Yayasan sejak awal didesain sebagai organisasi nirlaba yang tidak bersifat untuk mencapai keuntungan profit oriented sebagaimana badan usaha, seperti
PT, CV, Firma dan lain-lain.
4.
Yayasan tidak mempunyai anggota. Maksudnya, Yayasan tidak mempunyai semacam pemegang saham sebagaimana PT atau sekutu-sekutu dalam CV atau
anggota-anggota dalam badan usaha lainnya. Namun, Yayasan tentu saja digerakkan oleh organ-organ Yayasan, baik Pembina, Pengawas dan terlebih
lagi peran utama pengorganisasian Yayasan berada di tangan Pengurus dengan Pelaksana Hariannya.
B. Sejarah dan Perkembangan Yayasan di Indonesia
Yayasan sudah lama ada dan telah dikenal oleh manusia sejak awal sejarah. Yayasan dengan tujuan khusus pun seperti “keagamaan” dan
“pendidikan” sudah sejak lama pula ada. Para Pharaoh, lebih dari seribu tahun sebelum masehi, telah memisahkan sebagian kekayaannya untuk tujuan
keagamaan. Xenophon mendirikan Yayasan dengan cara menyumbangkan tanah dan bangunan untuk kuil bagi pemujaan kepada Artemis, pemberian makanan dan
minuman bagi yang membutuhkan, dan hewan-hewan korban. Pada tahun 347 sebelum masehi, sebelum menjelang kematiannya Plato memberikan hasil
pertanian dari tanah yang dimilikinya, untuk disumbangkan bagi akademia yang
didirikannya. Ini mungkin merupakan Yayasan yang pertama tercatat dalam sejarah.
18
Pada zaman klasik terdapat banyak Yayasan, yang walaupun ditemukan di dalam naskah dan sumber-sumber semacam “corpus iuris”, tetapi di dalam
“corpus iuris” sendiri jarang disebut, sehingga di abad pertengahan kurang berpengaruh.
19
Eksistensi Yayasan di Indonesia berawal dengan diberlakukannya Staatblad 1917 Nomor 12, yang mengatur tentang ketentuan penundukan diri bagi
golongan Bumiputera pada semua ketentuan Burgelijk Wetboek BW. Jadi untuk memahami tentang dasar hukum Yayasan maka perlu kita arahkan pandangan kita
pada hukum tentang Yayasan yang berlaku di Nederland. Perlu diketahui bahwa sejak tahun 1965, Nederland sudah mengubah dasar hukumnya Burgelijk
Wetboek bahkan untuk membentuk Yayasan yang sudah terdapat ketentuan khusus dalam BW-nya yang menggantikan Wet op de Stichtingen dari tahun 1954.
Sebelum tahun 1954 bisa dikatakan Nederland menghadapi keadaan yang sama seperti di Indonesia, artinya sebelum tahun 1954 tidak ada peraturan yang
mengatur hukum tentang Stichting, walaupun pada tahun 1873 dan 1925 oleh Nederlandse Juristenvereniging dan tahun 1919 dalam pra advice OUD telah
didesak untuk diberlakukannya peraturan tentang Stichtingen tetapi ternyata gagal juga. Dan dalam tahun 1937 diajukan lagi suatu rancangan peraturan tentang
Stichting tetapi belum juga berhasil. Bahkan dalam tahun 1948 rencana peraturan
18
Anwar Borahima, Op.Cit, hal. 10-12.
19
Ibid, hal. 12.
itu ditarik kembali dan diumumkan bahwa pengaturan Stichting akan bersama- sama dengan BW baru. Tahun 1954 diajukan lagi rancangan baru dan setelah
diadakan berbagai perubahan dalam rancangan, akhirnya pada tanggal 21 mei 1956 diberlakukan Wet op de Stichtingen Stb, Nomor: 327.
20
Sering kali manusia tidak dapat memperoleh hak-haknya yang paling asasi sekalipun. Disini timbul pertanyaan, siapa yang akan memenuhi hak-hak manusia
yang paling asasi itu. Hak selalu dihubungkan dengan kewajiban. Dalam hubungan inilah Pendiri dan Pengurus Yayasan mempunyai tanggung jawab
sosial dari hati nurani mereka ketika melihat manusia yang menderita. Tanggung jawab sosial ini bukan merupakan belas kasihan atau amal charity. Manusia
melakukan pekerjaan sosial bukan saja untuk kepentingan sesama, tapi juga untuk dirinya sendiri. Hal ini mengakibatkan manusia bukan lagi “homo homini lupus”,
melainkan “homo homini socius”. Masyarakat Indonesia pada masa lalu memiliki banyak permasalahan,
khususnya dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar, sumber kehidupan yang cukup, atau kesempatan memperoleh pendidikan yang layak. Pada stuktur
pendidikan khususnya, untuk menciptakan generasi muda yang berbobot dibutuhkan sarana pendidikan formal untuk membimbing para calon pemimpin di
masa depan dengan pendidikan yang layak dan mencukupi.
21
20
Rochmat Soemitro, Hukum Perseroan terbatas, Yayasan dan Wakaf, Bandung : Eresco, 1993, hal. 159-160.
21
Chatamarrasjid Ais, Badan Hukum Yayasan, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2006, hal. 122.
Jelas disini bahwa Pendiri dan Pengurus Yayasan mempunyai tanggung jawab sosial, sekaligus tanggung jawab moral. Dari sudut pandang moral, maka
tanggung jawab sosial itu merupakan suatu kewajiban. Kewajiban ini sebenarnya juga berada di pundak semua orang yang mampu. Salah satu definisi Yayasan
yang lain adalah sarana atau tempat dimana golongan kaya memberikan sumbangannya bagi kepentingan umum.
22
Jika kembali menelusuri sejarah Yayasan, maka terlihat bahwa sebenarnya cikal bakal Yayasan ini telah lama dikenal di Indonesia. Cikal bakal dari Yayasan
adalah wakaf yang telah lama dikenal oleh orang Indonesia yang beragama Islam. Namun Yayasan ini bukan merupakan lembaga hukum asli bangsa Indonesia.
Pada abad ke-17, tepatnya pada tahun 1676, sebelum masuknya agama Islam di Sulawesi Selatan belum dikenal adanya Yayasan. Namun demikian telah ada
bentuk kerja sama yang dikenal dengan istilah “Gaddong” yang bersifat badan Maksud dan tujuan sosial dari Yayasan inilah yang membuat
perkembangan Yayasan di Indonesia berlangsung dengan pesat. Banyaknya ditemukan Yayasan yang didirikan di seluruh penjuru kota di Indonesia dengan
segala macam aturan yang diterapkan dalam pengelolaannya, dikarenakan pada kala itu Yayasan masih didasarkan atas kebiasaan-kebiasaan yang berlangsung
disekitarnya. Hal ini yang membuat aturan yang diterapkan pada suatu Yayasan tergantung pada kebiasaan di lingkungan masing-masing Yayasan.
22
Ibid.
hukum privat, sedang badan hukum publik adalah persekutuan masyarakat itu sendiri.
23
Ketiadaan ketentuan yang mengatur secara khusus terhadap Yayasan tersebut, bukan berarti selama ini di Indonesia tidak ada sama sekali upaya untuk
membuat peraturan tentang Yayasan. Sejak masa pemerintahan Soeharto telah diajukan suatu Rancangan Undang-Undang disebut Rancangan Undang-Undang
tentang Yayasan. Kemudian pada masa pemerintahan B.J. Habibie telah diajukan pula rancangan tersebut dengan nama Rancangan Undang-Undang tentang
Yayasan dan Perkumpulan, dan yang terakhir pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid telah diajukan lagi Rancangan Undang-Undang yang diberi
nama Rancangan Undang-Undang tentang Yayasan. Ketiga Rancangan Undang- Undang tersebut hingga pertengahan tahun 2001, belum disahkan menjadi
Undang-Undang. Umumnya di Indonesia Yayasan didirikan oleh beberapa orang atau dapat
juga oleh seorang saja, dengan memisahkan suatu harta dari seorang atau beberapa orang pendirinya, dengan tujuan sosial yang tidak mencari keuntungan.
Yayasan mempunyai Pengurus yang diwajibkan mengurus dan mengelola segala sesuatu yang bertalian dengan kelangsungan hidup Yayasan. Dan umumnya
Pendiri merupakan donatur, sekaligus sebagai Pengurus, sehingga betul bertanggung jawab atas kelangsungan Yayasan.
24
23
Anwar Borahima, Op.Cit, hal. 15.
24
Ibid, hal. 14.
C. Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Tentang Yayasan