20 3 Perilaku diskriminasi, tahap selanjutnya setelah proses kedua dilakukan, maka
masyarakat memberikan perlakuan yang bersifat membedakan diskriminasi. Melakukan  stigmatisasi  kepada  orang  lain  dapat  memberikan  beberapa
fungsi  bagi  individu  termasuk  meningkatkan  harga  diri,  meningkatkan  kendali sosial,  menahan  kecemasan.  Stigmatisasi  dapat  meningkatkan  harga  diri  melalui
proses  pembandingan  ke bawah  menahan  kelemahan  orang  lain  Will,  dalam Heatherton; 2003. Mengacu  pada  teori  perbandingan  ke  bawah,  yaitu
membandingkan  diri  sendiri  dengan  orang  lain  dapat  meningkatkan  perasaan berharga  seseorang  dan  karenanya  dapat  meningkatkan  harga  dirinya.
Pembandingan  ke bawah  dapat  berlangsung  dalam  bentuk  pasif  seperti  mencari kekurangan orang lain dalam bidang-bidang tertentu atau juga berlangsung dalam
bentuk  aktif  seperti  membentuk  kondisi  yang  tidak  menguntungkan  orang  lain melalui diskriminasi.
Dari definisi di atas penulis menyimpulkan proses pemberian stigma yang dilakukan masyarakat ada tiga tahap, Pertama, proses interpretasi; Kedua, proses
pendefinisian  pada  seseorang  yang  dianggap  berperilaku  menyimpang; Ketiga, perilaku diskriminasi.
2.2.3. Tipe-tipe dan Dimensi Stigma
Menurut  Goffman  dalam  Heatherton; 2003 membedakan  tiga  jenis stigma, atau kondisi stigmatisasi, diantaranya:
1 Kebencian terhadap tubuh seperti, cacat tubuh 2 Mencela karakter individu gangguan mental, pecandu, pengangguran
21 3 Identitas kesukuan seperti ras, jenis kelamin, agama dan kewarganegaraan
Sedangkan  Jones,  dkk  dalam  Heatherton; 2003 membagi  enam  dimensi kondisi stigmatisasi:
1 “penyembunyian”  yang  mencakup keluasan karakteristik stigmatisasi sedapat mungkin bisa dilihat seperti cacat wajah vs. homoseksualitas.
2 “rangkaian  penandaan”  berhubungan  dengan  apakah  tanda  tersebut  sangat mencolok  mata  atau  makin  melemah  dari  waktu  ke waktu  seperti multiple
sclerosis vs. kebutaan. 3 “kekacauan”  yang  mengacu  pada  tingkat  stigmatisasi  dalam  mengganggu
interaksi interpersonal seperti gagap dalam berbicara. 4 “estetika”  yang  berhubungan  dengan  reaksi  subjektif  yang  dapat
memunculkan stigma karena suatu hal yang kurang menarik. 5 “asal-usul”  tanda  stigmatisasi  seperti  cacat  bawaan,  kecelakaan,  atau
kesengajaan  yang  juga  terkait  dengan  tanggung  jawab  seseorang  dalam membentuk stigma.
6 “resiko”  yang mencakup perasaan berbahaya dari stigmatisasi dari orang lain seperti  memilki  penyakit  yang  mematikan  atau  membahayakan  vs.  memilki
kelebihan berat badan. Lain  halnya  menurut  Crocker  dkk  dalam  Heatherton; 2003  bahwa
“keterlihatan”  dan  “keterkendalian”  merupakan  dimensi  stigma  yang  sangat penting bagi mereka yang melakukan stigma dan mengalami stigma.
Dari  beberapa  definisi  di atas,  penulis  menyimpulkan  bahwa  terdapat 3 tipe atau dimensi stigma diantaranya; Pertama, kebencian terhadap tubuh seperti
22 cacat tubuh; Kedua, mencela karakter individu seperti gangguan mental, pecandu,
dan  pengangguran; Ketiga,  identitas  kesukuan  seperti  ras,  agama,  jenis  kelamin dan kewarganegaraan.
2.2.4. Alasan terjadinya stigma pada penderita HIVAIDS
Menurut Green dalam Cholil; 1997 ada tiga sumber, diantaranya: 1 Ketakutan,  semua  tahu  HIVAIDS  adalah  penyakit  infeksi  yang  sampai  saat
ini belum ditemukan obat untuk menyembuhkannya. 2 Moril,  fakta  yang  ada  penyakit  HIVAIDS  sering  terkait  dengan  seks  bebas
dan  penyalahgunaan  obat  terlarang  atau  obat  bius,  kutukan  Tuhan dengan alasan  bahwa  ODHA  Orang  Dengan  HIVAIDS  adalah  orang-orang  yang
melanggar norma agama. 3 Ketidak acuhan oleh media masa, adanya pemikiran dan ketakutan dan pikiran
moril pembaca tentang HIVAIDS. Sedangkan menurut Takahashi dalam Rudianto, 2005 stigma terjadi pada
penderita HIVAIDS karena 3 hal yaitu: 1 Fungsi mereka ditengah masyarakat.
Dalam  hal  ini  mereka  dianggap  kurang  produktif  dan karena  itu  merugikan masyarakat. Produktifitas adalah norma sosial yang ada dalam masyarakat.
2 Keberadaan mereka yang merupakan ancaman bagi masyarakat. Kelompok
penderita  HIVAIDS  dianggap  potensial  membahayakan masyarakat  karena  penyakit  yang  disandangnya.  Mereka  dianggap  potensial
menulari orang-orang yang sehat dengan AIDS.
23 3 Mereka  dianggap  bertanggung  jawab  secara  pribadi  atas  keberadaan  mereka.
Anggapan  masyarakat  pada  penderita  HIVAIDS.  Persepsi  bahwa  penderita AIDS bertanggung jawab secara pribadi atas penyakit yang disandangnya dari
publikasi  besar-besaran  mengenai  kalangan  yang  beresiko  tertinggi  tertular HIVAIDS.
Dari definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa alasan terjadinya stigma pada penderita HIVAIDS karena ketakutan masyarakat, moril yaitu tingkah laku
yang melatarbelakangi penderita HIVAIDS dan ketidak acuhan dari media masa.
2.2.5. Akibat Stigma