22 Penicillium sp. mempunyai kebutuhan akan air untuk pertumbuhannya
water activity yaitu 0,78-0,88. Penicillium sp. umumnya ditemukan pada
berbagai substrat, khususnya dalam debu rumah. Beberapa spesies tumbuh di dalam ruangan yaitu di dinding, tanaman membusuk, kain lembab, dan cat. Selain
itu, ditemukan pada apel yang membusuk, makanan kering, keju, rempah-rempah, biji-bijian kering, kacang-kacangan, bawang, dan jeruk Gandjar et al., 2006.
Pertumbuhan kapang Penicillium sp. dipengaruhi oleh faktor-faktor yang penting, yaitu; substrat, kelembaban, suhu, dan pH derajat keasaman. Substrat
merupakan sumber nutrien utama yang dapat dimanfaatkan sesudah fungi mengekskresikan enzim-enzim ekstraselular, yang dapat mengurai senyawa-
senyawa kompleks menjadi senyawa yang sederhana. Kapang Penicillium sp. dapat hidup pada kelembaban nisbi yang lebih rendah yaitu 80. Suhu yang
optimum bagi pertumbuhan Penicillium sp. sekitar 25°C. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Indahwati 2009, pH optimum yang dihasilkan oleh kapang
Penicillium sp. berkisar 3,15 sampai 4,34. Fungi umumnya menyukai pH di
bawah 7,0 yaitu sekitar 2-8,5 Gandjar et al., 2006.
2.4. Biosolubilisasi Batubara Oleh Kapang
Batubara mempunyai kandungan senyawa organik kompleks yang mengandung unsur utama C, H, dan O. Penicilium sp. merupakan kapang yang
dapat mendegradasi senyawa hidrokarbon polisiklik aromatik sehingga dapat mensolubilisasikan batubara yang mempunyai gugus hidrokarbon aromatik
Haris, 2009.
23 Batubara diperkaya dengan berbagai macam polimer organik yang berasal
dari karbohidrat dan lignoselulosa yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Fungi diketahui melakukan dekomposisi selulosa secara aktif di alam
dengan menghasilkan enzim selulase ekstraselular Zabel and Morell, 1992. Mikroorganisme yang baik dalam mendegradasi batubara terdapat pada kelas
Basiodiomycetes dan Ascomycetes, karena dapat mendegradasi lignin secara lebih
cepat dan ekstensif dibandingkan dengan mikroorganisme lain. Kapang dari genus-genus seperti Aspergillus, Penicillium, Trichoderma, dan sebagainya
diketahui memiliki kemampuan mendekomposisi kayu Lynd et al., 2002. Selulosa merupakan salah satu komponen pembangun tumbuhan. Selulosa
adalah polimer yang tersusun atas unit-unit glukosa melalui ikatan α-1,4-
glikosida. Enzim yang dapat mengurai selulosa adalah selulase dan merupakan enzim kompleks yang terdiri dari tiga komponen. Endoglukanase, mengurai
polimer selulosa secara random pada ikatan internal α-1,4-glikosida untuk
menghasilkan oligodekstrin dengan panjang rantai bervariasi. Eksoglukanase, mengurai selulosa dari ujung pereduksi dan nonpereduksi untuk menghasilkan
selobiosaglukosa. Enzim α-glukosidase, mengurai selobiosa untuk menghasilkan
glukosa Lynd et al., 2002. Selulosa merupakan polisakarida komplek yang tersusun dari polimer linier
ikatan glukosa melalui ikatan α-1,4- dan biasanya tersusun dalam struktur
mikrokristalin yang sangat sulit dilarutkan atau dihidrolisis pada kondisi alami. Selulase adalah enzim komplek yang dapat menghidrolisis selulosa menjadi β-
24 glukosa. Selulase tersusun dari campuran komplek protein enzim dengan
spesifitas berbeda-beda dalam menghidrolisis ikatan glikosidik. Selulase terbagi menjadi tiga kelas; endoglukanase, eksoglukanase, dan β-glukosidase. Selulase
dari Lysobacter sp., Phaseolus vulgaris, Humicola grisea, Bacillus sp. Aspergillus niger
, dan Trichoderma viridae mempunyai kestabilan pada pH 6-10 dan suhu 25- 35°C Kuraesin et al., 20009.
Hemiselulosa merupakan kelompok polisakarida heterogen dengan berat molekul rendah, relatif lebih mudah dihidrolisis dengan asam menjadi monomer
yang mengandung glukosa, mannosa, galaktosa, xilosa dan arabiosa. Lignin merupakan polimer dengan struktur aromatik yang terbentuk melalui unit-unit
penilpropan, lebih dari 30 tanaman tersusun atas lignin yang memberikan bentuk yang kokoh. Lignin sulit didegradasi karena strukturnya kompleks dan
heterogen yang berikatan dengan selulosa dan hemiselulosa dalam jaringan tanaman. Mikroorganisme yang mampu mendegradasi lignin berarti mampu
mendegradasi batubara Cohen et al., 1990. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa senyawa organik kompleks
dapat dihidrolisis oleh enzim menjadi senyawa organik yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dimetabolisme sel mikroorganisme. Menurut Laborda et al.
1999, batubara dapat didegradasi oleh enzim sehingga menghasilkan batubara cair. Enzim tersebut dapat mendegradasi batubara tidak hanya batubara lignit saja,
tetapi juga batubara subbituminus maupun bituminus dapat dinduksi dengan enzim yaitu enzim; Mn-peroxidase, esterase, dan phenoloxidase. Enzim yang
dapat mendegradasi batubara adalah enzim ekstraseluler, Penicillium sp.
25 merupakan salah satu kapang yang dapat mendegradasi batubara, hal tersebut
diperkuat dengan penelitian bahwa proses solubilisasi pada batubara dikatalis melalui aktivitas enzim ekstraseluler Ward, 1985. Enzim ekstraseluler adalah
enzim yang diekskresikan oleh kapang ke luar tubuhnya untuk mendegradasi substrat. Enzim ekstraseluler tersebut akan menghasilkan medium yang lebih
gelap selama proses kultur cair atau cairan gelap pada permukaan batubara ketika ditumbuhkan pada permukaan kultur agar Faison et al., 1989. Enzim
ekstraseluler yang dihasilkan oleh kapang dpat dilihat pada Tabel berikut ini.
Tabel 4. Enzim Ekstraseluler Pendegradasi Lignin Dari Kapang Akhtar et al., 1997.
Enzim Tipe enzim
Peran dalam degradasi Kerja bersama
dengan LiP
Peroksidase Degradasi unit non
–fenolik H
2
O
2
MnP Peroksidase
Degradasi unit fenolik dan non-fenolik dengan lipid
H
2
O
2,
lipid
Laccase Fenol oksidase
Oksidasi unit fenolik dan non fenolik dengan
mediator O
2,
mediator : 3- hidroxybenzotriazole
Lain-lain Oksidase
penghasil H
2
O
2
Produksi H
2
O
2
Peroksidase
Di dalam proses solubilisasi batubara terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme yang digunakan. Faktor-
faktor tersebut dapat berupa kondisi lingkungan, nutrien, lamanya waktu proses biosolubilisasi, perlakuan awal terhadap batubara, dan sebagainya. Faktor-faktor
tersebut memiliki efek yang bervariasi, tergantung pada jenis mikroorganisme
26 yang digunakan. Pengetahuan mengenai faktor-faktor ini diperlukan untuk
memperoleh hasil yang paling optimal Laborda et al., 1999.
2.5. Iradiasi Gamma