49
4.4. Absorbansi Solubilisasi Pada Panjang Gelombang 250 nm dan 450 nm
Proses solubilisasi batubara dapat diamati tingkat solubilisasinya dengan absorbansi pada panjang gelombang 250 nm sinar tak tampak dan panjang
gelombang 450 nm sinar tampak, yang tujuannya untuk mendeteksi senyawa fenolik, senyawa karboksil, dan senyawa karbonil hasil dari pemecahan senyawa
yang lebih sederhana dari komponen lignin. Senyawa-senyawa tersebut merupakan produk hasil solubilisasi batubara oleh kapang Penicillium sp.
Nilai absorbansi dari supernatan hasil fermentasi kapang selama inkubasi bernilai antara 0,21 sampai 2,744 pada panjang gelombang 250 nm Gambar 13
dan untuk panjang gelombang 450 nm berkisar antara 0,08 sampai 0,097 Gambar 14. Jika dibandingkan dengan hari ke-0, hasil solubilisasi pada panjang
gelombang 250 nm mengalami kenaikan absorbansi pada masa inkubasi. Penurunan terjadi pada hari ke-14 inkubasi pada tiap varian dosis iradiasi, namun
pada dosis 20 kGy tetap mengalami peningkatan di hari ke-14 inkubasi dan baru mengalami penurunan nilai absorbansi pada hari ke-28. Peningkatan solubilisasi
berdasarkan nilai absorbansi pada panjang gelombang 450 nm sebanding dengan semakin tingginya dosis iradiasi. Berdasarkan pengujian statistik menunjukkan
bahwa nilai absorbansi pada panjang gelombang 450 nm dan 250 nm adalah tidak signifikan pada tiap dosis nilai probabilitas 0,05 Lampiran 4.
Nilai absorbansi solubilisasi kapang Penicillium sp. dalam dosis iradiasi yang berbeda, antara nilai absorbansi pada panjang gelombang 250 nm Gambar
13 dengan panjang gelombang 450 nm Gambar 14 terjadi perbedaan yang sangat jelas nilai absorbansinya. Secara kualitatif terdapat perbedaan pada
50 kekeruhan supernatan pada hari ke-0 dan seterusnya. Pada hari ke-0 perbedaan
sangat jelas pada tiap dosis iradiasi yang pada umumnya supernatan berwarna kuning bening dan pada hari inkubasi selanjutnya berubah menjadi cokelat.
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Cohen et al. 1990, perubahan tersebut menunjukkan bahwa batubara yang terlarut bercampur dengan medium.
Perbedaan absorbansi menunjukan adanya perbedaan pada tingkat degradasi atau solubilisasi batubara oleh kapang melalui aktivitas enzim ekstraseluler menjadi
produk yang larut dalam air. Secara kualitatif pengujian supernatan dari hasil inkubasi diukur dengan
menentukan nilai absorbansinya. Perbedaan absorbansi menunjukkan adanya perbedaan pada tingkat degradasi atau biosolubilisasi batubara oleh kapang
melalui aktivitas enzim ekstraselulernya menjadi sebuah produk yang mencair terlarut dan dihasilkan pula gas CO
2
Ward, 1985. Nilai absorbansi solubilisasi pada panjang gelombang 250 nm Gambar 13,
menunjukkan bahwa pada tiap dosis mengalami penurunan nilai absorbansi pada hari ke-28. Penurunan juga terjadi pada dosis 0 kGy, 5 kGy, dan 10 kGy pada
hari ke-14 inkubasi. Nilai absorbansi yang menurun pada hari inkubasi disebabkan proses degradasi batubara yang sudah melarut kemudian diurai kembali menjadi
komponen yang lebih sederhana dan dihasilkan pula gas CO
2
. Terjadinya penurunan absorbansi menurut Ralph 1997, produk solubilisasi memiliki potensi
untuk didekolorisasi atau dilakukan penguraian kembali sehingga memungkinkan terjadinya penguraian senyawa yang lebih sederhana lagi yaitu turunan dari
senyawa fenolik.
51 Gambar 13. Absorbansi Pada Panjang Gelombang 250 nm Hasil Solubilisasi Pada
Berbagai Dosis Yang Berbeda
Pada dosis 20 kGy pada hari ke-14 inkubasi nilai absorbansinya mengalami kenaikan yang sangat drastis, sehingga dapat dikatakan bahwa pada dosis 20 kGy
dapat mendegradasi batubara dengan baik. Nilai absorbansi tertinggi menunjukkan tingkat degradasi batubara yang dilakukan oleh kapang Penicillium
sp. Kapang Penicillium sp. mampu tumbuh menggunakan substrat batubara dengan nilai pH yang rendah dan nilai absorbansi solubilisasi yang tinggi.
Menurut Selvi and Banerjee 2007, nilai absorbansi yang tinggi berbanding lurus dengan tingkat solubilisasi batubara yang tinggi pula.
Nilai absorbansi solubilisasi batubara pada panjang gelombang 450 nm Gambar 14, terjadi perbedaan yang sangat jelas nilai absorbansinya
dibandingkan dengan panjang gelombang 250 nm. Pada hari ke-7, tiap dosis mengalami kenaikan nilai absorbansinya, begitupun pada hari ke-14 yang semakin
meningkat. Pada dosis 20 kGy hari ke-7 inkubasi mengalami kenaikan nilai absorbansinya jika dibandingkan dengan dosis yang lainnya, namun penurunan
52 nilai absorbansi solubilisasi pada dosis 20 kGy terjadi pada hari ke-14 masa
inkubasi.
Gambar 14. Absorbansi Pada Panjang Gelombang 450 nm Hasil Solubilisasi Pada
Berbagai Dosis Yang Berbeda
Jika dicocokkan dengan data pH maka dapat dilihat adanya hubungan yang terbalik antara pH dengan absorbansi yang terukur. Ketika pH mengalami
penurunan maka nilai absorbansi mengalami peningkatan sedangkan jika pH meningkat, absorbansi menurun. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Selvi and Banerjee 2007, yang menghasilkan solubilisasi tertinggi dengan pH yang rendah.
Akibat dari aktivitas solubilisasi mengakibatkan adanya perbedaan dan pola perubahan absorbansi. Produk solubilisasi melalui depolimerisasi adalah substansi
campuran teroksidasi berwarna coklat gelap yang bersifat larut dalam air. Dengan demikian akan terjadi peningkatan nilai absorbansi pada panjang gelombang 450
nm. Menurut Scott 1986, karakter lain dari produk solubilisasi ini adalah materi
53 yang kaya dengan gugus karbonil dan hidroksil. Degradasi yang dilakukan oleh
kapang merupakan proses oksidatif dan tidak spesifik dengan mengurangi kandungan metoksi, fenolik, dan alifatik lignin yang memecah cincin aromatik
serta membentuk kelompok karbonil baru, hal tersebut merupakan proses dekolorisasi. Berdasarkan data solubilisasi, maka sampel yang akan di analisis
lanjut dengan GC-MS adalah nilai absorbansi solubilisasi yang tertinggi yaitu pada dosis 0 kGy, 5 kGy, dan 10 kGy hari ke-7 serta dosis 20 kGy hari ke-14.
4.5. Hasil Identifikasi Senyawa Hasil Solubilisasi Kapang Penicillium sp.