4
1.2. Perumusan Masalah
1.
Berapakah dosis iradiasi gamma yang terbaik dalam mempercepat degradasi proses biosolubilisasi batubara oleh kapang Penicillium sp.?
2. Apakah produk batubara cair hasil biosolubilisasi kapang Penicillium sp. dari batubara subbituminus hasil iradiasi gamma dapat digunakan sebagai energi
alternatif?
1.3. Hipotesis
1. Terdapat satu dosis yang terbaik dari hasil iradiasi gamma dalam
mempercepat degradasi proses biosolubilisasi batubara oleh kapang Penicillium
sp. 2.
Produk batubara cair hasil biosolubilisasi kapang Penicillium sp. dari batubara subbituminus dengan pemanfaatan iradiasi gamma dapat digunakan sebagai
energi alternatif.
1.4. Tujuan Penelitian
1. Mencari dosis yang terbaik dari hasil iradiasi gamma dalam
mensolubilisasikan batubara. 2.
Mengetahui karakteristik produk batubara hasil biosolubilisasi kapang Penicillium
sp. dari batubara subbituminus sehingga dapat ditentukan fungsinya sebagai energi alternatif.
5
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan pengetahuan tentang penggunaan dosis yang terbaik optimal hasil iradiasi gamma terhadap batubara
dan proses biosolubilisasinya menggunakan kapang Penicillium sp.
1.6. Kerangka Berpikir
Kebutuhan masyarakat terhadap minyak bumi yang semakin bertambah
Melimpahnya cadangan batubara di Indonesia dengan kualitas rendah
Biosolubilisasi batubara untuk meningkatkan kualitas
Iradiasi gamma dengan dosis Kapang Penicillium sp.
O kGy, 5 kGy, 10 kGy, dan 20 kGy
Batubara cair
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Batubara
Batubara didefinisikan sebagai batuan sedimen yang berasal dari material organik organoclastic sedimentary rock, dapat dibakar dan memiliki kandungan
utama berupa karbon, hidrogen, dan oksigen. Secara proses, batubara adalah lapisan yang merupakan hasil akumulasi tumbuhan dan material organik pada
suatu lingkungan pengendapan tertentu, sehingga menghasilkan peringkat dan tipe tertentu Haris, 2009. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam kategori bahan
bakar fosil. Proses yang mengubah tumbuhan menjadi batubara disebut dengan pembatubaraan coalification.
Tabel 1. Kandungan Unsur Karbon, Hidrogen, dan Oksigen Pada Tahap Pembentukan Batubara
Bahan C
H O
Kayu Wood 50
6 44
Gambut Peat 55
– 60 5.5
– 6.5 30
– 40 Lignit
Brown Coal 60
– 70 5.0
– 6.0 20
– 30 Bituminus
Hard Coal 75
– 90 4.5
– 5.5 5
– 15 Antrasit
90 – 96
2.0 – 4.5
2 – 5
Kandungan karbon, hidrogen, dan oksigen yang terkandung dalam batubara dapat dilihat pada Tabel 1. Batubara antrasit mempunyai kandungan
karbon yang sangat tinggi dibandingkan pada tahap sebelumnya sehingga batubara antrasit menjadi lebih keras dan berwarna hitam pekat, sedangkan
7 kandungan oksigen lebih rendah. Hal tersebut dipengaruhi oleh tekanan dan
temperatur pembentukan batubara yang terjadi Kentucky Geological Survey, 2006.
Batubara secara umum adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.
Analisa unsur memberikan rumus formula empiris seperti C
137
H
97
O
9
NS untuk bituminus dan C
240
H
90
O
4
NS untuk antrasit, selain itu batubara juga diartikan sebagai sisa tumbuhan dari zaman prasejarah yang berubah bentuk yang awalnya
berakumulasi di rawa dan lahan gambut. Batubara adalah batuan yang mudah terbakar yang lebih dari 50 -70 berat volumenya merupakan bahan organik
yang merupakan material karbonat Speight, 1994.
2.1.1. Pembentukan Batubara
Periode pembentukan karbon atau batubara Carboniferous Period dikenal sebagai zaman batubara pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai
290 juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap endapan batubara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan,
yang disebut sebagai ‘maturitas organik’. Proses awal pembentukan batubara adalah gambut peat yang
kemudian berubah menjadi lignit batubara muda atau batubara coklat. Batubara muda adalah batubara dengan jenis maturitas organik rendah. Dibandingkan
dengan batubara jenis lainnya, batubara muda agak lembut dan warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai kecoklat-coklatan. Setelah mendapat pengaruh
suhu dan tekanan terus menerus selama jutaan tahun, maka batubara muda akan
8 mengalami perubahan yang secara bertahap dengan menambah maturitas
organiknya, sehingga mengubah batubara muda menjadi batubara subbituminus. Periode pembentukan jenis-jenis batubara dapat dilihat pada Gambar 1. Perubahan
kimia dan fisika terus berlangsung hingga batubara menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam sehingga membentuk bituminus atau antrasit yang
merupakan jenis batubara dengan kualitas yang tinggi Kentucky Geological Survey, 2006.
Gambar 1. Periode Pembentukan Jenis-jenis Batubara Kentucky Geological Survey, 2006
Proses pembentukan batubara secara umum dikenal terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia penggambutan dan tahap geokimia pembatubaraan.
Tahap penggambutan peatification adalah tahap di mana sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi reduksi di daerah rawa dengan sistem
pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 – 50 meter.
Material tumbuhan yang busuk ini melepaskan H, N, O, dan C dalam bentuk
9 senyawa karbondioksida, air, dan asam nitrat untuk menjadi humus. Selanjutnya
oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi gambut Speight, 1994. Tahap pembatubaraan coalification merupakan gabungan proses biologi,
kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari
gambut Kentucky Geological Survey, 2006. Pada tahap ini prosentase karbon akan meningkat, sedangkan prosentase hidrogen dan oksigen akan berkurang.
Proses ini akan menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai dari lignit, subbituminus, bituminus, semi antrasit,
antrasit, hingga meta antrasit.
2.1.2. Klasifikasi Batubara
Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan zaman geologi dan lokasi tempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah dengan lokasi
pengendapan sedimentasi tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi serta perubahan geologi yang berlangsung akan menyebabkan terbentuknya
batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara coal field dan lapisannya coal
seam Tekmira, 2005.
Secara umum batubara diklasifikasikan menjadi empat tipe utama berdasarkan kandungan karbon, yaitu batubara antrasit, bituminus, subbituminus,
dan lignit, sedangkan gambut peat biasanya tidak diklasifikasikan sebagai batubara, sehingga tidak dimasukkan ke dalam tipe batubara Speight, 1994.
10 Batubara antrasit merupakan batubara yang memiliki rumus molekul
C
240
H
90
O
4
NS, dikenal memiliki tampilan yang hitam mengkilat seperti permukaan logam. Kandungan karbonnya mencapai 80-96 dengan kadar air kurang dari
8 dari beratnya sehingga dapat menghasilkan energi paling tinggi dari jenis
batubara lainnya, yaitu mencapai 20-28 juta British thermal unit Btuton. Meskipun sulit dibakar, pembakaran batubara antrasit tergolong pembakaran yang
sangat bersih dan bebas asap. Antrasit merupakan golongan batubara yang tinggi Tekmira, 2005.
Gambar 2. Batubara Antrasit Myles, 2008
Batubara bituminus berwarna hitam dengan komposisi air sangat kecil, mengandung bahan yang mudah menguap seperti sulfur yaitu sekitar 15-20 ,
yang memiliki rumus molekul C
137
H
97
O
9
NS, kandungan karbonnya sebanyak 45-80 , dan berkadar air 8-10
dari beratnya dan energi hasil pembakarannya mencapai 19-32 juta Btuton. Hasil pembakaran batubara bituminus berupa api
berwarna kuning yang berasap dan berabu. Sebagian besar penggunaan batubara bituminus ditujukan untuk pembangkit listrik dan dikonversi menjadi arang coke
yang digunakan dalam industri baja. Bituminus merupakan kelas batubara yang
paling banyak ditambang di Australia Tekmira, 2005.
11 Gambar 3. Batubara Bituminus Departement of Geosciences, 2009
Batubara subbituminus berwarna hitam dengan kandungan karbon sebesar 35-45 , banyak mengandung air, dan merupakan energi yang dihasilkan berkisar
antara 16-24 juta Btuton. Jika dibandingkan dengan batubara bituminus, batubara subbituminus menghasilkan pembakaran yang lebih bersih karena kandungan
sulfurnya yang lebih rendah, selain itu juga menghasilkan sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus Tekmira, 2005.
Gambar 4. Batubara Subbituminus Farland, 2008
Batubara lignit merupakan jenis batubara yang secara geologis tergolong jenis batubara paling muda, memiliki warna yang bervariasi mulai dari cokelat
hingga hitam kecokelatan. Lignit sebagian besar terdiri dari material kayu kering
12 yang terkena tekanan tinggi dan merupakan batubara yang sangat lunak.
Kandungan karbon berkisar antara 20-35 dari beratnya dan energi yang dihasilkan berkisar antara 9-17 Btuton. Kandungan airnya lebih tinggi 35-75
daripada batubara subbituminus sehingga perlu dikeringkan terlebih dahulu sebelum dibakar. Sebagian besar lignit digunakan untuk keperluan pembangkit
listrik Tekmira, 2005.
Gambar 5. Batubara Lignit Departement of Geosciences, 2009
Bahan mineral di dalam batubara berasal dari unsure anorganik yang terdapat dalam tumbuhan pembentuk batubara dan dari bahan mineral yang berasal dari
luar yang tergabung dalam proses pembentukan batubara. Jumlah dan tipe mineral yang ditemukan dalam batubara sangat bervariasi, bergantung pada sejarah
pembentukan batubara tersebut. Mineral yang ditemukan dalam jumlah yang melimpah adalah clay mineral dengan illite, kaolinite, dan montmorillonite yang
merupakan jenis yang sering ditemukan Speight, 1994. Mineral utama yang ditemukan dalam batubara dapat diklasifikasikan sebagai shale, kaolin, sulfida,
karbonat, klorida atau accessory mineral Indahwati, 2009.
13 Beberapa kelompok mineral yang terkandung dalam batubara dapat dilihat
pada tabel berikut ini.
Tabel 2. Bahan Mineral Yang Terdapat Dalam Batubara Kelompok
Senyawa Formula
Shale Muscovite
Hydromuscobite Illite
Montmorillonite KAl
3
Si
3
O
10
OHF
2
AlSi
8
O
20
OHF
4
HO
4
K
2
Si
6
Al
2
Al
4
O
20
Na
2
AlMgSi
4
O
110
OH
2
Kaolin Kaolinite
Livesite Metahallolysite
Al
2
Si
2
O
5
OH
4
Al
2
Si
2
O
5
OH
4
Al
2
Si
2
O
5
OH
4
Sulfida Pyrite
Marcasite FeS
2
FeS
2
Karbonat Ankerite
Calcite Dolomite
Siderite CaCO
3
. Mg,Fe,Mn CO
3
CaCO
3
CaCO
3
. MgCO
3
FeCO
3
Klorida Sylvire
Halite KCl
NaCl Accessory mineral
Quartz Feldspar
Garnet Hornblende
Gypsum Apatite
Zircon Epidote
Biotite Augite
Pro Chloride Diaspore
Lepidocrocite Magnetite
Kyanite SiO
2
K,Na
2O
.Al
2
O
3
.6SiO
2
3CaO.Al
2
O
3
.SiO
2
CaO.3FeO.4SiO
2
CaSO
4
.2H
2
O 9CaO.3P
2
O
5
.CaF
2
ZrSiO
4
4CaO.3Al
2
O
3
.6SiO
2
.H
2
O K
2
O.MgO.Al
2
O
3
.3SiO
2
.H
2
O CaO.MgO.2SiO
2
2FeO.2MgO.Al
2
O
3
.2SiO
2
.2H
2
O Al
2
O
3
.H
2
O Fe
2
O
3
.H
2
O Fe
3
O
4
Al
2
O
3
.SiO
2
2.1.3. Batubara di Indonesia
Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda termasuk Pulau
14 Sumatera dan Kalimantan, pada umumnya endapan batubara ekonomis tersebut
dapat dikelompokkan sebagai batubara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas kira-kira
20 juta tahun yang lalu Indonesian Coal Mining Association, 1998. Persebaran
cadangan batubara di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 6. Pada gambar tersebut dapat terlihat bahwa cadangan batubara di Indonesia yang paling banyak
adalah di Sumatera dan Kalimantan.
Gambar 6. Peta Persebaran Cadangan Batubara di Indonesia Indonesian Coal Mining Association, 1998
Data Statistik Beyond Petroleum 2006 mengatakan bahwa, Indonesia saat ini hanya memiliki cadangan yang relatif terbatas, yaitu sebesar 4.968 juta ton
atau 0,55 dari total cadangan batubara dunia. Dengan tingkat produksi mencapai 120 juta ton per tahun, diperkirakan batubara di Indonesia dapat diproduksi
selama 41,43 tahun.
15 Data pada Tabel 3, dapat terlihat bahwa pada tahun 2007 dan 2008,
menunjukkan produksi tambang skala kecil ini dapat mencapai 2 juta ton dengan
harga jual internasional US 70-90 per ton Firmansyah, 2010.
Tabel 3. Produksi dan Pemasaran Batubara Indonesia Pelaku
Produksi juta ton Pemasaran juta ton
Usaha 2007
2008 2007 2008
Domestik Ekspor Domestik Ekspor BUMN
8,609 10,138
6,879 3,808 7,980 4,079 PKP2B
167,243 176,998
38,603 132,429 40,525 135,289 KP KUD
2,939 1,527
0,708 3,812 0,521 1,151 Total
178,791 188,663
46,190 140,049 49,020 140,519 Keterangan:
KP : Kepemilikan Kuasa Pertambangan
PKP2B: Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara
2.1.4. Biosolubilisasi Batubara
Menurut Crawford and Gupta 1990, biosolubilisasi adalah proses pelarutan batubara dalam suatu medium dengan bantuan mikroorganisme.
Biosolubilisasi dapat berupa upaya untuk mencairkan batubara yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti minyak bumi. Disamping untuk
mencairkan batubara, biosolubilisasi dapat pula digunakan untuk mengurangi kandungan sulfur atau logam toksik pada batubara.
Terdapat beberapa jenis mikroorganisme dari jenis bakteri maupun fungi yang dapat mengubah batubara padat menjadi produk cair, dengan minimalisasi
hilangnya kandungan energi total awal. Proses pencairan dengan memanfaatakan
16 mikroorganisme dikenal dengan biosolubilisasi atau bioliquifaksi. Sejumlah strain
jamur dan bakteri filamentous diketahui berinteraksi dengan batubara kualitas rendah, melalui proses ekstraselular untuk menghasilkan medium yang lebih gelap
selama proses kultur atau cairan gelap pada permukaan batubara ketika ditumbuhkan pada permukaan kultur agar Crawford and Gupta, 1990.
Fungi yang dapat dimanfaatkan untuk proses biosolubilisasi ini diantaranya Polyporus
versicolor ,
Trametes versicolor,
Penicillium, Streptomyces,
Phaerochaete chrysosporium, Candida sp., dan Cunninghamella sp. Pencairan
batubara dengan metode biologi relatif dapat menekan biaya operasional karena tidak dilakukan dalam tekanan dan temperatur yang tinggi serta lebih ramah
lingkungan karena tidak menghasilkan produk sampingan yang berbahaya Cohen et al.
, 1990.
Batubara padat yang
terlarut
Gambar 7. Batubara Cair Dokumen Pribadi, 2010
Batubara cair seperti yang terlihat pada Gambar 7, dihasilkan dari proses biosolubilisasi dengan menggunakan mikroorganisme. Proses biosolubilisasi
17 adalah berupa campuran senyawa yang larut dalam air, senyawa polar dengan
berat molekul yang relatif tinggi. Tanpa adanya air atau pelarut yang cocok, produk yang dihasilkan tetap padat. Kebanyakan mikroorganisme membutuhkan
gula untuk media pertumbuhannya Liu et al., 1990. Biosolubilisasi batubara dengan bantuan mikroorganisme dapat
menghasilkan produk yang biasanya setara dengan komponen minyak bumi. Produk biosolubilisasi yang setara dengan senyawa yang terdapat dalam bensin
mempunyai rantai atom karbon yang pendek yaitu C
4
sampai C
12
, sedangkan untuk komponen minyak solar mempunyai atom karbon C
8
sampai C
25
American Petroleum Institute, 2001. Menurut Laboratorium Pangan PLT UIN Jakarta
2009, senyawa solar adalah senyawa yang mempunyai rantai karbon C
10
sampai C
13
dengan senyawa-senyawa yang terkandung di dalamnya berupa n-Dekana C
10
H
22
, Trans-Decahidronapthalen, Undekana C
11
H
24
, N-Dodekana C
12
H
26
, dan Trigekana C
13
H
28
.
2.2. Kapang
Kapang merupakan organisme multiseluler, eukariotik, tidak berklorofil, dinding selnya tersusun dari kitin, bersifat heterotrof, menyerap nutrien melalui
dinding selnya, mengeksresikan enzim ekstraseluler ke lingkungan, menghasilkan spora atau konidia, bereproduksi seksual dan atau aseksual. Tubuh kapang terdiri
dari hifa. Hifa berfungsi menyerap nutrien dari lingkungan serta membentuk struktur reproduksi. Hifa adalah suatu struktur berbentuk tabung menyerupai
seuntai benang panjang yang terbentuk dari pertumbuhan spora atau konidia.
18 Kumpulan hifa yang bercabang-cabang membentuk suatu jala dan umumnya
berwarna putih disebut miselium. Ada beberapa kapang dengan miselia longgar atau seperti bulu kapas sedangkan yang lainnya kompak. Penampakan miselia ada
yang seperti beludru velvet pada permukaan atasnya, beberapa kering seperti bubuk powdery, dan basah atau memiliki massa seperti gelatin Hidayat et al.,
2006. Diameter hifa kapang umumnya tetap, yaitu berkisar 3-30µm dan ukuran
diameter tersebut dapat juga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Hifa yang tua mempunyai tebal berkisar antara 100-150µm sedangkan tebalnya pada bagian
apeks kurang lebih 50µm. Hifa yang telah tua mempunyai tambahan bahan pada dinding selnya yaitu senyawa melanin dan lipid. Komponen penting dalam
dinding sel sebagian besar fungi adalah kitin, suatu polisakarida yang merupakan komponen utama dari kerangka luar serangga dan arthropoda lainnya. Kitin
adalah polimer linier dari N-asetil-glukosamin yang subunitnya dihubungkan oleh ikatan β-1,4-glukosida Gandjar et al., 2006.
Pada umumnya, kapang mengekskresikan enzim ekstraselular ke lingkungan untuk mengurai komponen-komponen kompleks pada substrat
menjadi komponen-komponen sederhana yang dapat dengan mudah diserap kapang untuk mensintesis berbagai bagian sel dan sebagai sumber energinya.
Keberadaan kapang pada suatu substrat dapat diketahui dengan adanya perubahan warna atau kekeruhan pada substrat cair, timbul bau, dan substrat berubah menjadi
lunak. Hal tersebut mengindikasikan adanya pertumbuhan kapang berupa pertambahan massa sel atau volume sel Gandjar et al., 2006.
19 Setiap mikroorganisme memiliki fase-fase pada kurva pertumbuhannya,
fase-fase tersebut meliputi; 1 fase permulaan atau fase adaptasi; 2 fase akselerasi atau fase pertumbuhan yang dipercepat; 3 fase eksponensial atau logaritma; 4
fase pertumbuhan yang mulai terhambat fase deselerasi; 5 fase stasioner yang maksimum; dan 6 fase kematian dipercepat dan fase kematian logaritma Hidayat
et al. , 2006.
Sifat-sifat fisiologi kapang sangat penting dipenuhi agar pertumbuhan kapang menjadi optimal. Sifat-sifat fisiologi kapang yaitu dalam kebutuhan air;
suhu; kebutuhan oksigen; derajat keasaman; substrat; dan komponen penghambat. Kebutuhan air pada umumnya, fungi tingkat rendah seperti Rhizopus sp. dan
Mucor sp. memerlukan lingkungan dengan kelembaban nisbi 90 , kapang
Aspergillus sp., Penicillium sp., Fusarium sp. dan banyak hypomycetes lainnya
dapat hidup pada kelembaban yang lebih rendah yaitu 80 sedangkan kapang xerofilik mampu hidup pada kelembaban 70 . Kebanyakan kapang bersifat
mesofilik yaitu tumbuh baik pada suhu kamar. Suhu optimum pertumbuhan untuk kebanyakan kapang adalah sekitar 25-
30˚ C, tetapi beberapa kapang dapat tumbuh pada suhu 35-
37˚ C atau lebih tinggi seperti Aspergillus. Beberapa kapang mampu tumbuh pada suhu dingin bersifat psikrotrofik dan juga pada suhu tinggi
termofilik. Semua kapang bersifat aerobik yaitu membutuhkan oksigen yang cukup untuk pertumbuhannya. Kebanyakan kapang mampu tumbuh pada kisaran
pH yang luas yaitu 2-8.5, akan tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada kondisi asam atau pH rendah. Substrat merupakan sumber nutrien utama bagi
kapang. Nutrien dalam substrat baru dapat dimanfaatkan apabila kapang telah
20 mengekskresikan enzim-enzim ekstraseluler untuk menguraikan senyawa
kompleks menjadi sederhana Gandjar et al., 2006.
2.3. Kapang Penicillium sp.