29
2. Konsep Adil Menurut Al-Qur’an dan Al-Sunnah
a. Konsep Adil Menurut Al-Qur’an
Al- Qur‟an yang secara harfiyah berarti “bacaan sempurna”
merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat, karena tiada satu bacaan pun sejak manusia mengenal baca tulis lima ribu tahun yang lalu
yang dapat menandingi al- Qur‟an al-Karim, bacaan yang sempurna dan
mulia itu. Khusus mengenai pembahasan tentang keadilan, banyak teks al-
Qur‟an yang menjelaskan tentang bentuk-bentuk keadilan sesuai dengan konteks yang sedang dibicarakan. Keadilan diungkapkan oleh al-
Qur‟an antara lain dengan kata-kata al-
„adl, al-Qist, al-Mizan atau menafikan kezaliman, walaupun pengertian keadilan tidak selalu menjadi antonim dari
kezaliman. Kata al-
„adl yang berarti sama, memberi kesan adanya dua pihak atau lebih, Karena jika ada hanya satu pihak tidak terjadi “persamaan”. Al-
Qist arti asalnya adalah “bagian”. Dan bagian biasanya dapat diperoleh
oleh satu pihak saja, karena itu kata al-Qist lebih umum dari pada kata al- „adl, dan karena itu pula ketika al-Qur‟an menuntut seseorang untuk
berlaku adil terhadap dirinya sendiri, kata al-Qist itulah yang digunakan. Sebagaimana yang disebut dalam firman Allah SWT:
30
...
4 135
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu
sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu”. Q.S an-Nisa:135.
Sedangkan kata al-Mizan merupakan derivasi dari kata “wazn”
yang berarti “timbangan”. Oleh karena itu kata al-Mizan sering digunakan
sebagai kata menunjukan alat untuk menimbang. Namun dapat ula diartikan
“keadilan”, karena bahasa seringkali menyebut “alat” untuk makna hasil penggunaan alat itu.
28
Jadi pembicaraan tentang keadilan dalam al- Qur‟an tidak hanya
dalam proses penetepan hukum atau terhadap pihak berselisih, melainkan al-
Qur‟an juga menuntut keadilan terhadap dirinya sendiri, baik ketika berucap, menulis atau bersikap batin.
29
....
....
6 152
“....dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabatmu
....”. QS Al-An‟am: 152
28
M. Quraisy Syihab, Wawasan Al- Qur‟an; Tafsir Ma‟udu‟I Atas Berbagai Permasalahan
Umat, Bandung: Mizan, 2003, cet. Ke-13, h. 114
29
M. Quraisy Syihab, Wawasan Al- Qur‟an; Tafsir Ma‟udu‟I Atas Berbagai Permasalahan
Umat, h. 113
31
Lebih rinci lagi, Rifyal Ka‟bah menyebutkan beberapa ayat yang berbicara tentang keadilan sebagai berikut:
30
1 Keadilan yang berhubungan dengan tauhid. Seperti firman Allah SWT:
3 18
“
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan dia yang berhak disembah, yang menegakkan keadilan. para malaikat dan
orang-orang yang berilmu juga menyatakan yang demikian itu. tak ada Tuhan melainkan dia yang berhak disembah, yang Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana”. QS Al-Imran: 18. Jadi, keyakinan akan keesaan Allah SWT merupakan suatu
bentuk keadilan menusia terhadapnya, karena Dialah yang menciptakan dan memberikan kehidupan kepada manusia.
Ayat ini turun ketika Rasulullah SAW berada di Madinah. Pada saat itu ada dua orang cendikiawan dari Syam yang berkunjung ke
Madinah. Salah se orang berkata, “alangkah persisnya keadaan kota ini
dengan kota yang akan melahirkan nabi akhir zaman”. Kemudian, ketika bertemu dengan Rasulullah SAW, mereka berdua melihatnya
adanya sifat-sifat kenabian yang melekat pada dirinya. Kedua bertanya, “anda Muhammad?”, “Ya” jawab nabi, “Anda Muhammad?”, Tanya
mereka lagi, “Ya” tegasnya. Keduanya berkata lagi, “kami ingin
30
Rafyal Ka‟bah, Politik dan Hukum Dalam Al-Qur‟an, Jakarta: Khairul Bayan, 2005, h. 84- 86
32
menanyakan kepadamu tentang suatu kesaksian, yang jika kamu memberitahu kami tentang hal itu, maka kami akan beriman, dan
membenarkan segala ucapanmu, lalu Rasulullah SAW berkata kepada keduanya, “kalau begitu tanyalah kepadaku”. Keduanya pun
bertanya seraya mengujinya, “sebutkanlah kepada kami kesaksian apa yang paling agung dalam kitab Allah
?”, untuk menjawabnya, lalu turunlah ayat diatas dan akhirnya keduanya pun masuk agama Islam.
31
2 Keadilan juga terkait dengan meletakkan sesuatu pada pada tempatnya,
seperti yang disebutkan pada ayat berikut ini:
..
33 5
“Panggilah mereka anak-anak angkat itu dengan memakai nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika
kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka panggilah mereka sebagai saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu.
” QS al- Ahzab: 5
Ayat di atas menunjukan bahwa penempatan nama ayah di
belakang nama menunjukkan sikap yang adil. Ada pendapat bahwa orang yang menisbatkan dirinya kepada seseorang padahal dia bukan
bapaknya, dan dia menganggapa hal tersebut sah-sah saja, maka ia dianggap kafir, tetapi jika ia dalam hatinya menganggap hal tersebut
31
Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al- Syari‟ah wa al-Manhaj, Beirut: Dar al-
Fikr, 2003, vol. 2, h. 192
33
tetap perbuatan dosa, maka ia masih tetap dianggap muslim yang kufur nikmat.
32
Adapun kebiasaan masyarakat barat yang juga diikuti oleh sebagian besar masyarakat Indonesia yang mengganti nama ayah
dibelakang nama kecil dengan nama suaminya, dapat dikatakan sebagai perilaku yang tidak adil, karena dia menghubungkan diri kepada orang
yang bukan asal-usulnya. Bagaimana pun sebagai pria dan wanita itu berasal dari ayahnya sendiri, bukan dari suaminya.
33
3 Keadilan adalah sebagian dari ketakwaan. Siapa pun harus berlaku adil
kepada diri sendiri, orang tua atau kerabat. Seperti firman Allah SWT:
...
4 135
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar- benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap
dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatm u”. Q.S an-
Nisa:135 .
Dari bantuknya ayat yang menjelaskan tentang keadilan, menurut Quraish Shihab secara umum ada empat konsep keadilan, dan konsep
ini juga yang dipegang oleh para ulama. Yang pertama, adil dalam arti “sama”. Maksud persamaan yang dikehendaki oleh konsepsi tersebut
adalah persamaan dalam hak. Kedua, keadilan yang ditunjukan untuk
32
Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al- Syari‟ah wa al-Manhaj, h. 253
33
Rafyal Ka‟bah, Politik dan Hukum Dalam Al-Qur‟an, h. 85
34
pengertian “seimbang”. Keseimbangan ditemukan pada suatu kelompok yang di dalamnya terdapat beragam bagian yang menuju pada suatu
tetentu, selama syarat dan kadar tertentu terpenuhi oeh setiap bagian. Keadilan disini identik dengan kesesuaian, bukan lawan kezaliman.
Keseimbangan tidak mengharuskan kadar dan syarat bagi semua unit agar seimbang. Bisa saja satu bagian berukuran kecil atau besar,
sedangkan kecil besarnya ditentukan oleh fungsi yang diharapkan darinya.
34
Konsep adil yang ketiga adalah adil yang berarti perhatian terhadap hak-hak individu dan memberikan hak-hak itu kepada setiap
pemiliknya. Pengertian inilah yang mengandung pemahaman bahwa pengabaian terhadap hak-hak yang seharusnya diberikan kepada
pemiliknya dapat dikatakan suatu kezaliman. Yang ke emapat adalah adil yang dinisbatkan kepada ilahi.
Konsepsi adil ini berarti memeilihara kewajaran atas keberlanjutan eksistensi, tidak kelanjutkan eksistensi dan perolehan rahmat sewaktu
terdapat banyak kemungkinan untuk itu. keadilan ilahi pada dasarnya merupakan rahmat dan kebaikannya. Keadilannya mengandung
konsekuensi bahwa rahmat Allah SWT tidak tertahan untuk diperoleh sejauh mahluk itu dapat meraihnya.
35
34
M. Quraisy Syihab, Wawasan Al- Qur‟an; Tafsir Ma‟udu‟I Atas Berbagai Permasalahan
Umat, h. 114-115
35
M. Quraisy Syihab, Wawasan Al- Qur‟an; Tafsir Ma‟udu‟I Atas Berbagai Permasalahan
Umat, h. 116
35
b. Konsep Adil Menurut al-Sunnah