Kelemahan dan kekurangan SKB 5 Menteri Kesimpulan

dari manusia yang tidak dapat diganggu gugat. Sehingga pemberlakuan SKB tersebut kurang memperhatikan kebebasan untuk beribadah.

D. Kelemahan dan kekurangan SKB 5 Menteri

Menurut Menakertrans Erman Suparno, pengalihan hari kerja dengan tetap masuk pada hari Sabtu dan Minggu lebih pada esensi pengaturan waktu libur pekerja dan menyeimbangkan surplus listrik. Dengan dalih pengalihan beban listrik nasional, kalangan industri di Jawa-Bali diberi ‘keistimewaan’ untuk menggeser hari liburnya dari sabtu dan minggu menjadi hari lain hari kerja biasa. Bagi kalangan industri, baik pengusaha maupun karyawan buruh hal ini menimbulkan masalah baru. Salah satunya adalah belum adanya kesepakatan mengenai status hari sabtu dan minggu sebagai hari yang di hitung overtime atau tidak. Sementara rencana Menakertrans mengeluarkan surat edaran mengenai pengalihan jam kerja sabtu minggu yang tidak dihitung sebagai lembur akan ‘bertabrakan’ dengan PP 81981 yang menegaskan bahwa - bekerja pada hari sabtu dan minggu akan dihitung lembur. Disamping itu SKB 5 Menteri ini juga membatasi kebebasan untuk menjalankan ibadah bagi umat tertentu. Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia yang terdapat pada pasal 4 yang bunyinya ”Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun”, yang di dalamnya terdapat hak untuk beragama. Disamping itu dalam SKB 5 Menteri tersebut tidak di jelaskan secara terperinci apakah karyawan tersebut masuk kerja seperti ketentuan pada hari kerja dan selesai kerja pada jam kerja pada hari normal atau ada pengaturan tertentu seperti shifting.

E. Kesepakatan Kerja antara Serikat Buruh dan Majikan dalam Solusi SKB 5

Menteri. Surat Keputusan Bersama SKB lima menteri tentang pengalihan jam kerja industri dinilai berpotensi menimbulkan kerawanan sosial. Hal ini di karenakan, SKB itu seakan-akan membenturkan antara pekerjaburuh dan pengusaha, karena pengalihan jam kerja ke hari SabtuMinggu jelas harus dengan upah lembur, sementara pengusaha sangat berat memenuhinya. Serikat buruh di Banten menyatakan, bahwa dengan dikeluarkan Surat keputusan bersama SKB 5 Menteri Kabinet Indonesia Bersatu KIB telah menganggu kenyamanan pekerja yang saat ini bekerja di perusahaan dan merugikan seluruh pekerja. Menurut Ketua Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia SBSI Banten, Sumantri, kebijakan pengalihan waktu kerja dari hari biasa ke hari libur dan tidak dihitung sebagai lembur sangat merugikan pekerja. Sebelumnya apabila pekerja lembur dihari sabtu dan minggu maka akan mendapatkan upah, tapi sekarang pekerja diliburkan disaat hari biasa. Selain itu, dengan adanya pengalihan waktu libur membuat dampak psikologis pekerja yang saat ini masih terauma akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak BBM beberapa waktu lalu oleh pemerintah pusat. Menurut Sumantri, Ketua Konfederasi Serikat Buruh sejahtera Indonesia, Pemberlakuan SKB 5 Menteri mengenai jam kerja yang akan efektif pada tanggal 21 Juli mendatang ini menambah sulit ekonomi pekerja.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari Uraian bab-bab terdahulu dalam penulisan skripsi ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 2. SKB 5 Menteri ini melanggar Pasal 85 Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003. 3. Dalam Undang-Undang Hak Asasi Manusia Nomor 39 Tahun 1999 pasal 38 ayat 4 yang berbunyi : Setiap Orang, baik pria maupun wanita dalam melakukan pekerjaan yang sepadan dengan martabat kemanusiaanya berhak atas upah yang adil sesuai prestasinya dan dapat menjamin kelangsungan kehidupan keluarganya. Seharusnya Pemerintah melindungi dan menyalurkan pekerjaan sesuai dengan ketentuan Pasal 85 yang berbunyi: 1 Pekerjaburuh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi. 2 Pengusaha dapat mempekerjakan pekerjaburuh untuk bekerja pada hari-hari libur resmi apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerjaburuh dengan pengusaha. 3 Pengusaha yang mempekerjakan pekerjaburuh yang melakukan pekerjaan pada hari libur resmi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 wajib membayar upah kerja lembur. 4 Ketentuan mengenai jenis dan sifat pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diatur dengan Keputusan Menteri. 4. Dengan ketentuan pemerintah yang dituangkan dalam SKB 5 Menteri bahwa hari sabtu dan minggu dapat digunakan sebagai hari kerja, sedikit banyaknya akan menganggu kenyaman umat beragama tertentu yang aktifitas beragamanya dilakukan di hari minggu. 5. Keinginan setiap buruh pada dasarnya adalah agar pengusaha dan pemerintah dapat memberikan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan pemberlakuan SKB 5 Menteri ini, buruh tidak mendapatkan haknya sesuai ketentuan yang di tuangkan dalam Pasal 85 Undang-Undang ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 seperti yg tertera di atas.

B. Saran