BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pemilihan judul
Di zaman penjajahan Belanda ekonomi Indonesia adalah ekonomi kolonial, kedudukan ekonomi Indonesia ketika itu ialah: 1 sebagai sumber bahan mentah; 2
sebagai sumber tenaga buruh yang murah; 3 sebagai pasar buat menjual hasil-hasil produksi negeri-negeri kapitalis; 4 sebagai tempat investasi penanaman modal asing.
Ini berarti bahwa Indonesia tergantung dari export bahan-bahan mentah timah, bauksit, karet, dll. hasil perkebunan, dsb. dan import barang keperluan hidup textil, sepatu,
sepeda, dsb..
Susunan ekonomi kolonial mengakibatkan Indonesia tidak mempunyai industri sendiri yang bisa mengerjakan bahan mentahnya guna memenuhi kebutuhan Indonesia,
di lapangan ekonomi Indonesia tergantung dari luar negeri, dengan demikian tidak mungkin ada perkembangan modal nasional dan industri nasional.
Ekonomi kolonial ini dipertahankan oleh imperialis Belanda dengan bantuan penanam modal asing lainnya di Indonesia dengan suatu politik kolonial yang dalam
prakteknya bersifat setengah-fasis. Politik kolonial ini ditujukan untuk menindas gerakan Rakyat yang menuntut kemerdekaan sebagai jaminan guna penyusunan
ekonomi nasional. Terutama gerakan buruh dan Partai Komunis Indonesia, sebagai partainya kaum buruh, mendapat rintangan yang paling besar dari pemerintah kolonial.
Pada tahun 1930 statistik Hindia Belanda, penduduk Indonesia yang hidup dari upah berjumlah lebih kurang 6.000.000 enam juta orang. Dalam jumlah ini sudah
dimasukkan buruh musiman seizoen arbeiders yang sangat besar jumlahnya dan bekerja di perkebunan-perkebunan atau di pabrik-pabrik gula. Buruh musiman ini
umumnya terdiri dari buruh tani dan tani miskin, yaitu penduduk desa yang sama sekali tidak mempunyai tanah garapan atau mempunyai tanah tetapi sangat sedikit.
Di antara 6 juta kaum buruh itu, antara lain terdapat setengah juta buruh modern terdiri dari: 316.200 buruh transport, 153.100 buruh pabrik dan bengkel, 36.400
buruh tambang timah kepunyaan pemerintah dan partikulir, 17.100 buruh tambang batubara kepunyaan pemerintah dan partikulir, 29.000 buruh tambang minyak,
6.000 buruh tambang emas dan perak kepunyaan pemerintah dan partikulir. Selainnya adalah buruh pabrik gula, buruh perkebunan, berbagai golongan pegawai
negeri termasuk polisi dan tentara, buruh industri kecil, buruh lepas dsb. Perlu diterangkan bahwa yang terbesar ialah jumlah buruh industri kecil 2.208.900 dan
buruh lepas 2.003.200
1
Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang, dimana seluruh sektor pembangunan terus ditingkatkan. Dalam pembangunan ini terjadi
proses perubahan dari negara agraris menuju negara industri. Dengan pembangunan juga diupayakan agar dapat meningkatkan pendapatan negara dan pendapatan
masyarakat melalui industri yang menghasilkan prosuk-produk ekspor dan dapat menampung tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar. Semakin besar industri
tersebut semakin besar juga tenaga kerja yang dapat di tampung. .
Dari angka-angka ini jelaslah bagi kita, bahwa merupakan bagian yang sangat kecil dari buruh Indonesia setengah juta yang sudah berhubungan dengan alat-alat
produksi modern, sedangkan bagian terbesar belum berhubungan dengan alat-alat produksi modern dan masih erat hubungannya dengan pertanian.
1
Arief Chandra, KEWAJIBAN FRONT PERSATUAN BURUH, Komunis Indonesia, Penerbit Yayasan Pembaruan , 2007.
Pembangunan dalam suatu negara tentu saja tidak terlepas dari pada perekonomian suatu negara itu sendiri, yang pada hakekatnya pembangunan itu adalah
merupakan suatu cara atau dasar untuk memperkuat perekonomian negara yang bersangkutan.
Di setiap negara di dunia ini selalu berusaha untuk meningkatkan perekonomiannya melalui suatu kegiatan pembangunan secara terus-menerus dan
berkelanjutan. Dan apabila terjadi suatu penurunan pembangunan atau terjadinya penghentian pembangunan tersebut maka akan terasa akibat yang berlangsung terhadap
keadaan perekonomian negara itu. Adapun pembangunan yang terus menerus ditingkatkan adalah untuk menaikkan
tingkat pendapatan atau menaikkan tingkat kehidupan rakyat, apabila tingkat pendapatan atau tingkat penghidupan rakyat rendah maka akan sangat berpengaruh
terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi negara itu sendiri. Oleh karena itu apabila tingkat pendapatan rakyat rendah harus segera diatasi dengan memperbesar atau meningkatkan
dengan cara memajukan produksi nasional. Dengan peningkatan produksi nasional agar berhasil adalah tergantung kepada tersedianya faktor-faktor produksi yang dapat
digerakkan di negara tersebut, karena faktor-faktor produksi merupakan syarat utama dalam kelangsungan pelaksanaan pembangunan. Setiap negara di dunia ini mempunyai
corak ekonomi yang berbeda-beda dalam melaksanakan pembangunannnya, namun tujuannya adalah tetap sama yaitu untuk meningkatkan taraf hidup rakyat atau dengan
perkataan lain untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya Income Percapita bagi seluruh penduduk, sehingga akan terwujud ke suatu arah akan terpenuhinya kebutuhan
yang beraneka ragam.
Berdasarkan uraian dalam situs apindo mengenai daya produktivitas Indonesia dan negara-negara ASEAN diuraikan bahwa, dengan adanya pembangunan sudah tentu
akan mendorong timbulnya berbagai macam usaha seperti mendirikan atau pengusahaan. Baik yang didirikan oleh pemerintah maupun pihak swasta, dengan
Penanaman Modal Asing PMA maupun Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN. Dengan berdirinya perusahaan-perusahaan tersebut maka akan menimbulkan adanya
suatu kesempatan kerja yang luas bagi masyarakat. Dengan kata lain perusahaan- perusahaan tersebut otomatis akan membutuhkan tenaga kerja yang akan turut berperan
dalam menjalankan perusahaan tersebut. Maka dengan demikian para anggota masyarakat yang semula hanya hidup dengan pekerjaan yang tak tetap dan hidup
sebagai pengangguran sudah dapat memiliki pekerjaan. Sebuah proses industri akan berjalan apabila telah terdapat unsur-unsur yang
memungkinkan terlaksanakan kegiatan industri, seperti adanya pengusaha sebagai pemilik modal dan pekerja yang akan melaksanakan apa yang menjadi bidang garapan
industri tersebut. Dalam kaitan ini pengusaha dan pekerja akan saling bekerja sama untuk mewujudkan terlaksananya kegiatan industri melalui hubungan kerja.
Pada dasarnya hubungan kerja, yaitu hubungan antara pengusaha dan pekerja dapat terjadi setelah diadakan perjanjian antara pengusaha dan pekerja, dimana pekerja
menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada pengusaha tersebut dengan menerima upah dan pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan pekerja
dengan membayar upah. Perjanjian yang demikian disebut Perjanjian Kerja Pengawasan biasanya dilakukan ditempat kerja dengan melihat dan memeriksa
langsung syarat-syarat kerja, waktu kerja, waktu kerja lembur, pekerjaburuh wanita dan anak, serta aspek-aspek kesehatan dan keselamatan kerja. Bagi pekerjaburuh,
pengawasan ini menjamin terlaksananya hak-hak pekerja atau buruh yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan dan bagi pengusaha, pengawasan merupakan
sarana untuk memperoleh penjelasan dari pihak yang berwenang dan kompeten tentang kewajibannya menurut aturan yang berlaku.
Dalam perjanjian kerja akan disepakati tentang berapa lama pekerja akan mengikatkan diri dengan pengusaha dalam melakukan hubungan kerja. Oleh karena itu
pekerja tidak boleh melakukan pekerjaannya sekehendak hati, begitu pula pengusaha tidak boleh mempekerjakan pekerjanya seumur hidup. Hal ini untuk memberikan
jaminan bahwa hak pribadi manusia tetap diperhatikan. KUH Perdata tidak mengatur lebih jauh pengertian “waktu tertentu“. KUH Perdata hanya mengatur tentang keadaan-
keadaan dimana suatu hubungan kerja dapat berakhir sebagaimana diatur dalam Pasal 1603e ayat 1, Pasal 1603j dan Pasal 1603k KUH Perdata yaitu sebagai berikut:
a. Jika habis waktunya seperti yang ditetapkan dalam perjanjian atau dalam
peraturan undang-undang atau jika semua itu tidak ada, menurut kebiasaan. b.
Jika pekerja telah meninggal dunia c.
Jika pekerja telah meninggal dunia, kecuali jika dari perjanjian dapat disimpulkan sebaliknya
2
2
. Soedharyo Soimin, SH, KUH Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 1995, Hlm 401 dan 4003
. Sedangkan dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 Pasal 59, menyatakan
“Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu,
yaitu:
a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu
lama dan paling lama 3 tiga tahun; c.
Pekerjaan yang bersifat musiman; atau d.
Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Dalam Undang-undang HAM dikatakan bahwa, hak asasi manusia adalah sesuatu hak yang diberikan oleh Tuhan dari sejak lahir. Hak merupakan sesuatu yang
layak di terima oleh setiap manusia. Seperti mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak memeluk agama, dan hak untuk mendapat pengajaran. Hak selalu beriringan
dengan kewajiban-kewajiban, ini merupakan sesuatu yang harus kita lakukan bagi bangsa, negara, dan kehidupan sosial.
Hak dan kewajiban ini adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, akan tetapi sering terjadi pertentangan karena hak dan kewajiban tidak seimbang. Sudah sangat
jelas bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk mendapatkan penghidupan yang layak, akan tetapi pada kenyataannya banyak warga negara yang
belum merasakan kesejahteraan dalam menjalani kehidupannya. Semua itu terjadi karena pemerintah dan para pejabat tinggi lebih banyak mendahulukan hak daripada
kewajiban. Jika keadaannya seperti ini, maka tidak ada keseimbangan antara hak dan kewajiban. Jika keseimbangan itu tidak ada akan terjadi kesenjangan sosial yang
berkepanjangan. Untuk mencapai keseimbangan antara hak dan kewajiban, yaitu dengan cara mengetahui posisi diri kita sendiri. Sebagai seorang warga negara harus
tahu hak dan kewajibannya. Seorang pejabat atau pemerintah pun harus tahu akan hak
dan kewajibannya. Seperti yang sudah tercantum dalam hukum dan aturan-aturan yang berlaku. Jika hak dan kewajiban seimbang dan terpenuhi, maka kehidupan masyarakat
akan aman sejahtera.
Dalam praktek, pengaturan hak dan kewajiban khususnya yang berkaitan dengan persyaratan kerja tidaklah sederhana. Hal ini dipengaruhi berbagai faktor. Pertama,
tidak mungkin mengatur semua persyaratan kerja kedalam peraturan perundang- undangan. Kedua, adanya kepentingan yang berbeda dalam proses perumusan
perjanjian kerja
3
Untuk mengatasi hal ini maka pemerintah yaitu Menteri Perindustrian, Menteri Energi dan Sumber Daya mineral, Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi, Menteri
Dalam Negeri dan Menteri Negara BUMN mengeluarkan surat keputusan yg dikenal dengan SKB 5 Menteri. Dalam SKB 5 Menteri bertujuan untuk :
.
Menurut Saifudiendjsh dalam tulisannya yang berjudul upah dan pesangon buruh, bahwa faktor tenaga kerja sangat memegang peranan yang penting dalam jalur
pembangunan di perusahaan atau pabrik. Apabila seorang bekerja pada suatu pabrik atau perusahaan dengan suatu hubungan kerja maka sudah barang tentu akan timbul
berbagai masalah yang menyangkut hubungan buruh dengan pihak perusahaan yang antara lain mengenai upah, jam kerja, cuti, jaminan sosial, keselamatan kerja, dan lain
sebagainya. Jelasnya akan timbul masalah tentang syarat-syarat kerja dan kondisi kerja yang menyangkut pihak buruh dan pihak pengusaha.
Semakin pesatnya pertumbuhan industri di Indonesia membuat semakin tinggi juga permintaan akan listrik yg diperlukan untuk menjalankan mesin ataupun untuk
kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini pemerintah harus meyediakan pasokan listrik yg cukup agar perindustrian dan perekonomian Indonesia dapat berkembang dengan pesat.
3
Wiwoho Soedjono, Hukum Pengantar Perjanjian Kerja, Bina Aksara, Jakarta, Cet. 1, 1983, hlm 10
A Mengatasi ketidakseimbangan pasokan listrik PT. PLN dengan kebutuhan listrik
sektor Industri. B.
Menghindari pemadaman listrik sehingga sektor Industri dapat melakukan Operasi dengan baik.
Di dalam Situs Kapan lagi.com diuraikan bahwa, surat Keputusan Bersama SKB lima menteri yang mengatur pergeseran hari libur, SKB tersebut mulai
diberlakukan tanggal 21 Juli 2008. Keputusan tersebut diberikan, karena sesuai dengan perhitungan matematis, bahwa daya listrik di Indonesia terutama Jawa Bali tidak ada
kekurangan, hanya perlu pengaturan pada saat beban puncak. Pada Senin hingga Jumat, khususnya listrik Jawa Bali kekurangan daya hingga 600 megawatt mw, sebaliknya,
pada Sabtu dan Minggu, justru kelebihan daya hingga 1.000 MW. Dengan pengaturan tersebut, maka kelebihan daya 1.000 mw bisa terserap dengan baik, tanpa harus
mengganggu jam kerja industri. Ketentuan tersebut akan berlangsung hingga terbangunnya power plan pada sekitar Maret - april 2009, dengan tambahan daya 2.000
MW. Sejalan dengan uraian yang dituangkan dalam media ekonomi bisnis Indonesia
bahwa, Surat Keputusan Bersama SKB 5 Menteri terkait himbauan pemerintah melaksanakan penghematan energi listrik berefek pada sektor industri. SKB yang
ditandatangani 5 menteri itu adalah Menteri Negara BUMN, Menteri Negara Energi dan Sumber Daya Mineral ESDM, Menteri Dalam Negeri, Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan menyepakati untuk penghematan energi sektor industri agar dapat mengalihkan pola jam kerja pada hari
Sabtu dan Minggu atau perusahaan yang menggunakan listrik PLN untuk industri yang menggunakan daya minimal 200kVA.
Menurut hendy herdiman, pemadaman listrik dan pengalihan waktu kerja akan berdampak pada jadwal produksi. Apalagi jika perusahaan tersebut sangat terpaku pada
delivery due date. Berapa kerugian yang harus ditanggung perusahaan dengan mundurnya jadwal produksi. Berapa kerugian yang harus ditanggung perusahaan karena
harus merubah media pengirimanekspor barang dari jalur laut menjadi jalur udara karena terbentur jadwal pengiriman yang sudah tidak bisa ditunda lagi. Apalagi jika
melihat pasal 7 yang berisi kewenangan PT PLN untuk mengenakan sanksi berupa pemutusan aliran listrik sementara bagi perusahaan industri yang tidak melaksanakan
ketentuan pasal 2 peraturan bersama. Padahal selama ini PLN yang sering lebih diuntungkan setiap bulannya. Lalu pada saat terjadi krisis listrik perusahaanlah yang
diberi sanksi hal ini sangat tidak adil, Perubahan jam kerja yang mewajibkan pekerja untuk bekerja di hari Sabtu dan Minggu untuk mengganti hari kerja biasa yang
diliburkan karena adanya jadwal pemadaman listrik, jika dilihat dari segi jumlah jam kerja tidak ada yang dirugikan.
Namun secara psikologis pekerja dirugikan karena selama ini secara umum, hari Sabtu dan Minggu merupakan weekday atau saatnya pekerja beristirahat atau
melakukan aktivitas sosial dalam keluarga dan masyarakat. kemudian ada berjuta-juta anak-anak kaum pekerja yang harus kecewa setiap Sabtu dan Minggu karena tidak bisa
lagi bercengkerama dengan kedua orang tuanya pada kedua hari tersebut, karena pada hari biasa Senin-Jumat anak-anak ini harus tetap bersekolah.
Menurut Menakertrans Erman Suparno, pengalihan hari kerja dengan tetap masuk pada hari Sabtu dan Minggu lebih pada esensi pengaturan waktu libur pekerja
dan menyeimbangkan surplus listrik Berdasarkan hal diatas penulis tertarik untuk membahas mengenai keberadaan SKB 5 Menteri dibandingkan dengan Undang-Undang
Ketenagakerjaan No 13 tahun 2003 dan Undang-Undang Hak Asasi manusia No 39 tahun 1999.
B. Perumusan Masalah