FAKULTAS HUKUM NIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI I.
PENULIS : NAMA
: SYAMSUL HAQ NIM
: 050200207 JURUSAN
: HUKUM PERBURUHAN JUDUL SKRIPSI
: KEBERADAAN SKB 5 MENTERI DIBANDINGKAN DENGAN UU KETENAGAKERJAAN NOMOR
13 TAHUN 2003 DAN UU HAK ASASI MANUSIA NOMOR 39 TAHUN 1999
II. DOSEN PEMBIMBING SKRIPSI :
1. PEMBIMBING I
NAMA : KELELUNG BUKIT, SH
NIK :130 365 211
TANDA TANGAN :
2. PEMBIMBING II
NAMA : SURIA NINGSIH, SH, M.HUM
NIK : 131 676 489
TANDA TANGAN :
KETUA JURUSAN DEPARTEMEN HAN
131 410 462 Dr. PENDASTAREN TARIGAN, SH MS
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dalam rangka melaksanakan tugas akhir sebagai
mahasiswa program S1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulisan skripsi ini dimaksudkan sebagai sarana mengembangkan wawasan penulis di bidang hukum
pada umumnya dan bidang hukum perburuhan pada khususnya serta penerapannya pada masalah-masalah yang nyata di lapangan.
Skripsi penulis ini berjudul “KEBERADAAN SKB 5 MENTERI DIBANDINGKAN DENGAN UU KETENAGAKERJAAN NOMOR 13 TAHUN
2003 DAN UU HAK ASASI MANUSIA NOMOR 39 TAHUN 1999”. Dalam menyelesaikan tulisan skripsi ini penulis telah banyak menerima banyak bantuan dari
berbagai pihak, maka pada kesempatan yang berbahagia ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara. 2.
Bapak Dr. Pendastaren Tarigan SH MS, Selaku Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
3. Bapak Kelelung Bukit SH, Selaku Ketua Jurusan Hukum Perburuhan pada
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I Penulis.
4. Ibu Suria Ningsih SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II Penulis..
5. Bapak dan Ibu Dosen dan sekaligus Staf Administrasi di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
6. Penulis juga mengucapkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada ayahanda
dan ibunda tercinta yang telah memberikan segalanya kepada penulis sehingga penulis mampu menjadi seorang sarjana, semoga kasih sayang mereka tetap
menyertai penulis. 7.
Penulis juga mengucapkan rasa terima kasih kepada kakak, abang serta adik penulis yang telah banyak memberikan dorongan atas selesainya penulisan skripsi
ini. 8.
Buat rekan-rekanku yang se-almamater yang telah memberikan dorongan nasehat dan dorongan yang membangun, semoga kita selalu bersama-sama dalam suka dan
duka. Demikian penulis ucapkan dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Oktober 2008 Penulis
NIM: 050 200 207 SYAMSUL HAQ
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI ABSTRAKSI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pemilihan Judul 1
B. Perumusan Masalah 10
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 10
D. Keasliaan penulisan 11
E. Metode Penulisan 1. Metode Penulisan
12 2. Data yang Digunakan
13 3. Teknik Pengumpulan Data
13 4. Analisis Data
14 F. Sistematika Penulisan
15 BAB II
TINJAUAN UMUM KETENAGAKERJAAN A. Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia
1. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan 17
2. Asas dan Tujuan Hukum Ketenagakerjaan 19
3. Sifat Hukum Ketenagakerjaan 20
4. Subjek Hukum Ketenagakerjaan 21
B. Syarat-Syarat Kerja 1. Perjanjian Kerja Sebagai Awal Hubungan Kerja
33 2. Peraturan-Peraturan Tentang Hubungan Kerja
37 3. Syarat-Syarat Kerja Sebagai Akibat Hubungan Kerja
40 4. Hubungan Industrial Pancasila
42 C. Hak-Hak dan Kewajiban Buruh Menurut Undang-Undang
Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 1. Jaminan Perlindungan Buruh
46 2. Jaminan Upah Buruh
48 3. Lembur dan Cuti
51 4. Jaminan Sosial Tenaga kerja
55 D. Hak-hak dan Kewajiban Tenaga Kerja dan Hak dan Kewajiban
Pemerintah Menurut UU No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
59 BAB III
TINJAUAN UMUM TERHADAP SKB 5 MENTERI A. Latar Belakang Timbulnya SKB 5 Menteri
64
B. Isi SKB 5 Menteri. 67
C. Pandangan Pakar Terhadap SKB 5 MENTERI 69
D. Jam kerja dan Cuti Menurut Undang-Undang No.13 tahun 2003 75
BAB IV PEMBAHASAN
A. Perbandingan SKB 5 Menteri dengan Undang-Undang ketenagakerjaan No.13 tahun 2003
78 B. Pandangan Buruh terhadap SKB 5 Menteri
81 C. Perbandingan SKB 5 Menteri dengan Undang-Undang Hak
Asasi Manusia No.39 tahun 1999 82
D. Kelemahan dan kekurangan SKB 5 Menteri. 84
E. Kesepakatan Kerja antara Serikat Buruh dan Majikan dalam Solusi SKB 5 Menteri
85 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
86 B. Saran 87
C. Lampiran
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAKSI
Dalam penulisan skripsi ini mengambil judul ”Keberadaan SKB 5 Menteri Dibandingkan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 Dan
Undang-Undang Hak Asasi Manusia Nomor 39 Tahun 1999”, dimana penulis akan memberikan uraian terhadap dikeluarkannya SKB 5 Menteri kemudian membandingkan
berdasarkan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang- Undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Sebagaimana diketahui bahwa pelaksanaan pembangunan tidak terlepas dari peran tenaga kerja yang ada di sektor-sektor industri. Agar tenaga kerja tersebut dapat
bekerja dengan baik, tenang dan aman, maka tenaga kerja tersebut perlu mendapatkan perlindungan hukum. Salah satu bentuk perlindungan hukum bagi pekerja adalah
sebagaimana diuraikan dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan seperti mengenai jaminan upah yang memadai dan juga upah lembur
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pekerja. Semakin pesatnya pertumbuhan industri di Indonesia membuat semakin tinggi
juga permintaan akan listrik yg diperlukan untuk menjalankan mesin ataupun untuk kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini pemerintah harus meyediakan pasokan listrik yg
cukup agar perindustrian dan perekonomian Indonesia dapat berkembang dengan pesat. Untuk mengatasi hal ini maka pemerintah yaitu Menteri Perindustrian, Menteri
Energi dan Sumber Daya mineral, Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi,Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara BUMN mengeluarkan surat keputusan yg dikenal
dengan SKB 5 Menteri.
Sehubungan dengan dikeluarkannya SKB 5 Menteri tersebut, penulis dalam penulisan skripsi ini ingin memaparkan Sejauh mana SKB 5 Menteri dapat di terapkan
dalam industri dan untuk mengetahui kendala-kendala yang timbul dari dikeluarkannya SKB 5 Menteri tersebut, dan juga memaparkan kelemahan-kelemahan yang terdapat
dalam SKB 5 Menteri tersebut serta membandingkan apakah isi SKB 5 Menteri itu bertentangan dengan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan
Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.. Dalam melakukan penulisan skripsi ini, penulis melakukan metode penulisan
yang bersifat deskriptif descriptive researh yang bertujuan untuk melukiskan tentang suatu hal tertentu didaerah tertentu dan pada saat tertentu, yang mana dalam teknik
pengumpulan data dilakukan dalam 2 dua teknik, yaitu: Library Research Penelitian Kepustakaan, dan Field Research Penelitian Lapangan.
Dari hasil penelitian dalam penulisan skripsi ini, penulis dapat menyimpulkan, bahwa dengan dikeluarkannya SKB 5 menteri tersebut menyebabkan pergeseran waktu
libur bagi pekerjaburuh dan dengan di efektifkannya hari sabtu dan minggu sebagai hari kerja sedikit banyaknya akan mengganggu kenyamanan umat beragama tertentu
yang aktifitas beragamanya dilakukan di hari minggu.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pemilihan judul
Di zaman penjajahan Belanda ekonomi Indonesia adalah ekonomi kolonial, kedudukan ekonomi Indonesia ketika itu ialah: 1 sebagai sumber bahan mentah; 2
sebagai sumber tenaga buruh yang murah; 3 sebagai pasar buat menjual hasil-hasil produksi negeri-negeri kapitalis; 4 sebagai tempat investasi penanaman modal asing.
Ini berarti bahwa Indonesia tergantung dari export bahan-bahan mentah timah, bauksit, karet, dll. hasil perkebunan, dsb. dan import barang keperluan hidup textil, sepatu,
sepeda, dsb..
Susunan ekonomi kolonial mengakibatkan Indonesia tidak mempunyai industri sendiri yang bisa mengerjakan bahan mentahnya guna memenuhi kebutuhan Indonesia,
di lapangan ekonomi Indonesia tergantung dari luar negeri, dengan demikian tidak mungkin ada perkembangan modal nasional dan industri nasional.
Ekonomi kolonial ini dipertahankan oleh imperialis Belanda dengan bantuan penanam modal asing lainnya di Indonesia dengan suatu politik kolonial yang dalam
prakteknya bersifat setengah-fasis. Politik kolonial ini ditujukan untuk menindas gerakan Rakyat yang menuntut kemerdekaan sebagai jaminan guna penyusunan
ekonomi nasional. Terutama gerakan buruh dan Partai Komunis Indonesia, sebagai partainya kaum buruh, mendapat rintangan yang paling besar dari pemerintah kolonial.
Pada tahun 1930 statistik Hindia Belanda, penduduk Indonesia yang hidup dari upah berjumlah lebih kurang 6.000.000 enam juta orang. Dalam jumlah ini sudah
dimasukkan buruh musiman seizoen arbeiders yang sangat besar jumlahnya dan bekerja di perkebunan-perkebunan atau di pabrik-pabrik gula. Buruh musiman ini
umumnya terdiri dari buruh tani dan tani miskin, yaitu penduduk desa yang sama sekali tidak mempunyai tanah garapan atau mempunyai tanah tetapi sangat sedikit.
Di antara 6 juta kaum buruh itu, antara lain terdapat setengah juta buruh modern terdiri dari: 316.200 buruh transport, 153.100 buruh pabrik dan bengkel, 36.400
buruh tambang timah kepunyaan pemerintah dan partikulir, 17.100 buruh tambang batubara kepunyaan pemerintah dan partikulir, 29.000 buruh tambang minyak,
6.000 buruh tambang emas dan perak kepunyaan pemerintah dan partikulir. Selainnya adalah buruh pabrik gula, buruh perkebunan, berbagai golongan pegawai
negeri termasuk polisi dan tentara, buruh industri kecil, buruh lepas dsb. Perlu diterangkan bahwa yang terbesar ialah jumlah buruh industri kecil 2.208.900 dan
buruh lepas 2.003.200
1
Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang, dimana seluruh sektor pembangunan terus ditingkatkan. Dalam pembangunan ini terjadi
proses perubahan dari negara agraris menuju negara industri. Dengan pembangunan juga diupayakan agar dapat meningkatkan pendapatan negara dan pendapatan
masyarakat melalui industri yang menghasilkan prosuk-produk ekspor dan dapat menampung tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar. Semakin besar industri
tersebut semakin besar juga tenaga kerja yang dapat di tampung. .
Dari angka-angka ini jelaslah bagi kita, bahwa merupakan bagian yang sangat kecil dari buruh Indonesia setengah juta yang sudah berhubungan dengan alat-alat
produksi modern, sedangkan bagian terbesar belum berhubungan dengan alat-alat produksi modern dan masih erat hubungannya dengan pertanian.
1
Arief Chandra, KEWAJIBAN FRONT PERSATUAN BURUH, Komunis Indonesia, Penerbit Yayasan Pembaruan , 2007.
Pembangunan dalam suatu negara tentu saja tidak terlepas dari pada perekonomian suatu negara itu sendiri, yang pada hakekatnya pembangunan itu adalah
merupakan suatu cara atau dasar untuk memperkuat perekonomian negara yang bersangkutan.
Di setiap negara di dunia ini selalu berusaha untuk meningkatkan perekonomiannya melalui suatu kegiatan pembangunan secara terus-menerus dan
berkelanjutan. Dan apabila terjadi suatu penurunan pembangunan atau terjadinya penghentian pembangunan tersebut maka akan terasa akibat yang berlangsung terhadap
keadaan perekonomian negara itu. Adapun pembangunan yang terus menerus ditingkatkan adalah untuk menaikkan
tingkat pendapatan atau menaikkan tingkat kehidupan rakyat, apabila tingkat pendapatan atau tingkat penghidupan rakyat rendah maka akan sangat berpengaruh
terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi negara itu sendiri. Oleh karena itu apabila tingkat pendapatan rakyat rendah harus segera diatasi dengan memperbesar atau meningkatkan
dengan cara memajukan produksi nasional. Dengan peningkatan produksi nasional agar berhasil adalah tergantung kepada tersedianya faktor-faktor produksi yang dapat
digerakkan di negara tersebut, karena faktor-faktor produksi merupakan syarat utama dalam kelangsungan pelaksanaan pembangunan. Setiap negara di dunia ini mempunyai
corak ekonomi yang berbeda-beda dalam melaksanakan pembangunannnya, namun tujuannya adalah tetap sama yaitu untuk meningkatkan taraf hidup rakyat atau dengan
perkataan lain untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya Income Percapita bagi seluruh penduduk, sehingga akan terwujud ke suatu arah akan terpenuhinya kebutuhan
yang beraneka ragam.
Berdasarkan uraian dalam situs apindo mengenai daya produktivitas Indonesia dan negara-negara ASEAN diuraikan bahwa, dengan adanya pembangunan sudah tentu
akan mendorong timbulnya berbagai macam usaha seperti mendirikan atau pengusahaan. Baik yang didirikan oleh pemerintah maupun pihak swasta, dengan
Penanaman Modal Asing PMA maupun Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN. Dengan berdirinya perusahaan-perusahaan tersebut maka akan menimbulkan adanya
suatu kesempatan kerja yang luas bagi masyarakat. Dengan kata lain perusahaan- perusahaan tersebut otomatis akan membutuhkan tenaga kerja yang akan turut berperan
dalam menjalankan perusahaan tersebut. Maka dengan demikian para anggota masyarakat yang semula hanya hidup dengan pekerjaan yang tak tetap dan hidup
sebagai pengangguran sudah dapat memiliki pekerjaan. Sebuah proses industri akan berjalan apabila telah terdapat unsur-unsur yang
memungkinkan terlaksanakan kegiatan industri, seperti adanya pengusaha sebagai pemilik modal dan pekerja yang akan melaksanakan apa yang menjadi bidang garapan
industri tersebut. Dalam kaitan ini pengusaha dan pekerja akan saling bekerja sama untuk mewujudkan terlaksananya kegiatan industri melalui hubungan kerja.
Pada dasarnya hubungan kerja, yaitu hubungan antara pengusaha dan pekerja dapat terjadi setelah diadakan perjanjian antara pengusaha dan pekerja, dimana pekerja
menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada pengusaha tersebut dengan menerima upah dan pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan pekerja
dengan membayar upah. Perjanjian yang demikian disebut Perjanjian Kerja Pengawasan biasanya dilakukan ditempat kerja dengan melihat dan memeriksa
langsung syarat-syarat kerja, waktu kerja, waktu kerja lembur, pekerjaburuh wanita dan anak, serta aspek-aspek kesehatan dan keselamatan kerja. Bagi pekerjaburuh,
pengawasan ini menjamin terlaksananya hak-hak pekerja atau buruh yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan dan bagi pengusaha, pengawasan merupakan
sarana untuk memperoleh penjelasan dari pihak yang berwenang dan kompeten tentang kewajibannya menurut aturan yang berlaku.
Dalam perjanjian kerja akan disepakati tentang berapa lama pekerja akan mengikatkan diri dengan pengusaha dalam melakukan hubungan kerja. Oleh karena itu
pekerja tidak boleh melakukan pekerjaannya sekehendak hati, begitu pula pengusaha tidak boleh mempekerjakan pekerjanya seumur hidup. Hal ini untuk memberikan
jaminan bahwa hak pribadi manusia tetap diperhatikan. KUH Perdata tidak mengatur lebih jauh pengertian “waktu tertentu“. KUH Perdata hanya mengatur tentang keadaan-
keadaan dimana suatu hubungan kerja dapat berakhir sebagaimana diatur dalam Pasal 1603e ayat 1, Pasal 1603j dan Pasal 1603k KUH Perdata yaitu sebagai berikut:
a. Jika habis waktunya seperti yang ditetapkan dalam perjanjian atau dalam
peraturan undang-undang atau jika semua itu tidak ada, menurut kebiasaan. b.
Jika pekerja telah meninggal dunia c.
Jika pekerja telah meninggal dunia, kecuali jika dari perjanjian dapat disimpulkan sebaliknya
2
2
. Soedharyo Soimin, SH, KUH Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 1995, Hlm 401 dan 4003
. Sedangkan dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 Pasal 59, menyatakan
“Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu,
yaitu:
a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu
lama dan paling lama 3 tiga tahun; c.
Pekerjaan yang bersifat musiman; atau d.
Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Dalam Undang-undang HAM dikatakan bahwa, hak asasi manusia adalah sesuatu hak yang diberikan oleh Tuhan dari sejak lahir. Hak merupakan sesuatu yang
layak di terima oleh setiap manusia. Seperti mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak memeluk agama, dan hak untuk mendapat pengajaran. Hak selalu beriringan
dengan kewajiban-kewajiban, ini merupakan sesuatu yang harus kita lakukan bagi bangsa, negara, dan kehidupan sosial.
Hak dan kewajiban ini adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, akan tetapi sering terjadi pertentangan karena hak dan kewajiban tidak seimbang. Sudah sangat
jelas bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk mendapatkan penghidupan yang layak, akan tetapi pada kenyataannya banyak warga negara yang
belum merasakan kesejahteraan dalam menjalani kehidupannya. Semua itu terjadi karena pemerintah dan para pejabat tinggi lebih banyak mendahulukan hak daripada
kewajiban. Jika keadaannya seperti ini, maka tidak ada keseimbangan antara hak dan kewajiban. Jika keseimbangan itu tidak ada akan terjadi kesenjangan sosial yang
berkepanjangan. Untuk mencapai keseimbangan antara hak dan kewajiban, yaitu dengan cara mengetahui posisi diri kita sendiri. Sebagai seorang warga negara harus
tahu hak dan kewajibannya. Seorang pejabat atau pemerintah pun harus tahu akan hak
dan kewajibannya. Seperti yang sudah tercantum dalam hukum dan aturan-aturan yang berlaku. Jika hak dan kewajiban seimbang dan terpenuhi, maka kehidupan masyarakat
akan aman sejahtera.
Dalam praktek, pengaturan hak dan kewajiban khususnya yang berkaitan dengan persyaratan kerja tidaklah sederhana. Hal ini dipengaruhi berbagai faktor. Pertama,
tidak mungkin mengatur semua persyaratan kerja kedalam peraturan perundang- undangan. Kedua, adanya kepentingan yang berbeda dalam proses perumusan
perjanjian kerja
3
Untuk mengatasi hal ini maka pemerintah yaitu Menteri Perindustrian, Menteri Energi dan Sumber Daya mineral, Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi, Menteri
Dalam Negeri dan Menteri Negara BUMN mengeluarkan surat keputusan yg dikenal dengan SKB 5 Menteri. Dalam SKB 5 Menteri bertujuan untuk :
.
Menurut Saifudiendjsh dalam tulisannya yang berjudul upah dan pesangon buruh, bahwa faktor tenaga kerja sangat memegang peranan yang penting dalam jalur
pembangunan di perusahaan atau pabrik. Apabila seorang bekerja pada suatu pabrik atau perusahaan dengan suatu hubungan kerja maka sudah barang tentu akan timbul
berbagai masalah yang menyangkut hubungan buruh dengan pihak perusahaan yang antara lain mengenai upah, jam kerja, cuti, jaminan sosial, keselamatan kerja, dan lain
sebagainya. Jelasnya akan timbul masalah tentang syarat-syarat kerja dan kondisi kerja yang menyangkut pihak buruh dan pihak pengusaha.
Semakin pesatnya pertumbuhan industri di Indonesia membuat semakin tinggi juga permintaan akan listrik yg diperlukan untuk menjalankan mesin ataupun untuk
kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini pemerintah harus meyediakan pasokan listrik yg cukup agar perindustrian dan perekonomian Indonesia dapat berkembang dengan pesat.
3
Wiwoho Soedjono, Hukum Pengantar Perjanjian Kerja, Bina Aksara, Jakarta, Cet. 1, 1983, hlm 10
A Mengatasi ketidakseimbangan pasokan listrik PT. PLN dengan kebutuhan listrik
sektor Industri. B.
Menghindari pemadaman listrik sehingga sektor Industri dapat melakukan Operasi dengan baik.
Di dalam Situs Kapan lagi.com diuraikan bahwa, surat Keputusan Bersama SKB lima menteri yang mengatur pergeseran hari libur, SKB tersebut mulai
diberlakukan tanggal 21 Juli 2008. Keputusan tersebut diberikan, karena sesuai dengan perhitungan matematis, bahwa daya listrik di Indonesia terutama Jawa Bali tidak ada
kekurangan, hanya perlu pengaturan pada saat beban puncak. Pada Senin hingga Jumat, khususnya listrik Jawa Bali kekurangan daya hingga 600 megawatt mw, sebaliknya,
pada Sabtu dan Minggu, justru kelebihan daya hingga 1.000 MW. Dengan pengaturan tersebut, maka kelebihan daya 1.000 mw bisa terserap dengan baik, tanpa harus
mengganggu jam kerja industri. Ketentuan tersebut akan berlangsung hingga terbangunnya power plan pada sekitar Maret - april 2009, dengan tambahan daya 2.000
MW. Sejalan dengan uraian yang dituangkan dalam media ekonomi bisnis Indonesia
bahwa, Surat Keputusan Bersama SKB 5 Menteri terkait himbauan pemerintah melaksanakan penghematan energi listrik berefek pada sektor industri. SKB yang
ditandatangani 5 menteri itu adalah Menteri Negara BUMN, Menteri Negara Energi dan Sumber Daya Mineral ESDM, Menteri Dalam Negeri, Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan menyepakati untuk penghematan energi sektor industri agar dapat mengalihkan pola jam kerja pada hari
Sabtu dan Minggu atau perusahaan yang menggunakan listrik PLN untuk industri yang menggunakan daya minimal 200kVA.
Menurut hendy herdiman, pemadaman listrik dan pengalihan waktu kerja akan berdampak pada jadwal produksi. Apalagi jika perusahaan tersebut sangat terpaku pada
delivery due date. Berapa kerugian yang harus ditanggung perusahaan dengan mundurnya jadwal produksi. Berapa kerugian yang harus ditanggung perusahaan karena
harus merubah media pengirimanekspor barang dari jalur laut menjadi jalur udara karena terbentur jadwal pengiriman yang sudah tidak bisa ditunda lagi. Apalagi jika
melihat pasal 7 yang berisi kewenangan PT PLN untuk mengenakan sanksi berupa pemutusan aliran listrik sementara bagi perusahaan industri yang tidak melaksanakan
ketentuan pasal 2 peraturan bersama. Padahal selama ini PLN yang sering lebih diuntungkan setiap bulannya. Lalu pada saat terjadi krisis listrik perusahaanlah yang
diberi sanksi hal ini sangat tidak adil, Perubahan jam kerja yang mewajibkan pekerja untuk bekerja di hari Sabtu dan Minggu untuk mengganti hari kerja biasa yang
diliburkan karena adanya jadwal pemadaman listrik, jika dilihat dari segi jumlah jam kerja tidak ada yang dirugikan.
Namun secara psikologis pekerja dirugikan karena selama ini secara umum, hari Sabtu dan Minggu merupakan weekday atau saatnya pekerja beristirahat atau
melakukan aktivitas sosial dalam keluarga dan masyarakat. kemudian ada berjuta-juta anak-anak kaum pekerja yang harus kecewa setiap Sabtu dan Minggu karena tidak bisa
lagi bercengkerama dengan kedua orang tuanya pada kedua hari tersebut, karena pada hari biasa Senin-Jumat anak-anak ini harus tetap bersekolah.
Menurut Menakertrans Erman Suparno, pengalihan hari kerja dengan tetap masuk pada hari Sabtu dan Minggu lebih pada esensi pengaturan waktu libur pekerja
dan menyeimbangkan surplus listrik Berdasarkan hal diatas penulis tertarik untuk membahas mengenai keberadaan SKB 5 Menteri dibandingkan dengan Undang-Undang
Ketenagakerjaan No 13 tahun 2003 dan Undang-Undang Hak Asasi manusia No 39 tahun 1999.
B. Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah ; 1.
Apakah SKB 5 Menteri dapat memenuhi kehendak para buruh? 2.
Apakah SKB 5 Menteri tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
3. Apakah SKB 5 Menteri tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 39
tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
C. Tujuan dan Manfaat penulisan
1. Tujuan Penulisan
Secara umum, tujuan penulis melakukan pembahasan dan menguraikannya dalam skripsi ini adalah untuk menjawab pemasalahan yang timbul dari skripsi ini yaitu;
b. Sejauh mana SKB 5 menteri dapat di terapkan dalam industri ?
c. Untuk mengetahui kendala-kendala yang timbul dari dikeluarkannya SKB5
Menteri tersebut? d.
Untuk mengetahui kelemahan dari SKB 5 Menteri tersebut di bandingkan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 dan Undang-
Undang Hak Asasi Manusia No. 39 tahun 1999.
2. Manfaat Penulisan
Secara teoritis, dari hasil pembahasan ini penulis mengharapkan dapat memperoleh penjelasan tentang hak dan kewajiban buruh dalam undang-undang
ketenagakerjaan No 13 tahun 2003. Selain itu, pembahasan ini bermanfaat untuk menambah wawasan penulis dalam
bidang ilmu hukum khususnya dalam bidang hukum perburuhan, dimana penulis berusaha melakukan pembahasan tentang di keluarkannya SKB 5 Menteri apakah
mewakili keinginan para pekerjaburuh itu sendiri, dalam hal ini tentunya secara spesifik penulis menyoroti mengenai dampak yang di timbulkan SKB 5 Menteri
tersebut terhadap pekerjaburuh dilihat dari Undang-Undang Ketenagakerjaan No 13 tahun 2003 dan Undang-Undang Hak Asasi Manusia No 39 tahun 1999.
Secara praktis, kegunaan dari pembahasan yang penulis laksanakan selain menambah pengetahuan penulis sendiri tentang hak dan kewajiban buruh dalam
Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003, apa peranannya bagi karyawan dan perusahaan, pembahasan yg penulis lakukan juga dapat bermanfaat sebagai bahan
acuan ataupun literatur bagi masyarakat pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya yang ingin mengetahui dan mendalami masalah-masalah ketenagakerjaan di Indonesia.
Kemudian, dari pembahasan ini dapat juga penulis ketahui kendala-kendala yang timbul dalam lingkungan suatu perusahaan dalam kaitannya di keluarkannya SKB 5
Menteri tersebut.
D. Keaslian penulisan
Skripsi ini merupakan skripsi asli yang diangkat berdasarkan pemikiran sekaligus keingin tahuan penulis sendiri terhadap topik permasalahan yang diangkat.
Penulis telah menelusuri terhadap judul skripsi hukum perburuhan di fakultas hukum Universitas Sumatera Utara dan di berbagai fakultas hukum universitas swasta lainnya
di kota Medan dan penulis belum pernah melihat ada penulis sebelumnya yang mengangkat topik permasalahan yang sama dengan penulis.
Hal ini menurut hemat penulis dikarenakan masih barunya permasalahan mengenai SKB 5 Menteri, sedangkan penulis ingin membandingkan SKB 5 Menteri
dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 dan Undang-Undang Hak Asasi Manusia No. 39 tahun 1999.
Jadi dapat disimpulkan bahwa skripsi ini murni dan asli dari hasil pemikiran dari penulis sendiri dan bukan di dasarkan dari penulis-penulis terdahulu.
E. Metode Penulisan
Metode penelitian ini bersifat deskriptif desciptive researh. Menurut Bambang Waluyo, penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk melukiskan
tentang suatu hal tertentu di daerah tertentu dan pada saat tertentu. Namun, secara khusus, menurut jenis, sifat dan tujuannya, penelitian ini adalah penelitian hukum
empirik atau dikenal juga penelitian hukum sosiologis. “Penelitian hukum empirik didasarkan atas data primer, yaitu data yang didapat langsung dari masyarakat sebagai
sumber pertama melalui penelitian”
1. Metode Penelitian
4
4
Abdul Muis, SH. MS, Pedoman Penulisan Skripsi dan Metode penelitian Hukum, FH-USU, Medan, 1990.
. hal pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menginventarisasi hukum perburuhan,
khususnya Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 dan Undang-Undang Hak Asasi Manusia No.39
tahun 1999 dan membandingkan setelah keluarnya SKB 5 Menteri tentang
Pengoptimalan Beban Listrik Melalui Pengalihan Waktu Kerja Pada Sektor Industri di Jawa-Bali. Untuk efektifitas dari perbandingan tersebut, maka dibutuhkanlah data
primer dari lapangan, yaitu pengusaha, buruh dan masyarakat.
2. Data Yang Digunakan
Suatu penulisan dan pembahasan atas suatu masalah yang sedang di teliti membutuhkan data-data yang merupakan alat untuk melakukan penyelidikan dan
analisa suatu masalah. Data-data juga diperlukan untuk menguraikan masalah yang sedang di teliti. Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah:
1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh melalui penelitian lapangan field
research 2.
Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui literatur-literatur hukum, hasil-hasil penelitian maupun peraturan perundang-undangan yang berhubungan
dengan masalah penelitian ini.
1. Library Research Penelitian Kepustakaan
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan 2 dua tenik pengumpulan data, yaitu :
Library Research adalah penelitian melalui perpustakaan dengan cara membaca, menafsirkan, mempelajari, mentransfer dari buku-buku, makalah-makalah seminar,
Peraturan-Peraturan dan bahan perkuliahan penulis sendiri yang menurut penulis memiliki keterkaitan untuk mendukung terlaksananya penulisan skripsi ini.
2. Field Research Penelitian Lapangan
Field Research adalah penelitian yang dilakukan dengan melihat langsung kondisi yang sebenarnya di lapangan melalui wawancara kepada pengusaha dan
pekerjaburuh serta mengambil bahan-bahan tulisan yang berupa data-data yang dapat di gunakan untuk mendukung penulisan skripsi ini.
Setelah diperoleh data dari lapangan dengan lengkap, maka tahap berikutnya adalah mengolah dan menganalisis data. Data dianalisis dengan metode pendekatan
yang bersifat analitis deskriptif dan metode induksi dan deduktif, tergantung data yang dianalisis dengan pendekatan yuridis sosiologis.
4. Analisis Data