Latar Belakang Timbulnya SKB 5 Menteri

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP SKB 5 MENTERI

A. Latar Belakang Timbulnya SKB 5 Menteri

Pembangunan dalam suatu negara tentu saja tidak terlepas dari pada perekonomian suatu negara itu sendiri, yang pada hakekatnya pembangunan itu adalah merupakan suatu cara atau dasar untuk memperkuat perekonomian negara yang bersangkutan. Di setiap negara di dunia ini selalu berusaha untuk meningkatkan perekonomiannya melalui suatu kegiatan pembangunan secara terus-menerus dan berkelanjutan. Dan apabila terjadi sesuatu penurunan pembangunan atau terjadinya penghentian pembangunan tersebut maka akan terasa akibat yang berlangsung terhadap keadaan perekonomian negara itu. Adapun pembangunan yang terus menerus ditingkatkan adalah untuk menaikkan tingkat pendapatan atau menaikkan tingkat kehidupan rakyat, dimana apabila tingkat pendapatan atau tingkat penghidupan rakyat rendah maka akan sangat berpengaruh terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi negara itu sendiri. Oleh karena itu apabila tingkat pendapatan rakyat rendah harus segera diatasi dengan memperbesar atau meningkatkan dengan cara memajukan produksi nasional. Dengan peningkatan produksi nasional agar berhasil adalah tergantung kepada tersedianya faktor-faktor produksi yang dapat digerakkan di negara tersebut, karena faktor-faktor produksi merupakan syarat utama dalam kelangsungan pelaksanaan pembangunan. Setiap negara di dunia ini mempunyai corak ekonomi yang berbeda-beda dalam melaksanakan pembangunannnya, namun tujuannya adalah tetap sama yaitu untuk meningkatkan taraf hidup rakyat atau dengan perkataan lain untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya Income Percapita bagi seluruh penduduk, sehingga akan terwujud ke suatu arah akan terpenuhinya kebutuhan yang beraneka ragam. Semakin pesatnya pertumbuhan industri di Indonesia membuat semakin tinggi juga permintaan akan listrik yg diperlukan untuk menjalankan mesin ataupun untuk kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini pemerintah harus meyediakan pasokan listrik yg cukup agar perindustrian dan perekonomian Indonesia dapat berkembang dengan pesat. Untuk mengatasi hal ini maka pemerintah yaitu Menteri Perindustrian, Menteri Energi dan Sumber daya mineral, Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi,Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara BUMN mengeluarkan suarat keputusan yg di kenal dengan SKB 5 menteri. Dalam SKB 5 Menteri bertujuan untuk : A Mengatasi ketidakseimbangan pasokan listrik PT. PLN dengan kebutuhan listrik sektor Industri. B. Menghindari pemadaman listrik sehingga sektor Industri dapat melakukan Operasi dengan baik. Di dalam Situs Kapan lagi.com diuraikan bahwa, surat Keputusan Bersama SKB lima menteri yang mengatur pergeseran hari libur, SKB tersebut mulai diberlakukan tanggal 21 Juli 2008. Keputusan tersebut diberikan, karena sesuai dengan perhitungan matematis, bahwa daya listrik di Indonesia terutama Jawa Bali tidak ada kekurangan, hanya perlu pengaturan pada saat beban puncak. Pada Senin hingga Jumat, khususnya listrik Jawa Bali kekurangan daya hingga 600 megawatt mw, sebaliknya, pada Sabtu dan Minggu, justru kelebihan daya hingga 1.000 MW. Dengan pengaturan tersebut, maka kelebihan daya 1.000 mw bisa terserap dengan baik, tanpa harus mengganggu jam kerja industri. Ketentuan tersebut akan berlangsung hingga terbangunnya power plan pada sekitar Maret - april 2009, dengan tambahan daya 2.000 MW. Industri disebut-sebut sebagai biang keladi defisit energi nasional karena menghabiskan lebih dari 38 persen jatah listrik nasional 7000 MW jauh diatas pemakaian rumah tangga. Alasan lain adalah adanya daya listrik yang iddle nganggur di hari sabtu-minggu sebesar 1000-2000 MW. Menurut Menakertrans Erman Suparno, pengalihan hari kerja dengan tetap masuk pada hari Sabtu dan Minggu lebih pada esensi pengaturan waktu libur pekerja dan menyeimbangkan surplus listrik. Dengan dalih pengalihan beban listrik nasional, kalangan industri di Jawa-Bali diberi ‘keistimewaan’ untuk menggeser hari liburnya dari sabtu dan minggu menjadi hari lain hari kerja biasa. Bagi kalangan industri, baik pengusaha maupun karyawan buruh hal ini menimbulkan masalah baru. Salah satunya adalah belum adanya kesepakatan mengenai status hari sabtu dan minggu sebagai hari yang di hitung overtime atau tidak. Beberapa LSM perburuhan masih memperjuangkan hal ini. Saran pemerintah agar kalangan industri membahas masalah ini secara internal lewat wadah bipartittripartit pun tampaknya tidak mudah untuk diwujudkan. Sementara rencana Menakertrans mengeluarkan surat edaran mengenai pengalihan jam kerja sabtu minggu yang tidak dihitung sebagai lembur akan ‘bertabrakan’ dengan PP 81981 yang menegaskan bahwa - bekerja pada hari sabtu dan minggu akan dihitung lembur. 35 Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 membagi waktu istirahat bermacam-macam, ada waktu istirahat antara jam kerja, waktu istirahat 35 .www. Kapanlagi.com, SKB Lima Menteri Tak akan ganggu Jam Kerja dan Lembur, Jakarta, 16 juli 2008 mingguan, cuti tahunan dan istirahat panjang. Pada Pasal 79 ayat 2 Undang- Undang Nomor 13 tahun 2003 mengatur tentang waktu istirahat, yang berbunyi : a. istirahat antara jam kerja sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 empat jam terus-menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; b. istirahat mingguan 1 satu minggu atau 2 dua hari untuk 5 lima hari kerja dalam 1 satu minggu; c. cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 dua belas hari kerja setelah pekerjaburuh yang bersangkutan bekerja selama 12 dua belas bulan secara terus menerus; dan d. istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 dua bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 satu bulan bagi pekerjaburuh yang telah bekerja selama 6 enam tahun secara terus menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerjaburuh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 dua tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 enam tahun. 36

B. Isi SKB 5 Menteri