31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2010 sampai dengan bulan Juni 2010. Penelitian bertempat di Badan Tenaga Nuklir Nasional BATAN
Lebak Bulus, Jakarta Selatan dan Laboratorium Pangan Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah Erlenmeyer, timbangan analitik, mikroskop dan kamera, pH meter, corong Buchner, Laminar Air Flow Cabinet
LAFC, Gas Chromatograph Mass Spectrometer GC-MS Shimadzu dan Spektrofotometer UV-Vis Genesys 2, Shacking incubator, mortar, saringan,
mikropipet, cawan petri, tabung reaksi, vortex, penangas air, autoklaf, iradiator IRKA Iradiator Karet Alam, sentrifuse, oven, dan ependorf.
Bahan-bahan yang digunakan adalah batubara jenis subbituminus yang berasal dari Sumatera Selatan yang diisolasi langsung dari pertambangan batubara
pada tahun 2009, isolat kapang Penicillium sp. hasil seleksi oleh Kuraesin tahun 2009, medium Potato Dextrose Agar PDA, Medium Minimal Salt MMS, agar
bakto, larutan fisiologis NaCl 0,85 , sukrosa, alumunium foil, akuades, alkohol 70, kertas parafilm, kertas Whatman No.1, heksana, benzena, dietil eter,
KH
2
PO
4
, aseton, FDA Fluorescen Diacetat, NaOH, dan methylene blue.
32 Komposisi medium yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel
5 sebagai berikut.
Tabel 5. Komposisi Medium Biosolubilisasi Batubara Oleh Penicillium sp. Nama
Medium PDA
ml Agar
bakto g
MMS ml
Sukrosa g
Serbuk Batubara
g Keterangan
Potato Dextrose
+ Medium
Minimal Salt
PDAM 75
0,75 75
- -
Untuk Peremajaan
dan media pertumbuhan
Medium Minimal
Salt + Sukrosa
MMSS -
- 600
1 dari volume
total 6g
2 dari volume
total 12g
Untuk solubilisasi
batubara
3.3. Prosedur Kerja 3.3.1. Persiapan dan Sterilisasi Alat
Alat-alat gelas yang akan digunakan dibersihkan, lalu disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121ºC pada tekanan 1 atm selama 15 menit.
Peralatan yang tidak tahan panas disterilkan dengan menggunakan alkohol 70.
3.3.2. Persiapan Serbuk Batubara
Batubara digerus dengan mortar, lalu disaring menggunakan penyaringan dengan ukuran 70 mesh kurang dari 0,2 mm hingga menjadi serbuk batubara.
33 Sebanyak 5 g sampel batubara yang sudah halus ditimbang dan dimasukkan ke
dalam plastik polyetilen serta ditutup rapat menggunakan sealer.
3.3.3. Iradiasi Batubara Dengan Sinar Gamma
Serbuk batubara ditimbang dalam plastik polyetilen masing-masing 5 g dan ditutup dengan menggunakan sealer, kemudian batubara diiradiasi dengan iradiasi
gamma dengan dosis 0 kGy, 5 kGy, 10 kGy, dan 20 kGy di iradiator IRKA-Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi PATIR BATAN.
3.3.4. Pembuatan Medium Potato Dextrose Agar PDA
Sebanyak 2,92 g medium PDA ditimbang, lalu ditambahkan sebanyak 0,75 g agar bakto dan dilarutkan ke dalam 75 ml akuades di atas penangas air hingga
larut. Setelah larut kemudian disterilisasi ke dalam autoklaf dengan suhu 121°C pada tekanan 1 atm selama 15 menit.
3.3.5. Pembuatan Medium Minimal Salt MMS
Medium Minimal Salt MMS dibuat dengan cara menimbang sebanyak 0,52g MgSO
4.
7H
2
O; 0,003 g ZnSO
4
.7H
2
O; 5 g K
2
HPO
4
; 0,005 g FeSO
4
, dan 1 g NH
4
SO
4
, pH 5,5. Kemudian ditambah 1 liter akuades, lalu dilarutkan sampai homogen Silva et al., 2007. Kemudian MMS disterilisasi dengan autoklaf pada
tekanan 1 atm selama 15 menit.
34
3.3.6. Pembuatan Medium Potato Dextrose Agar + Medium Minimal Salt
PDAM
Medium PDAM dibuat dengan mencampurkan medium PDA dan Medium Minimal Salt
MMS dengan perbandingan 1:1 dari volume medium yang telah dibuat. Kemudian medium PDAM dihomogenkan dengan cara pengadukan.
Medium PDAM disterilisasi dengan autoklaf dengan suhu 121 C pada tekanan 1
atm selama 15 menit.
3.3.7. Pembuatan Medium Minimal Salt + Sukrosa MMSS
Medium MMSS dibuat sebanyak 600 ml medium MMS dengan komposisi yang dapat dilihat pada Lampiran 1 dan ditambahkan sukrosa sebanyak 1 bv,
lalu dihomogenkan. Setelah itu, disterilisasi dengan autoklaf dengan suhu 121 C
pada tekanan 1 atm selama 15 menit.
3.3.8. Peremajaan Kapang dan Kultur Isolat Kapang Penicillium sp.
Isolat kapang Penicillium sp. diambil sebanyak 1 ose, diremajakan pada cawan petri untuk memperbanyak spora kapang. Setelah itu, diinkubasi pada suhu
ruang selama lima hari sampai kapang Penicillium sp. menghasilkan spora. Sebanyak 10 ml NaCl 0,85 dimasukkan ke dalam cawan petri. Kemudian
miselia kapang dilepaskan menggunakan ose steril sampai kapang melarut dengan NaCl. Inokulum spora tersebut dimasukkan ke dalam tabung yang akan digunakan
untuk langkah selanjutnya.
35
3.3.9. Biosolubilisasi Batubara
Penelitian ini dilakukan duplo atau dengan pengulangan. Kultur inokulum spora Penicillium sp. sebanyak 10 vv dimasukkan ke dalam 30 ml medium
MMSS dengan jumlah spora yang diinginkan 10
8
selml, lalu dihomogenkan. Kemudian, ditambahkan sebanyak 2 bv serbuk batubara ke dalam tabung
dengan masing-masing dosis 0 kGy, 5 kGy, 10 kGy, dan 20 kGy, lalu diinkubasi menggunakan shacking incubator dengan kecepatan 120 rpm, pada suhu ruang,
selama 28 hari. Pencuplikan sampel kultur dilakukan pada hari ke 0, 7, 14, 21, dan 28 untuk dilakukan pengamatan kolonisasi miselia kapang, pH medium, dan
solubilisasi terhadap batubara. Untuk perlakuan biosolubilisasi batubara dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Perlakuan Biosolubilisasi Batubara Oleh Penicillium sp.
3.3.10. Pengukuran pH, Solubilisasi, dan Kolonisasi Miselia Kapang
3.3.10.1. Pengukuran pH Sampel Sampel diukur nilai pHnya dengan menggunakan pH meter. Selanjutnya
dibuat grafik perubahannya. Medium
Jumlah Dosis
MMSS + 2 Serbuk batubara + 10 inokulum spora
30 ml 0 kGy
MMSS + 2 Serbuk batubara + 10 inokulum spora
30 ml 5 kGy
MMSS + 2 Serbuk batubara + 10 inokulum spora
30 ml 10 kGy
MMSS + 2 Serbuk batubara + 10 inokulum spora
30 ml 20 kGy
36 3.3.10.2. Solubilisasi Batubara
Sampel diambil sebanyak 10 ml pada tiap pencuplikan, kemudian dipisahkan antara supernatan dan pellet dengan sentrifugasi kecepatan 5400 rpm
selama 15 menit. Supernatan kemudian diukur nilai absorbansinya menggunakan Spektrofotometer UV-Vis Genesys 2 pada panjang gelombang 250 nm dan 450
nm untuk mengetahui tingkat biosolubilisasi batubara padat yang diurai menjadi batubara terlarut Selvi and Banerjee, 2007. Pengukuran absorbansi pada panjang
gelombang 250 nm ini bertujuan untuk mendeteksi adanya gugus fenolik dan pada panjang gelombang 450 nm bertujuan untuk mendeteksi gugus karbonil dan
hidroksil hasil solubilisasi batubara oleh kapang Penicillium sp. Blanko yang digunakan adalah medium MMSS. Nilai absorbansi yang tinggi berbanding lurus
dengan tingkat solubilisasi batubara yang tinggi pula. Supernatan dengan nilai absorbansi tertinggi akan diuji lanjut menggunakan GC-MS Shimadzu.
3.3.10.3. Kolonisasi Miselia Kapang Pada Batubara Kumpulan miselia yang berwarna kehitaman dari sampel kultur yang
diambil pada tiap pencuplikan. Setelah itu miselia tersebut diambil menggunakan pinset steril kemudian diletakan di atas kaca objek bersih. Pengamatan dilakukan
secara mikroskopi, yaitu dengan cara meneteskan Methylene Blue 0,1 ke atas kumpulan miselia kemudian diamati panjang hifa kapang Penicillium sp. yang
tumbuh pada substrat batubara. Pengamatan dilakukan dengan bantuan mikroskop cahaya perbesaran 400 kali. Kolonisasi digunakan untuk mengetahui pertumbuhan
37 yang terjadi pada kapang sehingga dapat diketahui kapang tersebut mampu
menggunakan substrat batubara.
3.3.11. Analisis Aktivitas Enzim
Sampel sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 4 ml KH
2
PO
4
buffer pH 7,6 60 mM. Reaksi dimulai dengan menambahkan 80µg FDA Fluorescen Diacetat. Setelah itu, Pengocokkan
dilakukan selama beberapa menit sampai terjadi reaksi yang ditandai dengan terbentuknya warna kuning akibat reaksi penambahan FDA. Sebanyak 4 ml aseton
ditambahkan ke dalam medium untuk menghentikan reaksi, lalu suspensi disaring dengan menggunakan kertas Whatman No.1 dan filtrat dimasukkan ke dalam
tabung lalu ditutup kertas parafilm dan disimpan di dalam lemari es selama 24 jam untuk menguapkan aseton. Nilai OD Optical Density filtrat yang sudah
dipersiapkan ditera dengan menggunakan spektrofotometer Genesys 2 pada panjang gelombang 490 nm Breeuwer, 1996.
3.3.12. Analisis Hasil Solubilisasi Batubara oleh Kapang Penicilium sp.
Dengan Menggunakan GC-MS
Supernatan dan pelarut dicampurkan dengan perbandingan 1:1. Pelarut yang digunakan adalah benzena : heksana : dietil eter dengan perbandingan 3:1:1.
Campuran tersebut dimasukkan ke dalam corong Buchner lalu diaduk sampai bercampur kemudian didiamkan beberapa saat sampai terbentuk fase atas dan
bawah. Fase atas dipakai untuk identifikasi jenis senyawa produk hasil solubilisasi
38 batubara dan menentukan kadarnya dengan menggunakan GC-MS Shimadzu.
Kolom yang digunakan adalah Dimetil polysiloxana dengan kondisi suhu kolom oven 50
C, suhu injeksi 280 C, laju alir 1,54 mlmenit, dan fase gerak gas
helium. Kontrol yang digunakan adalah medium MMSS yang ditambahkan serbuk batubara yang diiradiasi dan tidak diiradiasi Silva et al., 2007.
3.3.13. Analisis data
Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan Rancangan Acak lengkap RAL yang dianalisis dengan Analisis Varian ANOVA satu arah untuk
mengetahui apakah ada perbedaan atau pengaruh pada tiap perlakuan. Uji Analisis Varian ini ANOVA dibantu dengan bantuan program SPSS 16.
Uji Anova dengan hipotesis : H
: Tidak ada perbedaan antara rata-rata nilai parameter yang diuji pada tiap dosis iradiasi.
H
1
: Ada perbedaan antara rata-rata nilai pada parameter yang diuji pada tiap dosis iradiasi.
Jika probabilitasnya signifikansinya 0,05 maka H diterima.
Jika probabilitasnya signifikansinya 0,05 maka H ditolak atau H
1
diterima.
39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kolonisasi Kapang Penicillium sp. Pada Substrat Batubara
Kapang Penicillium sp. dapat tumbuh pada substrat batubara yang ditandai dengan adanya kolonisasi berupa terselimutinya substrat batubara oleh hifa
kapang Penicillium sp. Hasil pengamatan kolonisasi pada substrat batubara memperlihatkan bagaimana hifa kapang Penicillium sp. mengkolonisasikan
dirinya pada substrat batubara dengan perlakuan dosis berbeda. Pada Gambar 10 adalah contoh hasil pengamatan yang diambil pada hari ke-0 dan hari ke-7
inkubasi. Untuk gambar selengkapnya pada setiap dosis iradiasi dan hari inkubasi dapat dilihat pada Lampiran 5.
Pada hari ke-0 inkubasi, tampak bahwa tidak terjadinya proses kolonisasi karena belum terjadi proses degradasi batubara oleh kapang dan kapang masih
menggunakan nutrien yang berada dalam medium. Kolonisasi miselia kapang pada substrat batubara, baru mulai terlihat pada hari ke-7 inkubasi. Pada Gambar
10, secara kualitatif ditunjukkan bahwa pertumbuhan Penicillium sp. ditandai dengan adanya peningkatan produksi dan kerapatan hifa yang sebanding dengan
makin tingginya dosis iradiasi serta lamanya hari inkubasi yang digunakan. Hal ini membuktikan bahwa penggunaan iradiasi gamma dalam solubilisasi batubara
memberikan pengaruh pada cepatnya proses degradasi yang dilakukan oleh kapang. Perbedaan panjang dan kerapatan hifa yang terjadi pada masing-masing
dosis merupakan akibat dari perbedaan setiap perlakuan dosis yang mengubah
40 senyawa kompleks menjadi senyawa yang sederhana dengan panjang rantai
karbon yang berbeda sehingga kolonisasi pun terjadi perbedaan pada tiap perlakuan.
Pada dosis 0 kGy hari ke-7 inkubasi kolonisasi belum mengalami kerapatan hifa dan pemanjangan hifa kapang Penicillium sp Gambar 10, panjang hifa pun
masih dapat diukur. Pada dosis 5 kGy hari ke-7 jika dibandingkan dengan dosis 0 kGy hari ke-7 inkubasi terlihat kolonisasi kapang Penicillium sp. memperbanyak
sporanya untuk menghasilkan kolonisasi yang lebih banyak lagi, sedangkan pada dosis 10 kGy dan 20 kGy hari ke-7 telah mengalami kolonisasi yang kerapatannya
sudah mulai padat dan panjang hifa kapang yang tidak dapat terukur Gambar 10. Terjadinya kolonisasi membuktikan bahwa kapang Penicillium sp. dapat
menggunakan substrat batubara untuk proses metabolismenya dan dapat mensolubilisasi batubara dengan bantuan enzim sehingga dihasilkannya senyawa
yang lebih sederhana. Enzim-enzim yang dihasilkan oleh kapang Penicillium sp. terikat di permukaan hifa sehingga terjadi kontak dengan lignin yang ada pada
batubara Cathcheside and Ralph, 1994. Menurut Selvi et al. 2006, biosolubilisasi yang dilakukan oleh kapang
sudah baik pada masa inkubasi hari ke-7, ditandai terjadinya interaksi antara batubara yang terjebak dengan hifa kapang sehingga hifa kapang dapat
melarutkan senyawa yang terkandung dalam substrat batubara. Selama pertumbuhannya, produksi hifa kapang semakin meningkat dan mulai
mengelilingi partikel-partikel batubara seiring dengan lamanya masa inkubasi Lampiran 5. Menurut Mustikasari 2009, peningkatan hifa menandakan bahwa
41 kapang makin lama dapat menjebak air serta partikel batubara yang terlarut dalam
medium.
Dosis 0 kGy H-0 Dosis 0 kGy H-7 Dosis 5 kGy H-7
Dosis 10 kGy H-7 Dosis 20 kGy H-7 Gambar 10. Interaksi antara batubara dengan kapang Penicillium sp. dalam
periode inkubasi dan dosis iradiasi yang berbeda Pembesaran 400X. Keterangan: Tanda Panah hijau menunjukkan miselia fungi,
panah kuning menunjukkan partikel batubara, dan panah orange menunjukkan spora fungi.
Pada gambar di atas tampak hifa sedang mengadakan kontak dengan menyelubungi partikel batubara dihari ke-7 inkubasi. Pemberian medium sukrosa
pada penelitian ini merupakan sumber karbon yang dapat membantu dalam proses degradasi batubara guna memberikan energi awal untuk kapang agar dapat
menggunakan substrat batubara pada proses selanjutnya. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Liu et al. 1990, didapatkan hasil bahwa pertumbuhan
42 kapang dapat dipacu dengan pemberian medium yang mengandung gula sehinga
batubara dapat tersolubilisasikan. Produk hasil solubilisasi akan tetap padat tanpa adanya medium yang cocok, sehingga pertumbuhan kapang terhambat dan
kolonisasi kapang tidak dapat terlihat. Terjadinya kolonisasi kapang Penicillium sp. dapat juga dilihat dari
perubahan nilai pH yang menjadi lebih asam pada masa inkubasi Gambar 11. Telah diketahui bahwa kapang dapat tumbuh pada pH berkisar antara 2 sampai
8,5. pH yang asam menunjukkan bahwa kapang Penicillium sp. dapat tumbuh dan dapat menggunakan substrat batubara, sehingga kapang dapat mengkolonisasi
dengan substrat batubara. Hasil yang didapatkan dari penelitian Scott and Lewis 1990, menunjukkan bahwa terjadinya proses kolonisasi pada substrat batubara
karena kapang mampu mengkolonisasi dirinya dengan partikel batubara yang berada pada medium. Proses pengkolonisasian yang telah dilakukan oleh kapang
Penicillium sp. merupakan cara yang dilakukan kapang agar mempermudah
proses degradasi substrat batubara sehingga terjadi pelarutan senyawa di dalam medium.
4.2. Nilai pH Medium Solubilisasi Batubara