yang bubar tersebut. Yang menjadi pertanyaan, yang dimaksudkan Negara ini kepada siapa? UU Yayasan tidak memberi penjelasan terhadap hal ini.
Gatot Supramono mengatakan, “oleh karena tidak ada penjelasan Undang- Undang mengenai hal ini, maka dapat dikatakan kekayaan ini diserahkan kepada
Departemen Sosial, dan departemen ini harus mencatat dalam buku register tentang hal tersebut, kemudian di waktu mendatang mempergunakan kekayaan
tersebut sejalan dengan maksud dan tujuan Yayasan yang telah bubar.”
45
BAB III TINJAUAN UMUM PENDIRIAN YAYASAN
A. Tujuan Pendirian Yayasan
Setiap organisasi termasuk Yayasan, memiliki tujuan yang spesifik dan unik yang dapat bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Tujuan yang bersifat
kuantitatif mencakup pencapaian laba maksimum, pertumbuhan organisasi dan produktivitas. Sementara tujuan kualitatif dapat disebutkan sebagai efisiensi dan
efektivitas organisasi, manajemen organisasi yang tangguh, pelayanan kepada masyarakat ataupun citra perusahaan.
46
45
Ibid, hal. 157.
46
Indra Bastian, Akuntansi Yayasan dan Lembaga Publik, Jakarta: Erlangga, 2007, hal. 2.
Tujuan itu sendiri adalah suatu hasil akhir atau segala sesuatu yang akan dicapai yang disebut dengan “sasaran” atau “target”. Kedua istilah ini digunakan
dalam pengertian yang sama untuk menunjukkan hasil akhir yang akan dicapai. Keduanya mempunyai nilai orientasi dan kondisi yang diinginkan, terutama
peningkatan prestasi organisasi.
47
Yayasan tidak dibenarkan bertujuan untuk yang bersifat komersial, melainkan mencapai tujuan yang ideal. Setelah adanya UU Yayasan, tujuan ideal
tersebut diklasifikasikan dalam bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Yayasan untuk mencapai maksud dan tujuan didirikannya, dapat
Tujuan Yayasan dapat diarahkan kepada pencapaian sesuatu di lapangan kesejahteraan umum atau sesuatu di lapangan kepentingan umum. Di sisi lain,
tujuan itu dapat terbatas, hanya untuk golongan tertentu saja tanpa menyebut nama per individu, melainkan hanya disebut menurut golongannya ataupun nama
jenisnya, misalnya untuk kepentingan para tunatetra, para karyawan, pembangunan sekolah di suatu tempat tertentu ataupun untuk kepentingan anak-
cucu keturunan dari pendirinya. Pada hakikatnya, pendirian Yayasan dimaksud demi kepentingan suatu
kelompok atau anggota masyarakat di luar Yayasan, apabila kelompok atau anggota masyarakat tersebut memang membutuhkan bantuan, sehingga pendirian
Yayasan tidak memiliki tujuan untuk mencari keuntungan bagi Pendiri atau Pengurus-Pengurus Yayasan.
47
Ibid, hal. 3.
menyelenggarakan kegiatan-kegiatan. Kegiatan tersebut dapat bersifat kumulatif mencakup semua atau bersifat opsional pilihan-pilihan saja. Kegiatan-kegiatan
tersebut ialah sebagai berikut : 1.
Bidang Sosial : a.
Lembaga formal dan nonformal. b.
Panti asuhan, panti jompo. c.
Rumah sakit, poliknik dan laboraturium. d.
Pembinaan olahraga. e.
Penelitian di bidang ilmu pengetahuan. f.
Studi banding. 2.
Bidang Kemanusiaan : a.
Memberikan bantuan kepada korban bencana alam. b.
Memberikan bantuan kepada pengungsi akibat perang. c.
Memberikan bantuan kepada tunawisma, fakir miskin dan gelandangan. d.
Mendirikan dan menyelenggarakan rumah singgah dan rumah duka. e.
Memberikan perlindungan konsumen. f.
Melestarikan lingkungan hidup. 3.
Bidang Keagamaan : a.
Mendirikan sarana ibadah. b.
Menyelenggarakan pondok pesantren dan madrasah. c.
Menerima serta menyalurkan amal, zakat, infak dan sedekah. d.
Meningkatkan pemahaman keagamaan. e.
Melaksanakan syiar agama.
f. Studi banding keagamaan.
Salah satu ciri Yayasan yang bertujuan sosial dan kemanusiaan adalah keterbukaan. Keterbukaan ini diharapkan dapat diperoleh dari laporan tahunan
dan pemeriksaan yang dilakukan terhadap Yayasan. Pemeriksaan terhadap Yayasan perlu dilakukan agar penyimpangan Yayasan dari tujuan semula yang
bertujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan dapat segera diluruskan dan dikembalikan pada jalur yang seharusnya. Pemeriksaan dilakukan untuk
memperoleh data dalam hal timbul dugaan bahwa organ Yayasan melakukan perbuatan melawan hukum atau melakukan sesuatu yang bertentangan dengan
Anggaran Dasar Yayasan.
48
Ada beberapa kepentingan tersembunyi dari orang yang terlibat dalam Yayasan yang menyimpang sebelum berlakunya UU Yayasan, diantaranya
Sebelum diundangkannya UU Yayasan, seringkali Yayasan ditujukan menyimpang dari tujuan dasarnya sebagai wadah untuk mengakomodasi
kepentingan masyarakat. Tujuan yang sudah tertera dalam Anggaran Dasar kadang kala diabaikan oleh pihak-pihak yang lebih mementingkan kepentingan
individualnya dengan melakukan usaha layaknya badan usaha yang bertujuan mengejar keuntungan dengan berbagai tindakan yang bertentangan dengan hukum
dan kepentingan umum.
49
1. Ingin menambah pundi-pundi keuangan pribadi. Dalam hal ini tujuan Yayasan
yang awalnya adalah untuk kegiatan sosial dan kemanusiaan diselewengkan untuk mengejar profit sebanyak-banyaknya, sehingga Yayasan diperalat untuk
memperkaya diri. :
2. Menghindar dari kewajiban pajak, karena Negara memberikan keringanan pada
Yayasan dalam hal membayar pajak. 3.
Untuk memuluskan pengurusan izin usaha pribadinya di birokrasi Pemerintah. 4.
Untuk mendapatkan berbagai fasilitas dari Negara.
48
Chatamarrasjid Ais, Op.Cit. hal. 25.
49
Rita M, Risiko Hukum Bagi Pembina, Pengawas Pengurus Yayasan, Jakarta : Forum Sahabat, 2009, hal. 54-55.
Permasalahan seperti yang disebut di atas belum dapat teratasi secara tuntas di masa lalu mengingat dari segi administrasi pendaftaran tidak ada
kewajiban Yayasan untuk melakukan pendaftaran ke salah satu instansi Pemerintah, sehingga pihak Pemerintah tidak dapat melakukan pengawasan
terhadap kegiatan Yayasan yang berdiri tersebut. Selain itu tidak ada juga kewajiban bagi Yayasan untuk mengumumkan laporan tahunan dengan menempel
di papan pengumuman Yayasan atau diumumkan melalui surat kabar, sehingga masyarakat tidak dapat mengetahui kondisi Yayasan. Selain itu masalah tersebut
belum dapat diselesaikan secara hukum karena belum ada hukum positif mengenai Yayasan sebagai landasan yuridis penyelesaiannya.
Selain itu adanya asumsi bahwa Yayasan merupakan subjek bebas pajak tidak dapat diterima, karena sebelum lahirnya UU Yayasan sudah ada beberapa
peraturan yang mengatur subjek dan objek pajak Yayasan, dan terdapat pula kewajiban bagi Yayasan yaitu :
1. Yayasan atau organisasi yang sejenis diwajibkan menyelenggarakan
pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan KUP beserta peraturan pelaksananya.
2. Yayasan atau organisasi yang sejenis wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan SPT Tahunan dan SPT masa Pajak Penghasilan PPh sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Oleh karena banyaknya Yayasan-Yayasan yang berjalan tidak sesuai dengan maksud dan tujuannya di masa lalu, Pemerintah mengambil jalan keluar
dengan menerbitkan UU No. 16 Tahun 2001 jo UU No. 28 Tahun 2004 tentang
Yayasan, demi memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat mengenai Yayasan, dan menjamin kepastian dan ketertiban hukum serta mengembalikan
fungsi Yayasan sesuai dengan jalurnya. Selanjutnya adapun dalam rangka menjalankan kegiatannya demi
mencapai tujuan, Yayasan tentu membutuhkan dana untuk membiayai kegiatannya. Perolehan dana ini dapat berupa bantuan-bantuan atau sumbangan
sukarela dari negara, masyarakat, atau pihak lain yang tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan. Hal ini membuat Yayasan seolah-olah
berkegantungan pada sumbangan-sumbangan yang diberikan para sukarelawan dan membuat Yayasan cenderung kurang mandiri dalam menjalankan
kegiatannya. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan-tujuan sosial yang dimiliki oleh
Yayasan, Yayasan dapat menjalankan atau melaksanakan kegiatan usaha yang memiliki sifat komersial, baik dalam mendirikan badan usaha maupun ikut serta
dalam suatu badan usaha lainnya
50
1. Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan
maksud dan tujuan Yayasan. . Pasal 3 ayat 1 UU Yayasan juga memberi
kesempatan pada Yayasan dengan menyebutkan, Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara
mendirikan badan usaha atau ikut serta dalam suatu badan usaha. Akan tetapi Pasal 7 UU Yayasan membatasinya dengan menyatakan bahwa :
50
Dijan Widijowati, Hukum Dagang, Yogyakarta : Andi, 2012, hal. 99.
2. Yayasan dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang
bersifat prospektif dengan ketentuan seluruh pernyataan tersebut paling banyak 25 dua puluh lima persen dari seluruh nilai kekayaan Yayasan.
3. Kegiatan usaha dari badan usaha yang didirikan tersebut ataupun dimana
Yayasan melakukan penyertaan harus tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, atau Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
4. Anggota Pembina, Pengurus dan Pengawas Yayasan dilarang merangkap
sebagai Anggota Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas dari badan usaha yang didirikan tersebut.
Pemberian kesempatan pada Yayasan dalam mendirikan badan usaha ini menimbulkan pertanyaan apakah boleh bagi Yayasan untuk mendirikan badan
usaha dan melakukan kegiatan bisnis, apalagi mengingat tujuan dasar Yayasan ialah bersifat ideal. Pada masa lalu sebelum diundangkannya UU Yayasan, tidak
ada peraturan yang melarang bagi Yayasan untuk mendirikan badan usaha. Meskipun tidak ada satu pun peraturan yang melarang, akan tetapi terdapat
pedoman oleh Departemen Kehakiman pada saat itu, dimana Yayasan diperkenankan melakukan bisnis hanya sebesar 10 dari modal yang ditempatkan
dalam suatu perusahaan. Jumlah 10 itu dimaksudkan agar kemurnian Yayasan sebagai institusi
yang berwatak sosial dapat terus dijaga. Dengan kata lain, supaya Yayasan cuma menanam modal dan tidak mengeksploitasi perusahaan. Akan tetapi Menteri
Kehakiman pada waktu itu kurang setuju dengan jumlah tersebut, sehingga
ditingkatkan menjadi 20, bahkan perkembangan selanjutnya diperkenankan 100.
51
Selama ini Yayasan dianggap sebagai organisasi nirlaba yang sama sekali tidak boleh mencari keuntungan nonprofit oriented. Pengertian “nirlaba” non-
for-profit sering disalah artikan bahwa Yayasan tidak boleh mencari keuntungan, tidak boleh menjalankan usaha dan tidak boleh bersifat komersial. Makna
sebenarnya dari “nirlaba” adalah Yayasan tidak membagikan laba atau keuntungan yang diperolehnya karena Yayasan tidak mempunyai pemilik ataupun
anggota. Selain itu Pasal 3 UU Yayasan juga memperbolehkan Yayasan melakukan
kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha atau ikut serta dalam suatu badan usaha. Tidak terdapat
penjelasan pada Pasal tersebut, akan tetapi dalam UU Yayasan Nomor 28 Tahun 2004 terdapat penambahan penjelasan yang sebelumnya tidak disebutkan dalam
UU Yayasan yang lalu bahwa ketentuan tersebut dimaksud untuk menegaskan bahwa Yayasan tidak digunakan sebagai wadah usaha dan Yayasan tidak dapat
melakukan kegiatan usaha secara langsung, tetapi harus melalui badan usaha yang didirikan atau melalui badan usaha lain dimana Yayasan menyertakan
kekayaannya.
52
Mendirikan badan usaha artinya mendirikan perusahaan. Yayasan mendirikan perusahaan, dengan maksud perusahaan itu yang mencari keuntungan.
51
Anwar Borahima, Op.Cit, hal. 122.
52
Panggabean, Praktik Pengadilan Menangani Kasus Aset Yayasan Dan Upaya Penanganan Sengketa Melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta : Permata Aksara,
2012, hal. 74.
Yayasan mencari keuntungan melalui perusahaan yang didirikan, dan hanya berkedudukan sebagai Pendiri perusahaan. Yayasan dilarang mengurus atau
mengelola langsung perusahaan, melainkan perusahaan diurus oleh pihak lain dalam menjalankan usahanya.
53
Dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan mengatur bahwa setiap perusahaan diwajibkan untuk melakukan
pendaftaran perusahaan di Departemen Perdagangan. Dengan kewajiban tersebut jika tidak dilakukan pendaftaran, maka mempunyai akibat hukum bagi perusahaan
itu sendiri. Bagi Firma maupun CV, berakibat kedua perusahaan tersebut statusnya menjadi Persekutuan Perdata. Dan bagi Yayasan karena bukanlah
perusahaan, apabila tidak melakukan pendaftaran, maka tidak berakibat hukum apapun.
Larangan terhadap Pembina, Pengurus dan Pengawas Yayasan untuk tidak merangkap jabatan ini untuk menghindari
terjadinya perbenturan waktu dalam menjalankan tugas dan kecenderungan pihak Yayasan lebih condong mengurus perusahaan karena imbalannya lebih tinggi
dibandingkan mengurus Yayasan. Hal ini dapat berakibat Yayasan tidak terkontrol secara penuh dan dikhawatirkan dapat menjadikan Yayasan tidak dapat
mencapai tujuannya.
54
Tidak dapat dipungkiri banyak Yayasan yang tidak murni sebagai nonprofit oriented, tetapi sudah mengarah pada tujuan komersial. Bahkan ada beberapa
lembaga yang berlabel Yayasan, padahal isinya Koperasi atau Perusahaan. Untuk
53
Gatot Supramono, Op.Cit, hal. 113.
54
Ibid, hal. 112.
mengetahui Yayasan tersebut berbisnis atau tidak, dapat dilihat dari unsur-unsur perusahaan.
Perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, bertindak keluar, untuk memperoleh penghasilan, dengan cara
memperdagangkan atau menyerahkan barang atau mengadakan perjanjian perdagangan.
55
Secara umum tujuan pendirian perusahaan dapat dibedakan menjadi tujuan ekonomis dan tujuan sosial. Tujuan ekonomis berkenaan dengan upaya
perusahaan untuk mempertahankan eksistensinya. Dalam hal ini perusahaan berupaya menciptakan laba, ataupun menciptakan pelanggan. Sedangkan untuk
tujuan sosial, perusahaan diharapkan untuk memperhatikan keinginan investor, karyawan, maupun masyarakat luas.
56
Meskipun disadari bahwa keuntungan bukanlah satu-satunya tujuan perusahaan, tetapi tujuan-tujuan lain hanya akan tercapai jika perusahaan mampu
tetap hidup berkembang dan memperoleh keuntungan. Untuk keperluan tersebut perusahaan harus diorganisir dan dijalankan dengan baik.
57
Apabila dikaitkan dengan usaha-usaha Yayasan, maka dapat dikatakan bahwa Yayasan tersebut telah menjalankan perusahaan. Walaupun Yayasan
menjalankan perusahaan, tetapi usaha Yayasan itu adalah bukan untuk profit semata, melainkan keuntungan yang didapatkan itu ditujukan untuk kemanfaatan
benefit. Dengan kata lain, jika Yayasan berbisnis maka bisnis Yayasan bukan merupakan tujuan utama, melainkan hanya alat untuk mencapai tujuan.
58
Sebelum disahkannya UU Yayasan, bila Yayasan ingin melakukan kegiatan usaha, cara yang ditempuh adalah dengan memasukkan nama-nama
pribadi untuk mewakili Yayasan dalam suatu perusahaan. Dalam perkembangannya Yayasan diperkenankan melakukan inventasi 20 agar
Yayasan hanya menanam modal tanpa mengatur perusahaan. Setelah
55
Ibid.
56
M.Fuad, Pengantar Bisnis, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2006, hal. 22.
57
Ibid, hal. 23.
58
Anwar Borahima, Op.Cit, hal. 154.
diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas UUPT menyebabkan perkembangan peningkatan penanaman modal
hingga 45 empat puluh lima persen, dan terus meningkat hingga Yayasan diperkenankan untuk mendirikan PT.
59
Terlepas dari itu semua, perlu ditambahkan bahwa Yayasan memperoleh berbagai fasilitas atau kemudahan karena ia bertujuan sosial dan kemanusiaan.
Tujuan sosial yang dimiliki Yayasan, yaitu untuk menyejahterahkan masyarakat pada umumnya telah menyebabkan negara yang telah dibantu dalam menjalankan
kewajibannya memberikan fasilitas dan kemudahan pada Yayasan. Yayasan telah membantu Pemerintah dalam berbagai bidang seperti bidang pendidikan,
kesehatan, memelihara fakir miskin, dan sebagainya. Sebaliknya, Pemerintah Setelah diundangkannya UU Yayasan, terdapat penegasan dalam Pasal 7
ayat 2 yang menyebutkan Yayasan dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang bersifat prospektif dengan ketentuan seluruh penyertaan
tersebut paling banyak 25 dua puluh lima persen dari seluruh nilai kekayaan Yayasan.
Seandainya Yayasan memiliki cukup dana untuk mencapai tujuan sosial dan kemanusiannya, dengan sendirinya Yayasan tersebut tidak perlu melakukan
kegiatan usaha. Di Inggris ada lembaga-lembaga yang khusus menghimpun dana untuk diberikan kepada Yayasan sehingga Yayasan yang dibantu tidak perlu
melakukan kegiatan usaha atau dengan perkataan lain hanya melakukan kegiatan sosial semata-mata.
59
Chatamarrasjid Ais, Op.Cit, hal. 91.
telah memberikan berbagai kemudahan seperti dalam hal permodalan, perpajakan, dan lain-lain.
60
B. Jangka Waktu Pendirian Yayasan