66
B. Landasan Yuridis Putusan Pengadilan Agama
Permohonan izin poligami merupakan suatu dilema hukum yang disebabkan adanya perbedaan mengenai persyaratan yang terdapat dalam hukum
Islam dan perundang-undangan di Indonesia. Persyaratan yang dimaksud dalam hukum Islam yaitu beragama Islam,
baligh, berakal, dewasa pikiran, tidak terdapat halangan perkawinanperwalian. Kemudian syarat yang tidak kalah pentingnya dalam perkawinan adalah adanya
mahar mas kawin.
1
Lain halnya dengan persyaratan perkawinan dalam hukum positif yaitu harus berdasarkan perundang-undangan yang berlaku baik memenuhi persyaratan
materiil dan persyaratan formil. Permohonan izin melakukan poligami dalam ilmu hukum disebut juga dengan istilah “Voluntaire Jurisdictie” yaitu perkara yang
berisi tuntutan hak dan tidak mengandung sengketa. Permohonan izin poligami ini tidak akan diberikan melainkan dengan
pertimbangan yang sangat matang melalui prosedur perundang-undangan yang berlaku. Proses pertimbangan perizinan tersebut merupakan langkah jitu hakim
Pengadilan Agama dalam upaya menjalankan sistem perundang-undangan yang formal dan juga sebagai upaya memperlihatkan eksistensi absolut hakim sebagai
penengah atau pemberi solusi hukum.
1
Kamarusdiana dan Laenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007, cet. Ke-1, h. 6
67
Hal-hal yang menjadi pertimbangan hakim dalam pemberian izin poligami di Pengadilan Agama Bekasi dalam menjatuhkan putusan tersebut yaitu:
1. Untuk bisa mengajukan izin poligami, pemohon telah menyerahkan alat-alat
bukti berupa: a.
Foto copy kutipan akta nikah pemohon dengan termohon no. 14307VII2000 tertanggal 02 Juli 2000 yang dikeluarkan oleh Kantor
Urusan Agama Cirebon bukti P-1. b.
Surat pernyataan akan menggauli isteri-isterinya secara adil menurut hukum Islam bukti P-2.
c. Surat pernyataan persetujuan dari termohon untuk menikah lagi dengan
seorang perempuan yang bernama Nur Lailawati binti Budi Priyanto bukti P-3.
2. Perimbangan Majelis Hakim merujuk Pada Undang-Undang No. 1 Tahun
1974, Undang-Undang ini merupakan bentuk hasil usaha permasalahan perkawinan atau sejenisnya dalam kerangka hukum baku, yang bisa menjadi
pedoman menyelesaikan perkara perkawinan. Dalam Undang-Undang ini diatur dalam Pasal 3, Pasal 4 ayat 1 dan 2 dan Pasal 5 ayat 1 dan 2.
3. Pertimbangan Majelis Hakim merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 9
Tahun 1975, peraturan pemerintah ini adalah penjelasan atau pelaksanaan dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
4. Pertimbangan Majelis Hakim merujuk pada Kompilasi Hukum Islam KHI,
yang lahir dari para ulama yang tersebar diseluruh nusantara. Dengan
68
bertujuan selain mempositifkan syari‟at Islam dalam bidang keperdataan, juga mengkodifikasikan kitab-kitab fiqih yang digunakan di Pengadilan Agama.
5. Kemudian pertimbangan Majelis Hakim juga merujuk pada al-Qur‟an surat
an-Nisa 4 ayat 3 sering dijadikan dalil oleh sebagian umat Islam dengan melakukan poligami. Hal ini juga diakui oleh Pengadilan Agama Bekasi
sehingga Majelis Hakim dalam setiap pemberian izin poligami mengambil sandaran hukum pada ketentuan ayat di atas.
C. Penetapan Pengadilan Agama Dalam Perkara Izin Poligami