayasan itu sendiri. Dalam Anggaran Dasar Yaspendhar Medan yang lampau, tercantum pada pasal 6 ayat 2 butir a bahwa Pengurus Harian dilarang mengalihkan hak milik Yayasan baik merupakan harta bergerak maupun tidak bergerak. Dilihat dari isi Pasal tersebut, Pengurus Harian hanya dilarang untuk mengalihkan kekayaan, tidak terdapat larangan mengenai pembagian atas kekayaan Yayasan dalam bentuk gaji atau tunjangan lainnya. Akan tetapi setelah adanya UU Yayasan dengan berpegang pada ketentuan Pasal 5, pemberian gaji, upah atau honorarium ini diberikan kepada Pengurus sesuai dengan ketentuan dalam pasal tersebut. Hal ini juga tercantum jelas dalam Pasal 13 ayat 4 Anggaran Dasar Yaspendhar Medan yang menyebutkan Pengurus sesuai dengan ketentuan pasal 5 ayat 2 diperbolehkan menerima gaji, upah atau honorarium. Selain itu larangan tegas pemberian gaji atau tunjangan Yayasan kepada Pembina dicantumkan dalam Pasal 7 ayat 5 Anggaran Dasar Yaspendhar Medan. Selanjutnya, apabila organ Yayasan melakukan pekerjaan untuk Yayasan, maka segala biaya atau ongkos yang dikeluarkan organ tersebut dalam melaksanakan pekerjaan tersebut harus diganti oleh Yayasan. Dilihat dari ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Anggaran Dasar Yaspendhar Medan tersebut, status pembagian harta kekayaan Yayasan dalam bentuk gaji, upah dan honorarium ialah sah, sesuai dengan ketentuan UU Yayasan. Dan apabila ketentuan-ketentuan yang dimaksud dilanggar, maka terdapat sanksi pidana berupa penjara paling lama 5 lima tahun beserta sanksi perdata yakni kewajiban mengembalikan uang, barang atau kekayaan yang dialihkan atau dibagikan kepada pihak-pihak yang bersangkutan.

C. Penyesuaian-Penyesuaian Yang Dilakukan Yayasan Atas Berlakunya UU

Dokumen yang terkait

Analisa Kecenderungan Kunjungan Pasien Rawat Jalan Tahun 1999 - 2003 untuk Meramalkan Kunjungan Pasien Rawat Jalan Tahun 2004 - 2008 di RSU Dr. Pirngadi Medan dengan Metode Deret Berkala

0 31 87

Implementasi UU No 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan Dalam Pengelolaan Yayasan Di Yayasan Pesantren Modern Daar Al-Uluum Asahan-Kisaran

4 85 114

Perubahan Akta Pendirian Yayasan Setelah Keluarnya Uu No 16 Tahun 2001 Jo Uu No 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan

4 107 145

Salinan UU 28 Tahun 2004 Perubahan UU 16 Tahun 2001 tentang Yayasan

1 1 12

Tinjauan Yuridis Tentang Status Yayasan Yang Didirikan Sebelum Berlakunya Uu No. 16 Tahun 2001 Jo Uu No. 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan (Studi Kasus Di Yayasan Pendidikan Harapan Medan)

0 0 9

Tinjauan Yuridis Tentang Status Yayasan Yang Didirikan Sebelum Berlakunya Uu No. 16 Tahun 2001 Jo Uu No. 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan (Studi Kasus Di Yayasan Pendidikan Harapan Medan)

0 0 1

Tinjauan Yuridis Tentang Status Yayasan Yang Didirikan Sebelum Berlakunya Uu No. 16 Tahun 2001 Jo Uu No. 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan (Studi Kasus Di Yayasan Pendidikan Harapan Medan)

0 0 17

Tinjauan Yuridis Tentang Status Yayasan Yang Didirikan Sebelum Berlakunya Uu No. 16 Tahun 2001 Jo Uu No. 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan (Studi Kasus Di Yayasan Pendidikan Harapan Medan)

0 0 33

Tinjauan Yuridis Tentang Status Yayasan Yang Didirikan Sebelum Berlakunya Uu No. 16 Tahun 2001 Jo Uu No. 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan (Studi Kasus Di Yayasan Pendidikan Harapan Medan)

0 0 3

UU No 16 2001 tentang Yayasan

1 0 23