KEWAJIBAN PENGUSAHA 1.
Memberikan ijin kepada buruh untuk beristirahat, menjalankan kewajiban menurut agamanya
2. Dilarang memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu,
kecuali ada ijin penyimpangan 3.
Tidak boleh mengadakan diskriminasi upah lakilaki dan perempuan 4.
Bagi perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib membuat peraturan perusahaan
5. Wajib membayar upah pekerja pada saat istirahat libur pada hari libur resmi
6. Wajib memberikan Tunjangan Hari Raya THR kepada pekerja yang telah
mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih 7.
Wajib mengikut sertakan dalam program Jamsostek Selain pengertian pengusaha, Undang-Undang Ketenagakerjaan juga memberi
pengertian pemberi kerja yakni “orang perorangan, pengusaha, badan hukum atau Badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan
dalam bentuk lain
14
. Pengaturan istilah pemberi kerja ini muncul untuk menghindari orang yang bekerja pada pihak lain yang tidak dapat dikategorikan sebagai pengusaha
khususnya bagi sektor informal.
Dasar hukum pembentukan serikat pekerjaburuh diatur dalam Pasal 104 ayat1 Undang-Undang ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003. Dalam pasal ini disebutkan
bahwa “Setiap pekerjaburuh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat
3. Serikat pekerjaburuh
14
. Lihat Pasal 1 Angka 4 UU Ketenagakerjaan
pekerjaserikat buruh”. Hak berserikat bagi pekerjaburuh ini secara global diatur dalam Konvensi International Labour Organization ILO Nomor 87 tahun 1948 tentang
Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama Convention Concorning Fredom of Association and Protection of The Rights
to Organise. Karena kondisi dalam negara kita yang sedang dilanda berbagai gejolak pada saat pertama sekali konvensi ini diterbitkan, pemerintah pada awalnya
meratifikasi konvensi ini dalam bentuk peraturan di bawah undang-undang yaitu Keppres No.83 tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi ILO No.87 tahun 1948.
Konvensi ini pada hakekatnya memberikan jaminan yang seluas-luasnya kepada organisasi pekerjaburuh untuk mengorganisasikan dirinya dan untuk bergabung dengan
federasi-federasi, konfederasi dan organisasi apapun dan hukum negara tidak boleh menghalangi jaminan berserikat bagi pekerjaburuh sebagaimana diatur oleh konvensi
tersebut. Hak menjadi anggota serikat pekerjaburuh merupakan hak asasi pekerjaburuh.
hak ini jugalah yang dijamin oleh Pasal 28 Undang-Undang Dasar UUD 1945. Pelaksanaan Pasal 28 UUD 1945 ini kemudian dijabarkan dalam Undang-Undang
Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat PekerjaSerikat Buruh yang mulai berlaku sejak ditetapkan pada tanggal 4 agustus 2000.
Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan tidak ada satu pasal pun yang memberikan defenisi mengenai pengertian asosiasi pengusaha. Demikian pula dalam
berbagai literatur-literatur hukum perburuhan, tidak ada juga ditemukan mengenai
4. Asosiasi Pengusaha
defenisi asosiasi pengusaha. Undang-Undang Ketenagakerjaan hanya mengisyaratkan bahwa pengusaha dapat membentuk dan menjadi anggota asosiasi pengusaha
15
15
. Lihat isi Pasal 105 UU Ketenagakerjaan
. Namun demikian, kita dapat memberikan defenisi asosiasi pengusaha dari
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam Pasal 1 angka 5. Dalam Pasal ini disebutkan:
“Pengusaha adalah: a.
Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan perusahaan bukan miliknya; c.
Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang
berkedudukan di luar wilayah Indonesia“.
Sedangkan dalam Pasal 1 angka 6 disebutkan: “Perusahaan adalah:
a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan,
milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerjaburuh dengan membayar upah atau
imbalan dalam bentuk lain; b.
Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain“.
Dari dua batasan yang telah diberikan oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan di atas, dapat kita ambil kesimpuan bahwa asosiasi pengusaha adalah kumpulan atau
gabungan dari beberapa orang, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri atau bukan milik sendiri ataupun mewakili perusahaan yang
berkedudukan di luar negeri. Organisasi pengusaha di Indonesia sebenarnya telah tumbuh sejak zaman
Belanda. Beberapa organisasi pengusaha yang telah ada pada saat itu misalnya Nederlandsche Indische Maatschappij Voor Nijverheid yang didirikan tahun 1853,
Indische Landbouw Genootschap didirikan pada tahun 1871 dan Kamers Van Koophandel En Nijverheid In Nederlandsche Indische tahun 1863. Sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi setelah proklamasi kemerdekaan, organisasi pengusaha dan berkembang sangat pesat. Pada sektor atau bidang-bidang tertentu selalu dibentuk
organisasi pengusaha secara sendiri-sendiri. Keseluruhan organisasi pengusaha itu kemudian berafilasi menjadi bagian dari Kamar Dagang Indonesia KADIN.
Organisasi pengusaha yang bergerak dibidang sosial ekonomi termasuk ketenagakerjaan yang dibentuk, yang sekarang ini dikenal dengan nama Asosiasi
Pengusaha Indonesia APINDO. Semula APINDO adalah organisasi dibidang sosial ekonomi yang bernama Stichting Centraal Social Werkgevers Overleg SCSWO yang
kemudian namanya diubah menjadi Yayasan Badan Permusyawaratan Urusan Sosial Pengusaha di Indonesia YBPUSA.
Melalui MUNAS pertama di Jogjakarta tanggal 15-16 januari 1982, nama ini kemudian diganti dengan “Perhimpunan Urusan Sosial Ekonomi Pengusaha Seluruh
Indonesia PUSPI, lalu pada MUNAS kedua di Surabaya tanggal 29-31 januari 1985 nama PUSPI diganti dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia APINDO“
16
KADIN pada awalnya dikenal dengan nama Kamers Van Koophandel en Nijverhaid in Nederlandsche Indische yang dibentuk berdasarkan Besluit Gubernur
Jendral tanggal 29 oktober 1863. Setelah Indonesia merdeka dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah No.11 tahun 1956 tentang Dewan dan Majelis Perniagaan dan Perusahaan.
Selanjutnya untuk meningkatkan peran serta pengusaha nasional dalam kegiatan pembangunan nasional, maka pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 49 tahun
1973 membentuk KADIN. “KADIN adalah wadah bagi pengusaha Indonesia dan bergerak dalam bidang perekonomiaan”
. Pada saat sekarang ini organisasi pengusaha yang kita kenal adalah:
1. Kamar Dagang Indonesia KADIN
17
APINDO merupakan organisasi pengusaha yang khusus mengurus masalah- masalah yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. APINDO lahir didasari atas peran dan
tanggung jawabnya dalam pembangunan nasional dalam rangka turut serta mawujudkan masyarakat adil dan makmur. APINDO wakil pengusaha dalam Lembaga Kerjasama
Tripartit yaitu wadah antara pemerintah, pengusaha dan pekerjaburuh yang bertujuan memecahkan masalah-masalah sosial ekonomi terutama dalam hal ketenagakerjaan.
Dalam menjalankan tugasnya APINDO merupakan mandataris KADIN, dimana KADIN dan APINDO menjalin kerjasama dalam bidang ketenagakerjaan. KADIN
dalam hal ini menyerahkan sepenuhnya urusan-urusan yang berkaitan dengan .
2. Asosiasi Pengusaha Indonesia APINDO
16
. Maimun, 2003, Op.Cit, h.21-22.
17
. Lalu Husni, 2003, Op.Cit, h.45.
ketenagakerjaan dan hubungan industrial kepada APINDO. Hal ini kemudian diatur melalui Surat Keputusan MENAKERTRANS No.22243MEN1975 yang mengatur
bahwa APINDO merupakan wakil pengusaha dalam lembaga tripartit. Kegiatan-kegiatan APINDO antara lain memberikan advokasi kepada anggota,
pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia Indonesia, khususnya dibidang ketenagakerjaan dan hubungan industrial. Dalam menjalankan aktivitasnya, APINDO
juga menjalin kerjasama dengan mitranya baik dari dalam maupun luar negeri.
3. Asosiasi Pengusaha yang bersifat sektoral
Asosiasi pengusaha yang bersifat sektoral ini berkonsenterasi pada bidang usaha masing-masing sesuai sektornya dan bukan mengurusi sumber daya manusia dan
hubungan industrial, sebagaimana APINDO. Organisasi sektoral ini antara lain: 1.
Sektor kehutanan dan industri pengolahan hasil hutan , dibawah naungan Masyarakat Perhutanan Indonesia MPI, yaitu:
a. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia APHI;
b. Asosiasi Panel Kayu Indonesia APKINDO;
c. Indonesia Sawmill and WoodWorking Association ISWA;
d. Asosiasi Pengerajin Mebel Indonesia ASMINDO;
e. dan lain-lain.
2. Sektor pertanian dan perkebunan, yaitu:
a. Asosiasi Gula Indonesia AGI;
b. Asosiasi The Indonesia ATI;
c. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia;
d. dan lain-lain.
3. Sektor peternakan dan perikanan, yaitu:
a. Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia GAPPINDO;
b. Himpunan Pengusaha Peternakan Indonesia HIPERRINDO;
c. Himpunan Pengusaha Perikanan Indonesia HPPI;
d. dan lain-lain.
4. Sektor pertambangan dan energi, yaitu:
a. Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi
HISWANAMIGAS; b.
Asosiasi Pemboran Minyak dan Gas Bumi; c.
Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia; d.
dan lain-lain. 5.
Sektor Pariwisata, yaitu: a.
Association of The Indonesian Tour and Travel Agencies ASITA; b.
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia PHRI; c.
dan lain-lain. 6.
Sektor jasa perhubungan, yaitu: a.
Organisasi Angkutan Darat ORGANDA; b.
Indonesia National Shipowners Association INSA; c.
dan lain-lain. 7.
Sektor jasa konstruksi dan pengembangan real estate, yaitu: a.
Asosiasi Kontraktor Indonesia AKI; b.
Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional GAPENSI; c.
Persatuan Real Estate Indonesia REI; d.
dan lain-lain.
8. Sektor Industri Logam Dasar dan Mesin, yaitu:
a. Asosiasi Industri Karoseri Indonesia AIKI;
b. Gabungan Pabrik Besi Baja Indonesia GAPBESI;
c. Ikatan Perusahaan Industri Kapal Nasional Indonesia IPRINDO;
d. dan lain-lain
18
.
Pemerintah selaku penguasa negara berkepentingan untuk ikut campur tangan dalam hukum ketenagakerjaan. Di negeri Belanda, orang mengatakan bahwa karena