Pencegahan HIVAIDS Dinamika psikologis penderita HIVAIDS

25 pengguna jarum suntik yang tidak steril secara bersama-sama, bayi yang dilahirkan oleh ibu yang positif HIV. Sedangkan menurut Kaplan 1997 penularan HIV paling sering terjadi melalui hubungan seksual atau perpindahan darah yang terkontaminasi, seks anal, seks vaginal dan virus yang terkontaminasi paling mungkin menularkan virus. Penularan dari darah yang terkontaminasi paling sering terjadi jika seseorang yang ketergantungan pada zat intravena memungkinkan jarum hipodermik bersama- sama atau teknik sterililasi yang tepat dan anak-anak dapat terinfeksi in-utera atau melalui air susu ibu jika ibunya terinfeksi dengan HIV. Penulis menyimpulkan HIV Human Immunodeficiency Virus terdapat dalam darah, sperma dan cairan vagina. Penularan virus ini akan terjadi ketika cairan yang terinfeksi masuk kedalam aliran darah, penularan atau penyebaran melalui seks anal, vaginal dan oral yang tidak terlindungi dapat menularkan virus. HIVAIDS tidak akan menular melalui hubungan sosial maupun tinggal bersama, dengan catatan mencegah terjadinya kontak dengan darah yang terinfeksi. Kategori yang beresiko tinggi adalah pengguna nakoba suntik yang tidak steril yang digunakan bersama-sama dan bayi yang dilahirkan dari ibu yang positif HIV.

2.3.3. Pencegahan HIVAIDS

Menurut Davidson 2004 pencegahan bisa dilakukan melalui perubahan perilaku. Para ilmuwan secara umum sepakat bahwa program-program penggantian jarum suntik atau pembagian jarum suntik secara gratis dan alat 26 suntik, mengurangi penggunaan jarum secara bergantian dan mengurangi penyebaran infeksi melalui penggunaan narkoba intravera. Fokus utama dalam mencegah penularan HIVAIDS melalui hubungan seks adalah mengubah cara- cara berhubungan seks, seseorang yang dapat menghilangkan kemungkinan tertular dengan melakukan hubungan monogami dengan hanya satu orang yang hasil tes HIV-nya negatif. Walaupun demikian pencegahan terbaik adalah mendorong orang-orang yang berhubungan seksual secara aktif untuk menggunakan kondom, karena efektivitas kondom dalam pencegahan HIV hampir 90 persen. Sedangkan menurut Kaplan 1997 pencegahan HVAIDS bisa dilakukan dengan cara melakukan hubungan seks yang aman dan menghindari menggunakan jarum suntik hipodermik yang sudah di gunakan secara bersama-sama atau terkontaminasi. Penulis menyimpulkan pencegahan HIVAIDS bisa dilakukan dengan cara melakukan perubahan perilaku yaitu dengan cara tidak menggunakan jarum suntik secara bergantian, setia pada pasangan dan dalam melakukan hubungan seksual menggunakan kondom.

2.3.4. Dinamika psikologis penderita HIVAIDS

Menurut Hutapea 2004 seorang yang menderita HIVAIDS sering mengalami masalah-masalah psikologis, terutama kecemasan, depresi, rasa bersalah akibat perilaku seks dan penyalahgunaan obat, marah dan dorongan untuk melakukan bunuh diri. Orang yang tertular HIVAIDS sering marah kepada 27 kalangan medis karena ketidakberdayaan mereka menemukan obat atau vaksin penangkal HIVAIDS. Mereka juga jengkel terhadap masyarakat luas yang mendiskriminasikan penderita HIVAIDS. Untuk sebagian penderita HIVAIDS, ketidakpastian nasib pengidap HIV dan potensi untuk menderita AIDS akan menimbulkan perasaan cemas dan depresi. Sering dihinggapi perasaan menjelang maut, rasa bersalah akan perilaku yang membuat infeksi dan rasa diasingkan oleh orang lain. Stress akan ikut melemahkan sistem imun, yang terlebih dahulu sudah dilumpuhkan oleh HIV. Banyak orang yang tertular HIVAIDS ditinggalkan oleh teman atau kekasih mereka. Stress yang disebabkan kehilangan ini pun akan ikut melemahkan sistem imun mereka. Menurut Kaplan 1997 orang HIVAIDS berbeda kondisinya dengan orang yang menderita penyakit parah lainnya seperti kanker dan stroke. Infeksi HIVAIDS selain berpengaruh terhadap fisik pengidapnya juga memiliki pengaruh terhadap psikososial seperti hubungan status emosi, perubahan dalam pola adaptasi perilaku dan fungsi kognitifnya, perilaku hidup sehat, perubahan tujuan, hidup dan peranannya di masyarakat, perubahan dalam kehidupan spiritual sampai persiapan menjelang kematiannya. Dari penjelasan di atas penulis mendapatkan kata kunci dinamika psikologis yang dialami penderita HIVAIDS yaitu kecemasan, depresi, rasa bersalah, marah, dorongan untuk melakukan bunuh diri. Infeksi HIVAIDS selain berpengaruh terhadap fisik berpengaruh juga terhadap psikososial seperti status emosi, perubahan pola adaptasi, perilaku dan fungsi kognitif, perilaku hidup sehat dan perubahan tujuan. 28

2.3.5. Stigma Masyarakat Tentang HIVAIDS