pekerjaburuh bersifat privat. Hubungan ini bersifat Privat dimana mereka para pihak sepakat untuk mengadakan perjanjian yang kita kenal dengan nama Perjanjian Kerja.
Perjanjian Kerja ini sendiri tunduk kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku ketiga tentang Hukum Perikatan verbitenisen recht. Disamping bersifat
privat, hukum ketenagakerjaanPerburuhan bersifat publik. Pertama dalam hal-hal tertentu negara atau pemerintah turut campur dalam masalah-masalah
ketenagakerjaan, misalnya masalah-masalah PHK, Kedua, adanya sanksihukuman didalam setiap peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan
10
. Tujuan campur tangan pemerintah dalam bidang perburuhan ini adalah untuk
mewujudkan hubungan industrial yang adil, karena peraturan perundang-undangan ketenakerjaan memberikan hak-hak bagi buruhpekerja sebagai manusia utuh sehingga
harus dilindungi baik menyangkut keselamatannya, kesehatannya, upah yang layak dan sebagainya. Selain itu pemerintah juga harus memperhatikan kepentingan pengusaha
majikan yakni kelangsungan hidup perusahaan. Sifat publik dari hukum perburuhan dapat dilihat dari :
1. Adanya sanksi pidana, sanksi administratif bagi pelanggar ketentuan dibidang
perburuhanketenagakerjaan; 2.
Ikut campur tangan pemerintah dalam menetapkan besarnya standart upah upah minimum
11
Pihak dalam hukum ketenagakerjaan sangat luas, yaitu tidak hanya pengusahaburuh saja tetapi juga pihak-pihak lain yang terkait. Luasnya para pihak ini
.
4. Subjek Hukum Ketenagakerjaan
10
. Sendjun H Manulang, 1988, Op.Cit, h.2.
11
Lalu Husni, 2003, Op Cit, h,11-12
terjadi karena masing-masing pihak yang terkait dalam hubungan industrial saling berinteraksi sesuai dengan posisinya dalam menghasilkan barang danatau jasa
12
. Adapun yang menjadi subjek dalam Hukum Perburuhan,antara lain:
1. Pekerjaburuh
Semua orang yang bekerja di sektor swasta baik pada perorangan maupun pada badan hukum disebut sebagai buruh. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 ayat 1 a
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. Dalam pasal ini buruh diartikan sebagai “Barang siapa yang bekerja pada majikan
dengan menerima upah”. Setelah lahirnya Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, istilah buruh disandingkan dengan istilah pekerja. Istilah
pekerja dan buruh secara yuridis sebenarnya adalah sama dan tidak ada perbedaan diantara keduanya. Kedua kata tersebut dipergunakan dalam Undang-Undang
Ketenagakerjaan, dimana kedua istilah ini mengacu kepada Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat PekerjaBuruh. Pasal 1 butir 3 Undang-Undang
Ketenagakerjaan menyebutkan “Pekerjaburuh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”. Dalam defenisi pekerjaburuh yang
diberikan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Ini terdapat dua unsur yaitu unsur orang yang bekerja dan unsur menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan disebutkan bahwa majikan adalah orang atau badan hukum yang
mempekerjakan buruh. Dalam perkembangannya, istilah majikan ini tidak sesuai dengan konsep Hubungan Industrial Pancasila karena istilah majikan berkonotasi
2. Pengusaha
12
. Maimun, 2003, Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, Pradnya Paramita, Jakarta, h.13.
sebagai pihak yang selalu berada diatas sebagai lawan atau kelompok penekan buruh. Adanya konotasi negatif seperti ini membuat konsep majikan kurang
diterima secara yuridis. Pekerjaburuh dan majikan adalah mitra kerja yang mempunyai kedudukan yang sama. Oleh karena itu istilah majikan lebih tepat jika
disebut dengan Pengusaha
13
1. Berhak sepenuhnya atas hasil kerja pekerja.
. Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang lahir belakangan seperti
Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tentang JAMSOSTEK, Undang-Undang Nomor 25 tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan sendiri mengunakan istilah Pengusaha. Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 menjelaskan:
“ Pengusaha adalah : a. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan diluar Wilayah Indonesia”.
Dalam menjalankan suatu industri pengusaha juga memiliki hak dan kewajiban yaitu:
HAK PENGUSAHA
2. Berhak atas ditaatinya aturan kerja oleh pekerja, termasuk pemberian sanksi
3. Berhak atas perlakuan yang hormat dari pekerja
4. Berhak melaksanakan tata tertib kerja yang telah dibuat oleh pengusaha
13
. Lalu Husni, 2003, Op.Cit, h.36.
KEWAJIBAN PENGUSAHA 1.
Memberikan ijin kepada buruh untuk beristirahat, menjalankan kewajiban menurut agamanya
2. Dilarang memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu,
kecuali ada ijin penyimpangan 3.
Tidak boleh mengadakan diskriminasi upah lakilaki dan perempuan 4.
Bagi perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib membuat peraturan perusahaan
5. Wajib membayar upah pekerja pada saat istirahat libur pada hari libur resmi
6. Wajib memberikan Tunjangan Hari Raya THR kepada pekerja yang telah
mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih 7.
Wajib mengikut sertakan dalam program Jamsostek Selain pengertian pengusaha, Undang-Undang Ketenagakerjaan juga memberi
pengertian pemberi kerja yakni “orang perorangan, pengusaha, badan hukum atau Badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan
dalam bentuk lain
14
. Pengaturan istilah pemberi kerja ini muncul untuk menghindari orang yang bekerja pada pihak lain yang tidak dapat dikategorikan sebagai pengusaha
khususnya bagi sektor informal.
Dasar hukum pembentukan serikat pekerjaburuh diatur dalam Pasal 104 ayat1 Undang-Undang ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003. Dalam pasal ini disebutkan
bahwa “Setiap pekerjaburuh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat
3. Serikat pekerjaburuh