Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
afektif siswa pada kelas eksperimen sebesar 77,95. Nilai pada kedua kelas tersebut tergolong baik.
Dengan membiasakan siswa menggunakan langkah-langkah yang kreatif dalam memecahkan masalah, diharapkan dapat membantu siswa untuk mengatasi
kesulitan dalam mempelajari Biologi, dan diharapkan siswa tidak hanya akan menjadi seorang problem solver yang lebih baik tetapi juga akan menguasai
kemampuan-kemampuan lainnya daripada siswa yang diarahkan untuk melakukan latihan saja.
Creative Problem Solving memiliki karakteristik utamanya adalah penggunaan berpikir divergen dan konvergen dalam langkah pembelajaran yang
membentuk sistem yang dinamis dan fleksibel untuk program pemecahan masalah. Berpikir divergen memfasilitasi dalam menghasilkan banyak ide atau
solusi kreatif dalam proses CPS fakta, definisi masalah, ide, kriteria evaluasi, strategi implementasi.
9
Berpikir konvergen adalah keterampilan untuk menghasilkan solusi atau ide yang paling menjanjikan untuk eksplorasi lebih
lanjut. Dengan Creative Problem Solving, siswa dapat memilih dan mengembangkan ide dan pemikirannya. Berbeda dengan hafalan yang sedikit
menggunakan pemikiran, Creative Problem Solving memperluas proses berpikir.
10
Pada tahap Objective finding, siswa dilatih agar terampil dalam merumuskan suatu permasalahan.
11
Siswa bersama kelompoknya membaca berbagai kasus penyakit yang disebabkan oleh beberapa strain virus yang sering merebak di
masyarakat. Pada tahap ini siswa mengidentifikasikan permasalahan dari kasus-kasus tersebut. Dalam hal ini guru berperan sebagai pembimbing dalam
membantu siswa untuk merumuskan pertanyaan tentang penyebab berbagai
9
Jamal Badhi dan Musthapa Tajdin, Islamic Creative Thinking: Berpikir Kreatif berdasarkan Metode Qurani, Bandung: Mizan Media Utama, 2007, h. 119.
10
Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, Jakarta: PT Gramedia, 1985, h. 47.
11
William E. Mitchell Thomas F. Kowalik, Creative Problem Solving, p. 5 http:www.roe11.k12.il.usGES20StuffDay204ProcessCreative20Problem20SolvingC
PS-Mitchell2020Kowalik.pdf
penyakit pada kasus yang dibaca oleh siswa dan mekanisme penularan penyakit tersebut. Untuk dapat merumuskan masalah dengan tepat dan akurat, siswa harus
menemukan dan memahami situasi serta kondisi dari suatu permasalahan. Nilai total kelompok dalam tahap ini pada pertemuan I dan pertemuan II sebesar 81,5.
Pada tahap Data Finding, siswa bersama kelompoknya mengumpulkan data eksplorasi dengan mengamati karakteristik virus, struktur tubuh virus,
reproduksi virus dan mendiskusikan penyebaran virus-virus yang sering menjadi wabah penyakit di masyarakat. Selanjutnya, siswa memilih informasi-informasi
yang relevan dan mengabaikan informasi yang tidak relevan sehingga siswa dapat menemukan kata kunci dari permasalahan tersebut. Selama tahap pencarian fakta
dan informasi, para siswa diharapkan memperoleh pengetahuan untuk memecahkan masalah dengan menggunakan berbagai sumber belajar yang
dimiliki siswa maupun oleh sekolah seperti buku teks, multimedia pembelajaran, informasi dari internet dan sumber belajar lainnya. Dari informasi yang diperoleh,
selanjutnya dapat dipikirkan mengenai data apa yang diketahui dalam soal, hal apa yang ditanyakan dalam soal tersebut, adakah data yang harus dicari terlebih
dahulu untuk menyelesaikan soal tersebut, dan sebagainya. Nilai rata-rata kelompok dalam tahap ini pada pertemuan I dan pertemuan II sebesar 87,5.
Selanjutnya pada tahap Problem Finding, siswa bersama kelompoknya menyusun pernyataan-pernyataan masalah yang selanjutnya dipilih untuk
dipecahkan melalui diskusi kelompok. Selain itu, guru membimbing siswa untuk menentukan permasalahan-permasalahan lain yang menarik untuk dicari
penyelesaiannya yang berkaitan dengan virus. Nilai rata-rata kelompok dalam tahap ini pada pertemuan I sebesar 84,38 dan pertemuan II sebesar 81,25.
Pada tahap Idea Finding, siswa menghasilkan beragam ide-idesolusi pemecahan masalah mengenai penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus
melalui diskusi kelompok. Guru berperan dalam membimbing siswa untuk mendiskusikan kaitan antara struktur dan reproduksi virus dengan penyebaran
penyakit dan mengaitkan perilaku yang harus dilakukan untuk membentuk sikap
positif pada generasi muda Indonesia. Setelah diskusi, siswa bersama kelompknya memodifikasi gagasan tentang bagaimana strategi yang dilakukan untuk
memecahkan masalah tersebut. Nilai rata-rata kelompok tahap ini pada pertemuan I dan pertemuan II sebesar 81,25.
Pada tahap pengungkapan gagasan, siswa diharapkan menjadi mahir dalam merepresentasikan masalah. Siswa diberi kesempatan untuk menemukan dan
mengungkapkan berbagai
strategi pemecahan
masalah dengan
mempertimbangkan semua informasi dan kata kunci yang diperoleh dari tahap Objective Finding. Untuk dapat merepresentasikan sebuah permasalahan dengan
baik, hal mendasar yang diperlukan oleh siswa adalah membangun gambaran berpikir logis dan kreatif.
Pada tahap Solution Finding, siswa dilatih agar terampil dalam memilih dan mengembangkan metode penyelesaian yang paling efektif dalam menyelesaikan
permasalahan tersebut disertai dengan adanya alasan-alasan yang logis terhadap strategi pemecahan masalah yang dipilih. Dengan bimbingan dan arahan dari
guru, siswa mengevaluasi dan menyeleksi berbagai gagasan tentang strategi pemecahan masalah sehingga pada akhirnya dapat memperoleh suatu strategi
yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Nilai rata-rata kelompok pada pertemuan I sebesar 87,5 dan pertemuan II sebesar 93,75.
Pada tahap Acceptance Finding, siswa menentukan strategi yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah, kemudian menerapkannya sampai
menemukan solusi dari permasalahan yang diberikan dan menafsirkan jawaban dengan tepat. Nilai rata-rata kelompok pada pertemuan I dan pertemuan II sebesar
68,75. Hal ini disebabkan karena penggunaan model pembelajaran yang diterapkan
oleh guru adalah model yang melibatkan keaktifan siswa sehingga menempatkan siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreatifitas dalam pemecahan
masalah. Senada dengan penelitian Penelitian y ang dilakukan oleh Su’eli
mengenai Implementasi Model Pembelajaran Creative Problem Solving CPS
terhadap kemampuan pemecahan masalah pada pokok bahasan operasi hitung pecahan di kelas VII MTs. Muhammadiyah 1 Malang, menyimpulkan bahwa nilai
rata –rata aktivitas belajar siswa dari pertemuan I sampai III selalu meningkat
dengan prosentase rata –rata aktivitas belajar siswa setelah tiga kali pertemuan
sebesar 70.08. Prosentase kreativitas siswa dari pertemuan I sampai III selalu meningkat dengan prosentase rata-rata kreativitas siswa setelah tiga kali
pertemuan berdasarkan komponen berpikir divergen siswa dalam satu kelas sebesar 64.39. Nilai rata-rata tes akhir ketuntasan belajar siswa sebesar
77,78.
12
Dasar dari pemecahan masalah adalah kemampuan untuk belajar dalam situasi proses berpikir.
13
Siswa betul-betul ditempatkan sebagai subjek yang belajar. Peranan guru adalah pembimbing belajar dan fasilitator belajar dengan
memilih masalah yang perlu dilontarkan kepada kelas untuk dipecahkan oleh siswa sendiri melalui diskusi.
Observasi yang dilakukan adalah untuk mengetahui kegiatan belajar mengajar selama pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Creative
Problem Solving. Guru bidang studi biologi dan teman sebaya yang berperan sebagai observer atau pengamat selama proses pembelajaran berlangsung.
Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat diketahui persentase hasil observasi keterlaksanaan creative problem solving pada kelas eksperimen, terlihat bahwa
aspek Idea Finding masih tergolong rendah dibandingkan persentase pada aspek-aspek yang lain. Namun secara keseluruhan persentase aspek creative
problem solving mempunyai hasil observasi yang baik. Berdasarkan hasil observasi pada tabel 4.5, dapat terlihat ketercapaian aspek-
aspek Creative Problem Solving dimana diperoleh rata-rata presentase nilai diatas
12
Su’eli, “Implementasi Model Pembelajaran Creative Problem Solving CPS terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Pokok Bahasan Operasi Hitung Pecahan di Kelas VII
MTs Muhammadiyah 1 Malang”, 2011. h. 1. http:eprints.umm.ac.id12621IMPLEMENTASI_MODEL_PEMBELAJARAN_CREATIVE_P
ROBLEM_SOLVING.pdf
13
Sutrisno, Menjadi Guru Kreatif agar Dicintai Murid Sampai Mati, Yogyakarta: Golden Books, 2010, h. 37.
nilai 70, hal ini termasuk dalam kategori baik. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Creative Problem Solving menciptakan bentuk
kegiatan pengajaran yang bervariasi, agar siswa aktif terlibat dalam pembelajaran. Guru hanya berperan sebagai fasilitator ataupun pembimbing dalam memecahkan
masalah secara kreatif untuk mengkonstruk konsep oleh siswa sendiri. Oleh karena itu guru lebih baik menggunakan brainstorming sumbang saran sebagai
salah satu teknik untuk berpikir divergen. Dengan sumbang saran, siswa diberikan kebebasan menghasilkan ide-ide beragam sehingga muncul ide-ide yang variatif,
unik dan logis untuk meningkatkan kreativitas dalam menyelesaikan masalah. Kreativitas merupakan sebuah komponen penting dan memang perlu. Tanpa
kreativitas pelajar hanya akan bekerja pada sebuah tingkat kognitif yang sempit.
14
Aspek kreatif otak dapat membantu menjelaskan dan menginterpretasikan konsep-konsep yang abstrak, sehingga memungkinkan anak untuk mencapai
penguasaan yang besar, khususnya dalam mata pelajaran seperti sains yang seringkali sulit dipahami.
Model Pembelajaran Creative Problem Solving CPS sangat sesuai diterapkan dalam pembelajaran di sekolah, karena ini merupakan suatu model
pembelajaran yang melakukan pemusatan belajar pada siswa Student centered dan keterampilan pemecahan masalah.
15
Model Creative Problem Solving juga sangat tepat diterapkan untuk membantu dan melatih siswa mengembangkan
kemampuannya dalam memecahkan masalah secara kreatif yang termasuk kedalam masalah-masalah yang berkaitan dengan alam. Dalam penerapannya,
model Creative Problem Solving lebih menekankan keterlibatan siswa secara langsung dalam belajar dan menyelesaikan masalah, mulai dari keaktifan siswa
mencari data, menemukan cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah sampai menarik kesimpulan. Fungsi guru dalam kegiatan pemecahan masalah adalah
14
Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, Jakarta: PT Gramedia, 1985, h. 47.
15
Scott G. Isaksen dan Donald J. Treffinger, Creative Problem Solving: The History, Deevelopment, and Implication for Gifted Education and Talent Development, The Evolution of
CPS in Gifted Education, 2005, h. 342. http:www.cpsb.comresearcharticlescreative-problem-
solvingCreative-Problem-Solving-Gifted-Education.pdf
memotivasi siswa agar mau menerima tantangan dan membimbing siswa dalam proses pemecahannya. Dengan menggunakan model Creative Problem Solving ini
siswa terbiasa menghadapi masalah serta terlatih dan terampil untuk menyelesaikan masalah yang ada dan akhirnya diharapkan siswa dapat
memperoleh hasil belajar yang lebih baik.
60