58
isteriisteri-isteri dan anak-anaknya, sebagai antisipasi agar tidak menjadi kezaliman.
E. Pandangan Feminis Terhadap Konsepsi Adil Berpoligami
Seputar poligami mengalami tarik menarik antara dua kubu yang mainstream yang saling berseberangan. Di satu sisi, Feminis sebagai kubu yang
terdepan membela hak-hak perempuan, menuntut keadilan, anti terhadap kekerasan yang berbasis gender gendere related violence baik terhadap pisik
maupun psikis, dan menggugat terhadap pemahaman-pemahaman atau pembacaan teks yang bias gender. Di sisi lain, para ulama sebagai kaum
pemegang otoritas dari masa ke masa yang mayoritas laki-laki tidak ada hentinya mengkampanyekan
kebolehan poligami,
bahkan banyak
yang mempraktekannya.
68
Banyak persoalan yang menjadi target sasaran kaum feminis, yang diantaranya adalah institusi poligami, hijab, kepemimpinan yang dikhususkan di
tangan laki-laki, nilai kaum wanita setengah dari pria baik dalam kesaksianm aqiqah dan warisan.
Di Indonesia, gerakan feminis banyak bermunculandan lebih agresif dari gerakan-gerakan sebelumnya setelah orde baru jatuh. Menurut Tati Hartimah,
kelangkaan literature mengenai sejarah pergerakan wanita Indonesia, para peneliti menghadapi kesulitan yang sangat serius ketika membahas sepak terjeng
68
Ridwan, Kekerasan Berbasis Gender, Yogyakarta: Fajar pustaka, 2006, h. 29
59
pergerakan tersebut. Karena itu dapat dipastikan dengan benar sejarah lahir dan perkembangannya.
69
Salah satu pemikir feminis di Indonesia yang cukup representative pada era sekarang adalah Siti Musdah Mulia, di samping masih banyak lagi pemikir-
pemikir yang lain baik dari kalangan pria seperti K.H Husein Muhammad, maupun dari kalangan wanita seperti Warda Hafidz, Yenny Zannuba Wahid dan
lain-lain. Gagasan Musdah dinilai cukup aplikatif dan paling representatif dalam menghadapi paham yang sudah mapan. Salah satu yang dugugat oleh Musdah
adalah pemahaman terhadap institusi poligami yang dianut oleh kaum ortodoks. Menurutnya, banyak yang menjadikan surat an-Nisa ayat 3 sebagai
landasan bagi praktek poligamio tanpa mengkaji lebih dalam ayat-ayat yang lain yang berkaitan dengannya. Padahal tidak mudah dan tidak secepat itu
memutuskan persoalan poligami. Perlu upaya pendekatan lain dalam memahaminya, yakni dengan melihat kon teks turunnya ayat, dan kaitannya
dengan ayat-ayat yang lain.
70
Di samping itu, menurut pandangannya, perlu juga memperhatikan ayat lain dalam memahami surat an-Nisa ayat 3 tersebut, diantaranya adalah surat an-
Nisa ayat 129. Ayat tersebut menegaskan bahwa keadilan dalam hal cinta atau immateri tidak mungkin dapat dilakukan oleh suami. Suami yang berpoligami
69
Tim Penulis PSW Pusat Study Wanita UIN Syarif Hidayatullah, Pengantar Kajian Gender, Diterbitkan atas kerjasama PSW dengan McGill-ICIHEP, 2003, H. 86
70
Musdah Mulia, Pandangan Islam Tentang Poligami, Diterbitkan atas kerjasama Lembaga Kajian Agama dan Jender LKAJ, Solidaritas Perempuan, dan The Asia Foundation, Jakarta, 1999, h.
31
60
tidak mungkin dapat berlaku adil terhadap isteri-isterinya, terutama dalam bidang immateri, meski dia telah berusaha seoptimal mungkin.
71
Kalangan feminis tetap beranggapan bahwa institusi poligami yang sudah mengakar kuat dalam tradisi patriarchat merupakan suatu bentuk ketidakadilan ,
bahkan penghinaan terhadap wanita. Karena menjadi sebuah kesimpulan umum bahwa tidak mungkin suami dapat berlaku adil sebagaimana yang dikatakan oleh
surat an-Nisa ayat 129. Dikatakan tidak adil dan penghinaan, oleh karena poligami akan
menyakiti psikis isteri dan penderitaan psikis tersebut tentu akan lebih berat dirasa dari pada sekedar penderitaan materi. Belum lagi problem psikologis akibat
konflik internal antara isteri dan keluarga lainnya. Jika demikian, bagaimana mungkin poligami dikatakan adil, padahal Islam mengajarkan prinsip laa dharara
wala dhirara janganlah berbuat aniaya terhadap diri sendiri dan orang lain. Analiis kritis kalangan feminis terhadap institusi poligami ini pada
hakikatnyaadalah perwujudan pembelaan terhadap hak-hak wanita agar tidak tertindas dalam kungkungan tradisi patriarkat yang cenderung kurang melindungi
hak-hak mereka. Menurut mereka adil dalam konteks berpoligami bukan hanya ditekankan pada aspek materi semata, melainkan juga pada hak-hak immateri si
isteri, karena hakikat dari berlaku adil adalah tidak ada pihak-pihak yang terzalimi sehingga hak-haknya terabaikan.
72
71
Musdah Mulia, Pandangan Islam Tentang Poligami, h. 80
72
Musdah Mulia, Pandangan Islam Tentang Poligami, h. 32
61
Selama ini permasalahan poligami terkesan hanya dipahami dari sudut kepentingan lelaki belaka. Meski pada kenyataannya para pelaku poligami
bersikukuh untuk membela poligami dan mencari berbagai legalimitas dari aneka sumber. Dapat dipahami bahwa poligami merupakan bentuk konstruksi kuasa
laki-laki yang mengaku superior dengan nafsu menguasai perempuan. Rasyid Ridha mengatakan bahwa poligami secara alamiah bertentangan
dengan tujuan perkawinan, sebab pada dasarnya perkawinan adalah antara satu orang laki-laki dan satu orang perempuan. Poligami hanya untuk keadaan yag
sangat darurat, selain itu juga disertai dengan persyaratan yang sangat ketat, tidak boleh mengandung ketidakadilan. Ketika poligami menimbulkan lebih banyak
madharat dari pada manfaat, maka para hakim dapat mengharamkan adanya poligami.
Rasyid Ridha juga melihat poligami sebagai persoalan sosial yang penegasan status hukumnya tidaklah sederhana. Berbagai pertimbangan tersebut
mencakup persoalan watakdan potensi antara laki-laki dan perempuan, dan bagaimana hubungan keduanya dari sudut perkawinan dan tujuannya.
73
Izin poligami menurut beberapa hakim pada dasarnya bukan hak, tetapi sebagai jalan darurat yang ditempuh karena keterpaksaan. Jika tidak ada kondisi
darurat, izin itu sangat boleh jadi ditutup. Perspektif jender membantu hakim untuk memaknai apa arti kondisi darurat itu. Sebab, hal itu bisa menjadi Pasal
karet yang bisa ditarik ulur sesuai kehendak suami. Analisis jender membantu
73
Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, Mesir: Daarul Manar, 1999, h. 284
62
hakim untuk menggeser patokan dari memenuhi ke perlindungan maksimal bagi isteri. Hakim juga dapat mengukur sejauhmana poligami tak memunculkan proses
pemiskinan isteri yang ditinggal poligami seperti isteri pertama. Ada dua hal yang terkait sensitivitas jender yang sepatutnya dimiliki oleh
hakim dalam kasus permohonan izin poligami. Pertama, sikap kehati-hatian hakim untuk idak begitu saja mempercayai pengaukuan izin yang diberikan isteri
di muka sidang. Faktanya hakim harus berulang-ulang bertanya kepada isteri untuk memastikan tidak adanya unsur ancaman dan paksaan dalam pemberian
izin poligami tersebut. Kedua, sikap empati kepada isteri yang mungkin saja akan dirugikan atau terabaikan setelah suaminya menikah lagi.
74
74
Arskal Salim, Euis Nurlaelawati, Leis Marcoes Natsir dan Wahdi Sayuti, Demi Keadilan dan Kesetaraan, Jakarta: PUSKUMHAM UIN Syarif Hidayatullah dengan The Asia Foundation, 2009,
h.79
63
BAB III IZIN POLIGAMI SEBUAH AMBIVALENSI HUKUM
A. Deskripsi Putusan Pengadilan Agama Bekasi
Pengaturan poligami di Indonesia telah diatur oleh pemerintah dalam rangka melindungi warga Negara khususnya perempuan dari tindak ketidakadilan
melaului Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan Pasal 3, 4 dan 5. Dan sejak diundangkannya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, telah diatur
beberapa syarat yang harus dipenuhi seorang laki-laki yang hendak berpoligami harus seizin isteri pertama. Meski kalimat ini tidak tercantum secara eksplisit,
akan tetapi banyak sumber agama Islam yang mengarah ke sana. Mengenai kasus yang ada, penulis meneliti satu putusan poligami di
Pengadilan Agama Bekasi. Berikut deskripsi putusan izin poligami dengan nomor: 205Pdt.G2008PA.Bks, yang penulis kemukakan sebagai berikut:
1. Ringkasan Kasus
Adalah Zulkarnain bin Kairul Muluk Al-Hatta nama samaran dari perkara No. 205Pdt.G2008PA.Bks, berstatus menikah dengan Siti
Zubaidah binti Abdul Qadir nama samaran dari perkara
No. 205Pdt.G2008PA.Bks, dengan kutipan akta nikah nomor: 14307VII2000
tanggal 02 Juli 2000 di Kantor Urusan Agama Kecamatan Cirebon. Dari hasil pernikahannya, mereka dikaruniai dua orang anak bernama Nurul Syamsiyah
nama samaran dari perkara No. 205Pdt.G2008PA.Bks lahir tanggal 14