Jaminan Upah Buruh DOSEN PEMBIMBING SKRIPSI :

2. Pekerjaburuh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 satu setengah bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan. Dari uraian Pasal 76 ayat 1, 2, 3 dan 4, Pasal 81 ayat 1 dan Pasal 82 ayat 1 dan 2 diatas, adalah kewajiban pengusaha untuk memberikan perlindungan terhadap keselamatan kerja kepada para pekerjanya khususnya memberikan perlindungan kepada pekerjaburuh perempuan. Pada Undang-Undang Ketenagakerjaan ini juga melindungi pekerja yang cacat, seperti tertera pada pasal 67 ayat 1“Pengusaha yang mempekerjakan tanaga kerja penyandang cacat wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya. Pengusaha juga wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerjaburuh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya seperti tersebut dalam Pasal 80 Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

2. Jaminan Upah Buruh

Tujuan pekerja melakukan pekerjaan adalah untuk mendapatkan penghasilan yang cukup untuk membiayai kehidupan dirinya atau bila ia sudah bekeluarga bersama keluarganya, yaitu kehidupan yang layak bagi kemanusiaan. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 menetapkan bahwa tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ini berarti adanya keharusan untuk memberikan upah yang layak bagi kemanusiaan. Selama pekerja melakukan pekerjaannya, maka ia berhak atas penghasilan atau upah dari pengusaha untuk kelangsungan hidupnya. Dengan demikian, upah adalah pembayaran yang diterima pekerja dari pengusaha selama ia melakukan pekerjaan atau dipandang melakukan pekerjaan 32 Upah sebenarnya mempunyai pengertian yang berbeda-beda menurut pengusaha, organisasi pekerja dan pekerja itu sendiri. Bagi pengusaha upah adalah biaya produksi yang harus ditekan serendah-rendahnya agar harga barang yang diproduksinya tidak menjadi terlalu tinggi atau agar keuntungan yang diperolehnya menjadi lebih tinggi. Bagi organisasi pekerja, upah adalah objek yang menjadi perhatiannya untuk dirundingkan dengan pengusaha agar terus dinaikkan. Dan bagi pekerja, upah adalah jumlah uang yang diterimanya pada waktu-waktu tertentu atau lebih penting lagi adalah banyaknya barang kebutuhan hidup yang dapat dibeli dari besarnya uang yang diterima . 33 Dalam menetapkan besarnya upah, pengusaha tidak boleh mengadakan diskriminasi antara pekerja pria dan wanita untuk melakukan pekerjaan yang sama nilainya seperti tercantum dalam Pasal 3 PP No.8 Tahun 1981. ketentuan ini sejalan dengan Konvensi ILO Nomor 100 tahun 1951 mengenai Kesamaan di Bidang . Pengertian upah juga terdapat pada Pasal 1 ayat 30 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang berbunyi: “Upah adalah hak pekerjaburuh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerjaburuh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerjaburuh dan keluarganya atas suatu pekerja dan atau jasa yang telah atau akan dilakukan. 32 . Imam Soepomo, SH. Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, 1982 33 . _____________, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang KetenagaKerjaan dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang serikat PkerjaSerikat Buruh, cetakan ketiga, PT. Visimedia, 2008 Pengupahan. Konvensi ini telah diratifikasi oleh Indonesia, sehingga sekarang telah menjadi huku m nasional kita. Di bidang pengupahan, Undang-Undang Ketenagakerjaan menjamin agar setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Untuk itu pemerintah ditugasi untuk menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja. Agar dapat dipenuhi ketentuan bahwa upah yang akan diterima oleh pekerja dikatakan layak bagi kemanusiaan, maka dipandang perlu ada perlindungan terhadap upah pekerja. Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerjaburuh tercantum pada Pasal 88 ayat 3 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang meliputi : a. upah minimum; b. upah kerja lembur; c. upah tidak masuk kerja karena berhalangan; d. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya; e. upah karena menjalankan waktu istirahat kerjanya; f. bentuk dan cara pembayaran upah; g. denda dan potongan upah; h. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; i. struktur dan skala pengupahan yang proporsional; j. upah untuk pembayaran pesangon; dan k. upah untuk perhitungan pajak penghasilan. Mengenai upah tesebut pekerjaburuh juga berhak memperoleh upah kerja lembur, yang tujuan adanya upah kerja lembur adalah untuk menghindari adanya eksploitasi tenaga kerja, dan untuk itu maka dibuat kesepakatan tentang waktu kerja. Dan bilamana karena keadaan tertentu pekerja harus melakukan pekerjaan di luar jam kerja, maka pengusaha wajib membayar upah di luar jam kerja atau upah kerja lembur, seperti tersebut pada Pasal 78 ayat 1 dan 2, yaitu: 1. Pengusaha yang mempekerjakan pekerjaburuh melebihi batas waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat 2 harus memenuhi syarat: a. ada persetujuan pekerjaburuh yang bersangkutan; dan b. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 tiga jam dalam 1 satu hari dan 14 empat belas jam dalam 1 satu minggu. 2. Pengusaha yang mempekerjakan pekerjaburuh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib membayar upah kerja lembur. Yang mana pada Pasal 77 ayat 2 menyebutkan mengenai waktu kerja, yaitu: a. 7 tujuh jam 1 satu hari dan 40 empat puluh jam 1 satu minggu untuk 6 enam hari kerja dalam 1 satu minggu; atau b. 8 delapan jam 1 satu hari dan 40 empat puluh jam 1 satu minggu untuk 5 lima hari kerja dalam 1 satu minggu.

3. Lembur dan Cuti