24
5. Hikmah Poligami
Setiap  ayat  yang  diturunkan  oleh  Allah  SWT  pasti  terdapat  hikmah yang  dapat  diambil  oleh  manusia.  Karena  setiap  permasalahan  pasti  terdapat
hikmah  di  dalamnya,  demikian  pula  ketika  Allah  menurunkan  ayat  tentang poligami. Mengenai hikmah poligami, antara lain adalah sebagai berikut:
a. Untuk  mendapatkan  keturunan  bagi  suami  yang  subur  dan  istri  yang
mandul; b.
Untuk  menjaga  keutuhan  keluarga  tanpa  menceraikan  isteri,  sekalipun isteri  tidak  dapat  menjalankan  fungsinya  sebagai  isteri,  atau  ia  mendapat
cacat badan atau penyakit yang tidak dapt disembuhkan; c.
Untuk menyelamatkan suami dari hypersex dari perbuatan zina dan krisis akhlak lainnya;
d. Untuk  menyelamatkan  kaum  wanita  dari  krisis  akhlak  yang  tinggal  di
masyarakat  yang  jumlah  wanitanya  lebih  banyak  dari  kaum  prianya, misalnya akibat peperangan yang sangat lama.
B. Pendapat Ulama Tentang “Ta’ddud al-Zaujah”
Dalam pandangan fiqih, poligami  yang di dalam kitab-kitab fiqih disebut dengan
ta‟addud  al-Zaujat  yang  artinya  bertambahnya  jumlah  isteri.  Dengan demikian  ta‟addud  al-zaujah  berarti  dapat  dikatakan  perkawinan  yang  tidak
terbatas  dalam  waktu  yang  bersamaan.  Sebenarnya  hal  tidak  lagi  menjadi
25
persoalan.  Hal  ini  menunjukan  bahwa  para  ulama  sepakat  tentang  kebolehan poligami, namun dengan persyaratan yang bermacam-macam.
Dalam  Islam ta‟ddud al-zaujah mempunyai isteri lebih dari satu, dengan
batasan umum yang telah ditentukan di dalam al- Qur‟an surat an-Nisa ayat 3 yang
menjelaskan  empat  untuk  jumlah  isteri.  Namun  terdapat  perbedaan  yang disebabkan karena perbedaan penafsiran tentang ayat tersebut, yakni:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
4 3
“Dan  jika  kamu  takut  tidak  akan  dapat  berlaku  adil  terhadap  hak-hak perempuan yang yatim bilamana kamu mengawininya, Maka kawinilah wanita-
wanita  lain  yang  kamu  senangi  :  dua,  tiga  atau  empat.  Kemudian  jika  kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka kawinilah seorang saja, atau budak-
budak  yang  kamu  miliki.  yang  demikian  itu  adalah  lebih  dekat  kepada  tidak
berbuat aniaya”. QS. An-Nisa: 3
Maksud dari kata dua-dua, tiga-tiga dan empat-empat. Ulama ahli bahasa sepakat, bahwa kalimat-kalimat itu adalah kalimat hitungan, yang masing-masing
menunjukkan  jumlah  yang  disebut  itu.  matsna  berarti:  dua,  dua;  tsulasa  berarti: tiga,  tiga;
ruba‟  berarti:  empat,  empat.  Jadi  maksud  dari  ayat  di  atas  adalah kawinilah  perempuan-perempuan  yang  kamu  sukai  sesukamu  dua-dua,  tiga-tiga
atau empat-empat. Zamakhsyari  berkata:  omongan  ini  ditunjukkan  kepada  orang  banyak,
yang  diulang  masing-masing  orang  yang  hendak  kawin  itu  berkehendak  untuk berpoligami  sesuai  dengan  hitungan  itu.  Misalnya:  engakau  mengatakan  kepada
26
orang  banyak:  bagikanlah  uang  ini  1000  dirham  misalnya  dua  dirham,  dua dirham, tiga dirham, tiga dirham atau empat dirham, empat dirham. Jika omongan
itu disebutkan dalam bentuk tunggal ifrad, maka tidak mempunyai arti, misalnya engkau  mengatakan:  bagikanlah  uang  ini  dua  dirham.  Tetapi  jika  engkau
mengatakan:  dua  dirham,  dua  dirham  maka  maknanya  berarti  masing-masing mendapatkan dua dirham saja, bukan empat dirham.
Jadi,  menurut  ayat  ini  kawin  lebih  dari  empat  itu  adalah  haram.  Dan semua  ulama  ahli  fiqih  telah  sepakat  atas  perkara  tersebut.  Sedangkan  para  ahli
bid‟ah  orang  yang  membuat  model  dalam  agama,  menyatakan  bahwa  kawin Sembilan itu boleh, karena dalam ayat di atas dipergunakan “wawu” dan liljam‟i
untuk menggabungkannya, yakni 2+3+4=9. Al-
„allamah al-Qurtubi berkata: ketahuilah bahwa bilangan yang terdapat pada ayat di atas matsna, tsulatsa, ruba‟ tidak dibolehkannya kawin Sembilan,
sebagaimana  pengertian  orang  yang  jauh  dari  pengertian  al- Qur‟an  dan  al-
Sunnah,  dan  menentang  yang  menjadi  kesepakatan  ulama-ulama  terdahulu, dengan beranggapan bahwa “wawu” disini adalah liljam‟i.
Aku Shabuni mengatakan bahwa: Ijma‟ ulama menetapkan haram kawin
lebih  dari  empat.  Masa  mereka  yang  telah  berijma‟  itu  telah  berlalu,  sebelum datangnya  orang-orang  belakang  yang  banyak  menyimpang  itu.  oleh  karena  itu
anggapan  mereka  ini  sama  sekali  tidak  berharga,  bahkan  menunjukkan kebodohannya.
23
23
Mu‟ammal  Hamidy  dan  Imron  A.  Manan,  Terjemahan  Tafsir  Ayat  Ahkam  Ash-Shabuni, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1985, cet. Ke- 1, h. 361-363
27
C. Konep Adil Dalam Poligami Menurut Perspektif Hukum Islam