Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Pada Konsep Virus

(1)

CREATIVE PROBLEM SOLVING

TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA PADA KONSEP VIRUS

(Kuasi Eksperimen di SMAN 9 Bekasi) SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

KARINA KOESTIARTI

NIM. 109016100046

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1434 H. / 2014 M


(2)

(3)

(4)

(5)

iii

Karina Koestiarti, Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Pada Konsep Virus (Kuasi Eksperimen di SMAN 9 Bekasi). Skripsi. Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Creative Problem Solving terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep virus. Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 9 Bekasi. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu dengan desain pretest posttest control group design. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling dan Random Sampling. Sampel penelitian berjumlah 40 siswa untuk kelas eksperimen dan 40 siswa untuk kelas kontrol. Pengambilan data menggunakan instrumen tes hasil belajar berbentuk pilihan ganda dengan jumlah 26 soal yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Analisis data menggunakan uji-t, data hasil perhitungan perbedaan rata-rata posttest kedua kelompok diperoleh hasil thitung sebesar 2,84, sedangkan ttabel pada taraf signifikan 5% sebesar 1,99, maka thitung >

ttabel. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran Creative

Problem Solving terhadap hasil belajar biologi siswa.


(6)

iv

in SMAN 9 Bekasi). Thesis. Biology Education Program, Department of Natural Sciences Education, Faculty of Tarbiyah and Teaching, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

This study aims to determine the effect of the Creative Problem Solving model of learning on learning outcomes of students to the concept of viral biology. This research was conducted at SMAN 9 Bekasi. The research method used is a quasi-experimental design with pretest-posttest control group design. Sampling was done using purposive sampling technique and random sampling technique. Sample was 40 students for grade 40 students to experimental and control classes. Retrieval of data using instruments achievement test multiple choice questions with the number 26, which has been tested for validity and reliability. Data analysis using t-test, the data calculation results posttest mean difference both groups tcount obtained results of 2.84, while ttable at 5 % significance level of 1.99,

so tcount > ttable. This indicates that there are significant learning model to Creative

Problem Solving biology student learning outcomes.


(7)

v

ﻴﺤّﺮ ﺍﻦﻤﺤّﺮ ﺍﮫ ﺍ ﺴﺑ

Assalamu’alaikum wr.wb

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan, kesehatan, kekuatan, kesabaran, rahmat dan hidayahnya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Pada Konsep Virus (Kuasi Eksperimen di SMAN 9 Bekasi)”. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah berjuang untuk menyempurnakan akhlak manusia, kepada keluarganya, sahabat-sahabatnya serta para pengikutnya hingga akhir zaman.

Penulis menyadari terselesaikannya skripsi, tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih atas bimbingan dan dukungan serta bantuan yang diberikan dalam penulisan dan penyusunan laporan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas jasa dan memberikan rahmat-Nya kepada:

1. Nurlena Rifa’i, M.A, Ph.d. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Baiq Hana Susanti, M.Sc selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Dr. Zulfiani, M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Syarif Hidayatullah Jakarta, juga sebagai Pembimbing II yang telah memberikan arahan, saran serta motivasi yang membangun bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

4. Ir. Mahmud M. Siregar, M.Si sebagai pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan motivasi bagi penulis.

5. Dra. Hj. Etty Kusmiaty, MM selaku Kepala SMAN 9 Bekasi yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis.


(8)

vi

Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Terimakasih banyak atas segala ilmu dan kebaikan bapak serta ibu sekalian selama penulis menuntut ilmu di program studi pendidikan biologi.

8. Keluarga tercinta, ayah dan ibu, adik-adikku tersayang, serta bude dan pakde terima kasih atas segala limpahan doa, kasih sayang, serta dukungan moral maupun materil yang diberikan selama penelitian berlangsung dan dalam menyelesaikan skripsi ini

9. Sahabat terbaikku Dwi, Unti, Isti, Nisa, Pipit terimakasih sudah menjadi tempat curahan isi hatiku dalam keadaan senang maupun duka serta keluarga besar BIOGOS HOT 2009 yang tidak dapat disebutkan satu per satu terimakasih atas kerjasamanya, bantuan, dan motivasi yang telah diberikan selama ini.

10.Ismi, Anggun dan Hani terima kasih atas semangat menyelesaikan studinya yang telah ditularkan kepada penulis, terimakasih atas kebaikannya dan dukungannya.

Tiada untaian kata terindah dan berharga kecuali ucapan

Alhamdulillahirabbil’alamiin atas rahmat dan Ridha-Nya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Amin.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Jakarta, Januari 2014


(9)

vii

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQOSAH ... i

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penulisan ... 8

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Teori ... 9

1. Model Pembelajaran Creative Problem Solving ... 9


(10)

viii

a. Hakikat Kreativitas ... 15

b. Ciri-ciri Kreativitas ... 18

c. Tahapan Kreativitas ... 21

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kreativitas ... 22

3. Belajar dan Hasil Belajar ... 22

a. Konsep Belajar ... 22

b. Hasil Belajar ... 24

B. Hasil Penelitian Relevan ... 25

C. Kerangka Berpikir ... 27

D. Hipotesis Penelitian ... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 31

C. Metode dan Desain Penelitian ... 31

D. Teknik Pengumpulan Data ... 32

E. Instrumen Penelitian ... 33

F. Uji Coba Instrumen ... 35

1. Uji Validitas ... 35


(11)

ix

4. Daya Pembeda ... 39

G. Kalibrasi Instrumen ... 40

1. Pengujian Validitas ... 40

2. Pengujian Reliabilitas ... 41

H. Teknik Analisis Data ... 43

1. Uji Normalitas ... 43

2. Uji Homogenitas ... 44

3. Uji Hipotesis ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian ... 46

1. Nilai Lembar Kerja Siswa ... 46

2. Nilai Afektif Siswa ... 46

3. Nilai Produk Model Virus ... 47

4. Nilai Hasil Belajar Siswa ... 47

5. Hasil Keterlaksanaan Creative Problem Solving ... 47

B. Pengujian Persyaratan Analisa Data ... 48

1. Uji Normalitas ... 48

2. Uji Homogenitas ... 49

C. Pengujian Hipotesis ... 50


(12)

x

DAFTAR PUSTAKA ... 61


(13)

xi

Tabel Halaman

3.1. Desain Penelitian ... 32

3.2. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian ... 34

3.3. Konversi Skor ... 34

4.1. Nilai Lembar Kerja Siswa ... 46

4.2. Nilai Afektif Siswa ... 46

4.3. Nilai Produk Model Virus ... 47

4.4. Nilai Hasil Belajar Siswa ... 47

4.5. Hasil Keterlaksanaan Creative Problem Solving ... 48

4.6. Hasil Perhitungan Uji Normalitas dengan Uji Liliefors ... 49

4.7. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas dengan Uji Fisher ... 50


(14)

xii

2.1. Kerangka Berpikir Penelitian ... 29

Foto Produk Model Virus ... 218

Foto Kegiatan Pembelajaran di Kelas Kontrol ... 220


(15)

xiii

Lampiran Halaman

1. Rencana Perencanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 65

2. Penilaian LKS Kelas Eksperimen ... 82

3. Rencana Perencanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 85

4. Lembar Keterlaksanaan Model Creative Problem Solving ... 96

5. Perhitungan Lembar Keterlaksanaan Model Creative Problem Solving ... 102

6. Kisi-Kisi Instrumen Tes Hasil Belajar ... 104

7. Sebaran Instrumen ... 125

8. LKS Kelas Eksperimen ... 126

9 Kunci Jawaban LKS Kelas Eksperimen ... 143

10. LKS Kelas Kontrol ... 149

11. Soal Uji Validitas ... 170

12. Soal Hasil Validitas ... 180

13. Rekapitulasi Analisis Butir Soal ... 184

14. Daya Pembeda ... 185

15. Reliabilitas Tes ... 187

16. Kelompok Atas dan kelompok Bawah ... . 188

17. Pengecoh ... 189

18. Distribusi Frekuensi Pre-test Kelas Kontrol ... 190


(16)

xiv

23. Uji Normalitas Data Pre-test Kelas Eksperimen ... 208

24. Uji Normalitas Data Post-test Kelas Kontrol ... 210

25. Uji Normalitas Data Post-test Kelas Eksperimen ... 212

26. Uji Homogenitas Pre-test ... 214

27. Uji Homogenitas Post-test ... 215


(17)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.1

Menurut Ramdani (dalam Lukmanul hakim) mengatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan suatu ilmu pengetahuan yang sifatnya empiris dan pasti. Mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang sering dianggap sulit untuk dipahami bagi peserta didik, karena menyangkut materi-materi yang masih bersifat abstrak dan sulit untuk dicerna oleh pikiran peserta didik.2

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistimatik untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah. Hal ini sejalan dengan pendapat Rustaman (dalam Zulfiani) yang menyatakan bahwa pelajaran IPA mencakup bahan kajian tentang Biologi, Fisika merupakan mata pelajaran yang dapat menanamkan dan mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai-nilai ilmiah kepada peserta didik.3

Peran guru dalam pembelajaran Biologi adalah memberi semangat untuk melakukan penyelidikan, kepercayaan serta harapan kepada peserta didik

1 Undang-Undang Guru dan Dosen & Undang-Undang Sisdiknas, (Jakarta: Asa Mandiri, 2006), h. 50.

2 Lukmanul Hakim, “Pengaruh Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) terhadap Hasil Belajar Biologi”, Skripsi pada UIN SYarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2009), h. 1, tidak dipublikasikan.

3 Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 46.


(18)

sehingga peserta didik diajak untuk mampu memahami materi Biologi. Menurut Isjoni, ia mengatakan bahwa guru itu berperan sebagai fasilitator yang membantu peserta didik, membina pengetahuan dan menyelesaikan masalah. Guru juga berperan sebagai pereka bentuk bahan pengajaran yang menyediakan peluang kepada peserta didik untuk membangun suatu pengetahuan yang baru.4 Tujuan hal ini adalah peserta didik yang secara aktif dapat memahami soal, menguji ide-idenya, membuat dugaan, memberi alasan dan menjelaskan hasil kerjanya. Dalam pengerjaan, peserta didik dapat secara berkelompok, berpasangan ataupun individu dalam berbagi ide ataupun berdiskusi.

Menurut Suryani tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan belajar yang menyenangkan agar dapat membangkitkan rasa ingin tahu peserta didik sehingga tumbuh minat dan semangatnya untuk belajar. Namun kenyataannya, hingga saat ini masih banyak guru yang kurang mengkondisikan lingkungan belajar yang kondusif untuk siswa belajar dengan baik, yang akhirnya berpengaruh kurang baik pula terhadap hasil belajar siswa.5

Dalam proses pembelajaran, menurut Suryosubroto masih cenderung menggunakan model konvensional (ceramah) dengan tujuan untuk mengejar target penyelesaian bahan pengajaran.6 Guru yang selalu mengajar dengan model konvensional menyebabkan peserta didik menjadi bosan, mengantuk, pasif, dan berfungsi sebagai notulis dari ucapan guru di muka kelas saja. Apalagi jika model pembelajaran tersebut hanya menekankan pada pemberian konsep semata, sehingga peserta didik tidak mampu memahami materi pelajaran secara penuh. Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya hasil belajar Biologi akibat ketidaktepatan guru dalam memilih model pembelajaran.

4 Isjoni, Pembelajaran Kooperatif: Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi antar Peserta Didik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 48.

5 Suryani Agustina Putri, Pengaruh Metode Problem Solving Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Pada Materi Pokok Pencemaran Lingkungan Di Kelas X Sma Swasta Prayatna Medan, (Medan: Universitas Negeri Medan, 2009), ( http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Undergraduate-22582-5.%20BAB%20I.pdf)


(19)

Suryosubroto menyatakan kembali bahwa perlunya penerapan strategi pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik agar dapat belajar secara mandiri dan melibatkan peserta didik secara optimal dalam pembelajaran.7 Pembelajaran menurut Suyatno hendaknya dimulai dari masalah-masalah yang aktual, relevan dan bermakna bagi peserta didik. Pembelajaran yang tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari biasanya kurang menarik perhatian peserta didik. Pembelajaran biasanya terlepas dari kejadian aktual di masyarakat sehingga peserta didik tidak mampu menerapkan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari.8

Para ahli pembelajaran telah menyarankan penggunaan paradigma pembelajaran konstruktivistik untuk kegiatan belajar-mengajar di kelas. Perubahan paradigma belajar tersebut terjadi perubahan pusat (fokus) pembelajaran dari belajar berpusat pada guru kepada belajar berpusat pada siswa.9 Dengan kata lain, ketika mengajar di kelas, guru harus berupaya menciptakan kondisi lingkungan belajar yang dapat membelajarkan siswa, dapat mendorong siswa belajar, atau memberi kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif mengkonstruksi konsep-konsep yang dipelajarinya. Kondisi belajar dimana peserta didik hanya menerima materi dari pengajar, mencatat, dan menghafalkannya harus diubah menjadi sharing pengetahuan, mencari (inkuiri), menemukan pengetahuan secara aktif sehingga terjadi peningkatan pemahaman (bukan ingatan). Untuk mencapai tujuan tersebut, pengajar dapat menggunakan pendekatan, strategi, model, atau metode pembelajaran inovatif.

Perlu disadari bahwa di dalam hidup selalu diliputi berbagai masalah baik masalah yang datang dari diri kita maupun dari luar kita. Memecahkan masalah yang ada merupakan suatu keputusan yang tepat untuk dapat hidup lebih bermakna.manakala sekolah dipandang sebagai laboratrium masyarakat, maka

7Ibid., h. 188.

8 Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, (Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka, 2009), h. 9.

9 I wayan Dasna dan Sutrisno, Pembelajaran Berbasis Masalah, (Malang: Tanpa Tahun), h. 1. (http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/195704081984031DADANG_SUP ARDAN/Pembelajaran_Berbasis_Masalah.pdf)


(20)

menjadi penting siswa dilatih mengenali permasalahan sampai dengan melakukan pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang terkait dengan tingkat perkembangan mental, jenjang pendidikan serta mata pelajaran atau bidang ilmu yang dipelajarinya.

Perlunya siswa SMA mempunyai kemampuan berpikir tingkat tinggi dan

pemecahan masalah secara eksplisit telah dirumuskan dalam Permen 22 tahun 2006 tentang Standar Isi KTSP umtuk mata pelajaran Biologi SMA-MA, yaitu mata pelajaran Biologi dikembangkan melalui kemampuan berpikir analitis, induktif, dan deduktif untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar. Penyelesaian masalah yang bersifat kualitatif dan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan pemahaman dalam bidang matematika, fisika, kimia, dan pengetahuan pendukung lainnya.10

Kemampuan berpikir kreatif dan memecahkan masalah peserta didik juga belum membudaya di Indonesia. Kemampuan pemecahan masalah peserta didik di Indonesia menurut data PISA 2003 (dalam Asikin) masih sangat rendah yakni dari 100 peserta didik, 73 peserta didik berada di bawah level 1.11

Menurut Takwim, kemampuan memecahkan masalah dipandang perlu dimiliki siswa, terutama siswa SMA, karena kemampuan-kemampuan ini dapat membantu siswa membuat keputusan yang tepat, cermat, sistematis, logis, dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang. Sebaliknya, kurangnya kemampuan-kemampuan ini mengakibatkan siswa pada kebiasaan melakukan berbagai kegiatan tanpa mengetahui tujuan dan alasan melakukannya.12

Menurut Krulik dan Rudnick, pemecahan masalah adalah tidak hanya sebagai sebuah proses pembelajaran, tetapi juga merupakan cara mengajar. Siswa untuk menjadi pemecah masalah yang baik (good problem solver), mereka harus terus

10 Depdiknas, SosialisasiKTSP. Jakarta:DitjenPMPTK, 2006.

11Asikin dan Pujiadi, “Pengaruh Model Pembelajaran Matematika Creative Problem Solving (CPS) berbantukan CD Interaktif terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah pada Siswa SMA Kelas X”, (Semarang: UNNES, Lembaran Ilmu Kependidikan Jilid 3 No 1 Juni, 2008), h. 44. (http://journal.unnes.ac.id)

12 Bagus, Takwim, Mengajar Anak Berpikir Kritis, 2006. (Online). www.kompas.-com/-kesehatan/news/0605/05/093521.htm,


(21)

menerus terpapar dan terlibat secara aktif dalam segala kegiatan pemecahan masalah. 13

Sebagian besar peserta didik terbiasa melakukan hafalan dalam memahami materi Biologi tanpa dibarengi dengan adanya pengembangan keterampilan berpikir dan memecahkan masalah. Untuk menyikapi permasalahan ini, perlu diupayakan pembelajaran berdasarkan teori kognitif yang di dalamnya termasuk teori konstruktivisme.

Menurut Sushkin (dalam Isjoni) dalam teori konstruktivisme, dirinya menyatakan bahwa perlu adanya penekanan kepada peserta didik daripada guru, hal ini disebabkan karena peserta didik yang berinteraksi dengan bahan dan peristiwa sehingga peserta didik dapat membangun sendiri konsep dan pembuatan penyelesaian kepada masalah.14 Menurut Gagne (dalam Suyatno), dirinya mengatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan hasil belajar yang paling tinggi.15

Guru dapat mengadopsi berbagai pendekatan terhadap pembelajaran yang akan mendorong penyelesaian masalah dan investigasi, membangkitkan keingintahuan alamiah anak-anak dan hasrat mereka untuk belajar. Kegiatan problem solving memberi kesempatan bagi anak-anak untuk menggunakan imajinasi mereka, mencoba mewujudkan ide-ide mereka, dan berpikir tentang berbagai macam kemungkinan.

Agar proses pembelajaran Biologi dapat berhasil sesuai dengan harapan maka perlu adanya penggunaan model pembelajaran yang dipandang sangat penting. Penggunaan model pembelajaran disesuaikan dengan materi pelajaran yang memiliki karakteristik yang berbeda dan beragam karakteristik peserta didik dilihat dari tipe belajar (visual, auditif dan kinestetis), serta menghindari kejenuhan saat belajar. Guru harus mampu berinovasi dalam hal model

13 Stephen Krulik dan Jesse Rudnick, Problem Solving: a Handbook for Senior High School Teachers, (Massachusetts: Gould Street Neidham Heights, 1989), h. 49.

14 Isjoni, op. cit., h. 48. 15 Suyatno, op. cit., h. 9.


(22)

pembelajaran sehingga penyampaian materi pelajaran menjadi lebih baik dan sangat mempengaruhi behavior change yang diharapkan untuk peserta didik.

Salah satu model pembelajaran yang dapat membantu peserta didik berlatih memecahkan masalah secara kreatif adalah model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS). Menurut Baer (dalam Ismiyanto), Creative Problem Solving (CPS) merupakan salah satu model pembelajaran yang dipandang efektif dapat membantu pemecahan berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.16 Menurut Karen (dalam Zainab) model Creative Problem Solving (CPS) adalah suatu metode pembelajaran yang berpusat pada keterampilan pemecahan masalah yang diikuti dengan penguatan kreativitas.17

Pemecahan masalah dapat dipandang sebagai proses, sebab dalam pemecahan masalah Biologi akan ditemukan dan digunakan kombinasi aturan-aturan yang telah diketahui untuk digunakan dalam memecahkan masalah itu. Membelajarkan Biologi dengan strategi pemecahan masalah secara kreatif akan memungkinkan peserta didik lebih kritis, kreatif dan analitis, dalam menanggapi suatu permasalahan yang muncul, baik permasalahan Biologi maupun permasalahan di dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan permasalahan di atas peneliti bermaksud menerapkan suatu model pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk mencari pengetahuannya sendiri serta dapat mengetahui hasil belajar Biologi dengan model pembelajaran berdasarkan pemecahan masalah secara kreatif (Creative Problem Solving).

16 Ismiyanto, Implementasi Creative Problem Solving dalam Pembelajaran Menggambar: Upaya Peningkatan Kreativitas Siswa Sekolah Dasar, (Semarang: Jurnal Kependidikan, Vol. VI No. 2, Juli 2010), h. 104. (http://journal.unnes.ac.id)

17 Zainab, Metode Creative Problem Solving (CPS) dalam Pembelajaran Matematika, (Palembang: Himma, 2012), h. 3.


(23)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Mata Pelajaran IPA Biologi sering dianggap sulit bagi siswa karena menyangkut materi-materi yang masih bersifat abstrak dan sulit dicerna oleh pikiran siswa.

2. Aktivitas siswa selama proses pembelajaran cenderung hanya diam mendengarkan penjelasan guru, mencatat, dan sebagian besar siswa tampak kurang serius mengikuti proses pembelajaran, melamun serta merasa bosan dengan kegiatan belajar yang dilakukan bahkan tugas-tugas yang diberikan guru tidak dapat dikerjakan siswa dengan baik.

3. Kemampuan pemecahan masalah siswa masih sangat rendah.

4. Rendahnya hasil belajar Biologi akibat ketidaktepatan guru dalam memilih model pembelajaran.

C. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini akan dikaji secara ilmiah tentang pengaruh penggunaan model pembelajaran Creative Problem Solving terhadap hasil belajar Biologi siswa, untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan menghindari penafsiran yang menyimpang maka perlu adanya pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Peneliti hanya meneliti siswa kelas X SMAN 9 Bekasi Semester Ganjil Tahun Ajaran 2013/2014

2. Pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Creative Problem Solving menurut Mitchell Kowalik.

3. Hasil belajar biologi siswa yang dimaksud dalam penelitian ini hanya dibatasi pada aspek kognitif siswa dengan jenjang C1, C2, C3 dan C4 pada konsep virus.


(24)

D. Perumusan Masalah

Dari identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang sudah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimana pengaruh model pembelajaran Creative Problem Solving terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep virus?”

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Creative Problem Solving terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep virus.

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi sekolah

a. Memberikan sumbangan yang positif bagi sekolah dalam rangka memperbaiki program pengajaran.

b. Sebagai informasi untuk memotivasi tenaga kependidikan agar menerapkan metode yang kreatif dan inovatif dalam proses pembelajaran.

2. Bagi guru

a.Sebagai motivasi dalam meningkatkan variasi keterampilan mengajar dalam sistem pembelajaran sehingga memberikan layanan yang terbaik bagi siswa.

b.Mendapatkan strategi pembelajaran yang tepat saat menyampaikan materi yang diajarkan.

3. Bagi peneliti

a.Mendapatkan pengalaman langsung dalam pelaksanaan pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)

b.Dapat mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap hasil belajar siswa pada konsep virus.


(25)

9

KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Model Pembelajaran Creative Problem Solving

a. Konsep Pembelajaran Creative Problem Solving

Model Creative Problem Solving pertama kali diperkenalkan oleh Alex Osborn, seorang creator of brainstorming, pendiri dari The Creative Education and Foundation (CEF) and co-founder of Highly Successful New York Advertising Agency. Pada tahun 1950-an, Alex Osborn dan Sidney Parnes (SUNY College at Buffalo) bekerja sama melakukan penelitian lebih mendalam untuk menyempurnakan model ini, sehingga model Creative Problem Solving ini lebih dikenal dengan nama The Osborn-Parnes Creative Problem Solving Models.1

Creative Problem Solving berasal dari kata creative, problem, dan solving. Menurut Mitchell dan Kowalik (dalam Isrok’atun), mengatakan bahwa creative artinya banyak ide baru dan unik dalam mengkreasi solusi serta mempunyai nilai dan relevan; problem artinya suatu situasi yang memberikan tantangan, kesempatan, yang saling berkaitan; sementara solving, artinya merencanakan suatu cara untuk menjawab atau menemukan jawaban dari suatu problem.2 Menurut Karen (dalam Zainab), model Creative Problem Solving (CPS) merupakan suatu metode pembelajaran yang berpusat pada keterampilan dalam pemecahan suatu masalah yang didukung oleh penguatan kerativitas dalam

1 Scott G. Isaksen dan Donald J. Treffinger, Creative Problem Solving: The History, Deevelopment, and Implication for Gifted Education and Talent Development, (The Evolution of CPS in Gifted Education, 2005), h. 342. http://www.cpsb.com/research/articles/creative-problem-solving/Creative-Problem-Solving-Gifted-Education.pdf

2 Isrok’atun, Creative Problem Solving Matematis, (Bandung: UPI, 2012), h. 4. (http://eprints.uny.ac.id/8094/1/P%20-%2047.pdf)


(26)

pemecahan masalah tersebut.3 Pembelajaran model Creative Problem Solving (CPS) ini dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan pengembangan dari implementasi kurikulum di kelas yang di mulai dengan menghadapkan siswa pada suatu masalah yang nyata atau masalah yang disimulasikan, siswa bekerja sama dalam satu kelompok untuk mengembangkan kreativitas dalam pemecahan masalah tersebut, kemudian siswa mendiskusikan strategi untuk bernegosiasi untuk membangun pengetahuannya.

Menurut Treffinger dan Isaksen, Creative Problem Solving adalah suatu model penyelesaian dalam memecahkan masalah dan mengatur perubahan kreatif. Creative Problem Solving ini sangat mudah untuk mempelajari prosesyang dapatdiaplikasikan oleh individu dan kelompok di berbagai kalangan usia, dalam berbagai organisasi, aturan dan budaya. Creative Problem Solving akan membantu seseorang untuk melepaskan bakat kreatifnya dan untuk fokus berpikir secara konstruktif.4

Suyatno pun mengatakan hal yang serupa bahwa Creative Problem Solving (CPS) ini merupakan sebuah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah melalui teknik sistematik dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu permasalahan.5 Dalam proses pembelajaran, model Creative Problem Solving ini dirasakan penting sebab pada prinsipnya belajar menurut Muhibbin Syah merupakan proses memperoleh arti-arti, pemahaman serta cara untuk menafsirkan dunia di sekeliling siswa, yang difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini ataupun nanti dihadapi siswa.6 Menurut Rubino, Creative Problem Solving jika ditilik dari konsep dasarnya merupakan metode

3 Zainab, Metode Creative Problem Solving (CPS) dalam Pembelajaran Matematika, (Palembang: Himma, 2012), h. 3.

4 Donald Treffinger, Scott G Isaksen, Creative Problem Solving a Temporary Framework for Managing Change, (New York: Creative Problem Solving Group, 2003), h. 1. (http://www.cpsb.com/resources/downloads/public/CPSVersion61B.pdf)

5 Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, (Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka, 2009), h. 66.

6 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), h. 92.


(27)

pembelajaran yang mengacu kepada pendekatan heuristik, dengan konsep bahwa mengajar adalah upaya guru untuk menciptakan sistem lingkungan yang dapat mengoptimalkan kegiatan siswa dalam belajar.7

Menurut Suryosubroto, strategi Creative Problem Solving ini berusaha mengembangkan pemikiran divergen, berusaha mencapai pelbagai alternatif dalam memecahakan suatu masalah.8 Guilford mengatakan (dalam Ismiyanto) bahwa berpikir divergen seseorang antara lain dapat diketahui dari kemampuannya dalam memecahkan suatu masalah dengan berbagai cara, mampu memberikan berbagai alternatif terhadap pemecahan masalah tersebut, dan siswa memiliki kemampuan dalam mengemukakan serta membangun gagasannya yang baru.9 Oleh karena itu, berpikir divergen berpotensial sebagai pembimbing dalam pengembangan kreativitas siswa.

Creative Problem Solving merupakan representasi dimensi-dimensi proses yang alami, bukan suatu usaha yang dipaksakan. Creative Problem Solving merupakan pendekatan yang dinamis, siswa mejadi lebih terampil sebab siswa mempunyai prosedur yang lebih tersusun dari awal. Ada banyak kegiatan yang melibatkan kreativitas dalam pemecahan masalah, seperti riset dokumen, pengamatan terhadap lingkungan sekitar, kegiatan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, dan penulisan yang kreatif. Dengan Creative Problem Solving, siswa dapat memilih dan mengembangkan ide dan pemikirannya. Berbeda dengan hafalan yang sedikit menggunakan pemikiran, Creative Problem Solving memperluas proses berpikir.

7 Rubino Rubiyanto dan Shodik Sunandar Muttaqin, Komparasi Antara Strategi Pembelajaran Creative Problem Solving (Cps) dengan Pembelajaran Invitation Into Inquiry terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Kelas V SDN Tuban 01 Dan SDN Tuban 02 Tahun 2011 – 2012, (Surakarta: UMS, 2012), h. 133.

http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/1741/Rubino%20R.pdf?sequence=1 8 Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 200. 9 Ismiyanto, Implementasi Creative Problem Solving dalam Pembelajaran Menggambar: Upaya Peningkatan Kreativitas Siswa Sekolah Dasar, (Semarang: Jurnal Kependidikan, Vol. VI No. 2, Juli 2010), h. 104. (http://journal.unnes.ac.id)


(28)

Dalam proses pembelajaran, yang perlu diperhatikan pendidik ialah sumbang saran (brainstorming) siswa dalam memecahkan masalah. Seperti yang dikatakan oleh Sutrisno, brainstorming adalah suatu teknik yang digunakan untuk menghasilkan suatu daftar panjang yang berisi berbagai respon beragam terhadap membuat penilaian terhadap ide-ide individu.10 Hal ini menjadi penting bagi siswa tentang belajar bagaimana menghasilkan ide-ide tanpa melalukan penilaian awal. Tujuannya adalah mengeksplorasi kembali ide-ide yang muncul dan mengeliminasi ide-ide yang tidak dapat dikerjakan. Dalam mencari informasi ketika menyelesaikan masalah/menjawab pertanyaan, peserta didik diberi kesempatan untuk memberikan pendapat (brainstorming), baik berdasarkan pengalaman dan pengetahuan siswa, membaca referensi, maupun mencari data/informasi dari lapangan.

b. Karakteristik Creative Problem Solving (CPS)

Menurut Steiner (dalam Isrok’atun), ada beberapa karakteristik Creative Problem Solving, adalah sebagai berikut:

1) Dalam menyelesaikan suatu problem, dimulai dari proses recursive (pengulangan), revised (peninjauan kembali), dan redefined (pendefinisian ulang).

2) Memerlukan proses berpikir divergen dan konvergen.

3) Menggagas suatu pemikiran yang bersifat prediktif serta dapat merangsang ke tahap berpikir logis selanjutnya.11

c. Tahap-tahap Creative Problem Solving (CPS)

Menurut Osborn (dalam Isaksen), mengemukakan bahwa model Creative Problem Solving mempunyai tiga macam prosedur, antara lain:

1) Menemukan fakta, meliputi proses menjabarkan dan merumuskan masalah, mengumpulkan dan meneliti data serta informasi yang relevan.

10 Sutrisno, Menjadi Guru Kreatif agar Dicintai Murid Sampai Mati, (Yogyakarta: Golden Books, 2010), h. 37.


(29)

2) Menemukan gagasan, yaitu berkaitan dengan memunculkan dan memodifikasi gagasan tentang bagaimana startegi yang dilakukan untuk memecahkan masalah.

3) Menemukan solusi, yaitu proses evaluatif sebagai puncak pemecahan masalah.12

Menurut Pepkin dalam thesis yang dibuat oleh Hideki Muneyoshi, pembelajaran Creative Problem Solving terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:

1) Klarifikasi masalah adaah tindakan guru memberikan penjelasan masalah yang diajukan.

2) Pengungkapan pendapat adalah kegiatan siswa mengungkapkan strategi penyelesaian masalah. Strategi penyelesaian masalah meliputi: identifikasi masalah, menyajikan masalah dengan bantuan model matematika, menentukan penyelesaian masalah dan memeriksa ulang untuk mengetahui benar tidaknya penyelesaian.

3) Evaluasi adalah kegiatan meneliti, memeriksa prosedur dalam memperoleh penyelesaian masalah. Evaluasi dilakukan oleh siswa dengan difasilitasi oleh guru.

4) Implementasi adalah kegiatan menerapkan langkah-langkah penyelesaian masalah yang sementara dihadapi dan pada aplikasi yang lebih luas dalam penerapan strategi penyelesaian masalah.13

12 Isaksen, Transforming Dreams Into Reality: The Power of Creative Problem Solving, h. 1. ( http://www.cpsb.com/research/articles/creative-problemsolving/Dreams-Power-of-Creative-Problem-Solving.pdf)

13 Hideki Muneyoshi, Identifying How School Teachers Use Creative Problem Solving, (New York: Buffalo State College, 2004), h. 22-24.


(30)

Langkah-langkah dalam Creative Problem Solving (CPS) menurut Mitchell dan Kowalik adalah sebagai berikut:

1) Objective-finding (menemukan masalah)

Tahap ini siswa mengidentifikasi tujuan, harapan maupun tantangan yang ingin dicapai.

2) Fact-finding (menemukan fakta)

Pada tahap ini siswa mendaftar semua fakta, pertanyaan dan data yang dibutuhkan untuk memecahkan msalah.

3) Problem-finding (menemukan masalah)

Pada tahap ini, siswa mengklarifikasi masalah dengan cara memfokuskan masalah yang benar-benar ingin dipecahkan atau diselesaikan.

4) Idea-finding (menemukan gagasan)

Pada tahap ini, siswa diupayakan untuk menemukan sejumlah gagasannya yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah.

5) Solution-finding (menemukan solusi)

Pada tahap penemuan solusi, ide dan gagasan yang telah diperoleh pada tahap idea-finding diseleksi untuk menemukan ide yang paling tepat untuk memecahkan masalah.

6) Acceptance-finding

Berusaha untuk memperoleh penerimaan atas suatu solusi masalah, menyusun rencana tindakan, dan mengimplementasikan solusi tersebut.14

14 William E. Mitchell & Thomas F. Kowalik, Creative Problem Solving, p. 5 (http://www.roe11.k12.il.us/GES%20Stuff/Day%204/Process/Creative%20Problem%20Solving/C PS-Mitchell%20&%20Kowalik.pdf)


(31)

Jika dibandingkan dengan langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya (memahami masalah, merencanakan pemecahannya, menyelesaikan masalah sesuia rencana, dan memeriksa kembali hasil yng diperoleh)15, maka tidak ada perbedaan yang cukup signifikan dengan langkah-langkah Creative Problem Solving, hanya saja tujuan utama dari Creative Problem Solving menurut Parnes adalah membantu siswa mengembangkan:

1) Kesadaran akan pentingnya usaha kreatif dalam belajar, pekerjaan, mencari ilmu pengetahuan dan seni, serta kehidupan pribadi.

2) Motivasi untuk menggunakan potensi kreatif. 3) Percaya diri dalam kemampuan kreatif.

4) Meningkatkan kesensitifan terhadap masalah di lingkungan sekitar,suatu sikap “merasa tidak puas yang membangun”.

5) Terbuka terhadap ide-ide orang lain.

6) Rasa penasaran yang lebih besar, kesadaran terhadap banyak tantangan dan kesempatan dalam kehidupan.16

2. Kreativitas

a. Hakikat Kreativitas

Menurut Edward, kreativitas adalah kegiatan dinamis yang melibatkan proses mental sadar dan bawah sadar. Kreativitas melibatkan seluruh otak, bermain dengan imajinasi dan berbagai kemungkinan yang terjadi, mengarah kepada koneksi baru dan bermakna dan merupakan hasil interaksi dengan ide-ide, orang, dan lingkungan.17

15 I Wayan Dasna dan Sutrisno, Pembelajaran Berbasis Masalah, (Malang: FMIPA UNM), h. 5.

16 David Gonzales, The Art of Solving Problems: Comparing the Similarities and Differences Between Creative Problem Solving (CPS), Lateral Thinking and Synectics, (New York: Buffalo State College International Centre for Studies In Creativity, h. 12.

(http://www.buffalostate.edu/orgs/cbir/Readingroom/theses/Gonzadp.pdf).

17 Edward Lumsdaine, Creative Problem Solving, Thinking Skills for A Changing World, (Singapura: McGraw Hill, 1995), h. 14.


(32)

Menurut Munandar kreativitas adalah kemampuan untuk membawa kombinasi yang baru berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur yang ada. Dapat pula dikatakan kerativitas itu sebagai daya cipta dalam kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang merupakan kombinasi dari hal-hal yang sebelumnya sudah ada.18 Senada dengan Munandar, Ripple mendefinisikan kreativitas semata-mata sebagai sebuah kombinasi kemampuan, keterampilan, motivasi dan sikap.19

Salah satu hakikat kreativitas yang dikemukakan oleh Ausuble (dalam Hamalik) bahwa seseorang yang kreatif adalah orang yang memiliki

kemampuan kapasitas dalam hal pemahaman, sensitivitas, dan apresiasi.20 Suryosubroto berpendapat bahwa kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, berupa gagasan maupun karya nyata, dalam bentuk ciri-ciri aptitude maupun non aptitude, dalam karya yang baru ataupun kombinasi menghasilkan suatu hal yang baru.21 Aptitude yaitu ciri-ciri yang berhubungan dengan ranah kognitif, sedangkan nonaptitude yaitu ciri-ciri yang berhubungan dengan sikap dan perasaan. Lebih lanjut lagi Isaksen berpendapat bahwa kreativitas adalah proses menghasilkan produk unik dengan transformasi produk yang ada. Produk kreativitas ini dapat berwujud dan tidak berwujud, dan memiliki kriteria tujuan dan nilai bagi seseorang yang mampu berpikir kreatif tersebut.22

Florence mengatakan bahwa kreativitas melibatkan pengungkapan atau pengekspresian gagasan dan penggunaan berbagai macam cara untuk

18 Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, (Jakarta: PT Gramedia, 1985), h. 47.

19 Jamal Badhi dan Musthapa Tajdin, Islamic Creative Thinking: Berpikir Kreatif berdasarkan Metode Qurani, (Bandung: Mizan Media Utama, 2007), h. 119.

20 Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), h. 179.

21 Suryosubroto, op. cit., h. 191.

22 Isaksen, On The Conceptual Foundations of Creative Problem Solving: A Response to Magyari Beck, (Basil Blackwell Ltd, Volume 4 Number 1 March 1995), h. 55. (http://personal.stevens.edu/~ysakamot/creativity/creative%20problem-solving.pdf)


(33)

melakukannya, misalnya melalui seni ekspresif.23 Kreativitas dapat dipandang sebagai sebuah bentuk intelejensi. Gardner dalam Florence memandang bahwa kreativitas itu sebagai salah satu multiple intelegence yang meliputi berbagai macam fungsi otak. Kreativitas merupakan sebuah komponen penting dan memang perlu.24

Berdasarkan paparan Matlin yang dikutip oleh Ali Mahmudi menyatakan bahwa kreativitas merujuk pada penggunaan kemampuan berpikir dalam pemecahan masalah sehari-hari yang dapat dilakukan oleh individu berkemampuan biasa.25 Sedangkan menurut Treffinger, setiap individu mempunyai potensi kreatif. Kreativitas dapat dikembangkan tanpa memperhatikan level kreativitasnya. Pendapat terakhir ini menginformasikan bahwa level kreativitas individu berbeda-berbeda. Pengembangan kreativitas dimaksudkan untuk mengembangkan potensi kreatif individu sesuai levelnya.26

Masih banyak definisi tentang kreativitas, namun pada intinya kreativitas itu merupakan kemampuan seseorang melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relative berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. Selain itu juga kreativitas adalah daya pikir dan semangat yang memungkinkan seseorang untuk mengadakan sesuatu yang memiliki kegunaan, keindahan, tatanan atau arti penting dari sesuatu yang kelihatannya tidak ada. Kreativitas merupakan hubungan yang erat dengan kepribadian seseorang. Pengembangan kemampuan kreatif akan berpengaruh pada sikap mental atau kepribadian seseorang.

Banyak kegiatan yang dapat dirancang oleh pendidik yang semuanya bersifat mengembangkan kreativitas anak. Tugas-tugas yang bersifat mengembangkan kreativitas anak selalu menuntut anak untuk memikirkan bermacam-macam

23 Florence Beetlestone, Creative Learning: Strategi Pembelajaran untuk Melesatkan Kreativitas Siswa, (Bandung: Nusa Media, 2011), h. 3.

24Ibid., h. 28.

25 Ali Mahmudi, Tinjauan Kreativitas dalam Pembelajaran Matematika (Yogyakarta: UNY, Volume 4, Nomor 2, Desember 2008), h. 3.


(34)

kemungkinan jawaban, beragam gagasan dalam memecahkan suatu masalah yang tidak hanya satu, inilah yang disebut berpikir divergen.

Menurut jamal badhi dan Musthapa Tajdin, berpikir konvergen melibatkan penerapan logika dan pengetahuan untuk mempersempit jumlah kemungkinan solusi dari satu msalah sehingga pemikiran kita menemukan pilihan yang paling tepat. Sedangkan berpikir divergen melibatkan kemampuan untuk membayangkan banyak cara untuk memecahkan masalah.27

b. Ciri-ciri Kreativitas

Ada beberapa ciri-ciri kreativitas yang dimiliki oleh individu yang kreatif. William (dalam Munandar) membedakan antara ciri kognitf (aptitude) dan ciri afektif (non-aptitude) yang berhubungan dengan kreativitas. Ciri-ciri kognitif (aptitude) ialah ciri-ciri yang berhubungan dengan kognisi, proses berpikir yang meliputi kelancaran, kelenturan (fleksibilitas) dan orisinilitas dalam bepikir dan elaboration (mengembangkan, memperkaya, memperinci) suatu gagasan. Sedangkan ciri-ciri afektif (non-aptitude) ialah ciri-ciri yang lebih berkaitan dengan sikap atau perasaan yang meliputi rasa ingin tahu, bersifat imajinatif, merasa tertantang oleh kemajemukan, sifat berani mengambil resiko dan sifat menghargai. Kedua jenis ciri-ciri kreativitas itu diperlukan agar perilaku kreatif dapat terwujud.28

Berikut ini ciri-ciri kognitif (aptitude) dan ciri-ciri afektif (non-aptitude) menurut William (dalam Munandar) akan diuraikan sebagai berikut:

1) Ciri-ciri Kognitif

Kreativitas yang berhubungan dengan kemampuan berpikir kreatif (divergen) dan memiliki lima ciri kognitif, yaitu kemampuan berpikir secara lancar (fluency), berpikir luwes (flexibelity), orisinilitas (originality), kemampuan menilai (evaluation) dan kemampuan memperinci/mendalam (elaboration).

27 Jamal Badhi dan Musthapa Tajdin, op. cit., h. 118. 28 Utami Munandar, op. cit., h. 88.


(35)

a) Kemampuan berpikir lancar (fluency)

Merupakan kemampuan untuk melahirkan banyaknya ide dan gagasan, mengemukakan banyaknya cara untuk melakukan berbagai hal serta mencari banyak kemungkinan alternatif jawaban dan penyelesaian masalah.

b) Kemampuan berpikir luwes atau fleksibel (flexibility)

Merupakan kemampuan untuk menggunakan bermacam-macam pendekatan dalam mengatasi persoalan, orang yang kreatif adalah orang yang kreatif dalam berpikir, mereka dapat dengan mudah meninggalkan cara berpikir yang lama dan menggantikan dengan cara berpikir yang baru.

c) Kemampuan berpikir orisinal (originality)

Merupakan kemampuan untuk melahirkan ide-ide atau gagasan-gagasan dan mebuat kombinasi-kombinasi yang sifatnya baru dan unik, menggunakan cara yang tidak lazim dalam mengungkapkan diri, dan mampu mencari berbagai kemungkinan pemecahan masalah dengan cara-cara yang mungkin tidak terpikirkan oleh orang lain.

d) Kemampuan menilai (evaluation)

Merupakan kemampuan untuk membuat penilaian sendiri dan menentukan apakah suatu pertanyaan benar, atau suatu tindakan itu bijaksana serta tidak hanya mencetuskan gagasan saja tetapi juga melaksanakannya.

e) Kemampuan memperinci (elaboration)

Merupakan kemampuan untuk memperkaya atau mengembangkan suatu ide, gagasan atau produk dan kemampuan untuk memperinci suatu obyek, gagasan, dan situasi sehingga tidak hanya menjadi lebih baik tetapi menjadi lebih menarik.


(36)

2) Ciri-ciri afektif

Ciri-ciri afektif dari kreativitas merupakan ciri-ciri yang berhubungan dengan sikap mental atau perasaan individu. Ciri-ciri afketif ini saling berhubungan dan saling mempengaruhi dengan ciri-ciri kognitif. Kreativitas yang berkaitan dengan sikap dan perasaan seseorang. Ada beberapa ciri-ciri afektif, yaitu:

a) Rasa ingin tahu.

Selalu terdorong untuk mengetahui lebih banyak, misalnya: selalu bertanya, memperhatikan banyak hal, peka dalam pengamatan dan ingin mengetahui atau meneliti.

b) Bersifat imajinatif/fantasi

Mampu memperagakan atau membayangkan hal-hal yang tidak atau belum pernah terjadi dan menggunakan daya khayal namun dapat membedakan mana khayalan dan mana yang kenyataan.

c) Merasa tertantang oleh kemajemukan

Mempunyai dorongan untuk mengatasi masalah-masalah yang sulit, merasa tertantang oleh situasi-situasi yang rumit serta lebih tertarik pada tugas-tugas yang sulit.

d) Sifat berani mengambil risiko (tidak takut membuat kesalahan)

Berani mempunyai pendapat meskipun belum tentu benar, tidak takut gagal atau mendapat kritik dari orang lain. Perilaku anak didik yang memiliki sifat berani dalam mengambil risiko adalah berani mempertahankan gagasan-gagasan atau pendapatnya walaupun mendapatkan tantangan atau kritik, bersedia mengakui kesalahan-kesalahannya dan berani menerima tugas yang sulit meskipun ada kemungkinan gagal.


(37)

e) Sifat menghargai

Kemampuan untuk dapat menghargai bimbingan dan pengarahan dalam hidup, menghargai kemampuan dan bakat-bakat sendiri yang sedang berkembang.29

c. Tahapan Kreativitas

Menurut Wallas (dalam Suryosubroto), dalam analisis proses kreatif dibedakan menjadi empat fase, yaitu fase persiapan, fase inkubasi, fase inspirasi, dan fase revisi. Fase-fase tersebut diuraikan lebih lanjut sebagai berikut:

1) Fase Persiapan

Mempelajari latar belakang masalah dan mengenal permasalahan kemudian mengumpulkan data atau informasi dan pengetahuan terkait.

2) Fase Inkubasi

Fase individu menyusun kembali dan mengetes ide-ide atau percobaannya, selain itu individu juga benar-benar melibatkan diri dan mengalami masalah yang dihadapi.

3) Fase Inspirasi

Pada fase ini individu secara tiba-tiba muncul ide tentang tema atau hubungan bermacam-macam komponen dari masalah yang dihadapi.

4) Fase Revisi

Pada fase ini individu memikirkan, mengevaluasi menyusun rencana penyelesaian secara kritis, jadi fase ini merupakan yang terakhir dari proses kreatif.30

29Ibid., h. 93.


(38)

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kreativitas

Menurut Munandar (dalam Tarnoto dan Purnamasari), faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas terdiri dari:

1) Aspek kognitif adalah faktor kemampuan berpikir yang terdiri dari kecerdasan (intelegensi) dan memperbanyak bahan berpikir berupa pengalaman dan keterampilan.

2) Aspek non kognitif terdiri dari sikap, motivasi, nilai, dan ciri kepribadian yang berinteraksi dengan lingkungan tertentu.31

Sedangkan menurut Ariati (dalam Suryosubroto) mengemukakan adanya Sembilan faktor sosiokultural yang menunjang kreativitas, yaitu: 1) Tersedianya sarana-sarana kebudayaan, 2) Keterbukaan terhadap rangsangan kebudayaan, 3) Penekanan pada tujuan yang ingin dicapai, 4) Pemberian kesempatan kepada semua warga Negara tanpa diskriminasi, 5) Timbulnya kebebasan setelah tekanan dan tindakan yang keras, 6) Terbuka terhadap rangsangan-rangsangan budaya, 7) Toleransi dan minat terhadap pandangan yang divergen, 8) Ada interaksi antar pribadi yang berarti, 9) Ada insentif dan penghargaan yang memadai.32

3. Belajar dan Hasil Belajar

a. Konsep Belajar

Belajar adalah sebuah proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, ketrampilan, daya pikir, dan kemampuan-kemampuan yang lain. Witherington (dalam Sukmadinata) mengemukakan bahwa belajar merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan

31 Nissa Tarnoto dan Alfi Purnamasari, Kreativitas Siswa SMPN Ditinjau dari Pendidikan Ibu, (Yogyakarta: UAD, Humanitas Vol. VI No. 2 Agustus, 2009), h. 195. (http://journal.uad.ac.id) 32 Suryosubroto, op. cit., h. 199.


(39)

kecakapan.33 Menurut Skinner (dalam Dalyono) berpendapat bahwa belajar adalah proses penyesuaian tingkah laku kea rah yang lebih maju.34

Selanjutnya, American Heritage Psychology (dalam Baharuddin) secara lebih luas memerinci belajar sebagai; 1) To gain knowledge, comprehension, or mastery through experience or study (bertambahnya pengetahuan dan keahlian melalui pengalaman belajar), 2) To fix in the mind or memory: memorize (perpaduan antara berpikir dan mengingat, menghafalkan), 3) To acquire through experience, kesiapan untuk memeperoleh pengalaman.35 Dalam teori belajar kognitif Purwanto menjelaskan bahwa seseorang hanya dapat dikatakan belajar apabila telah memahami keseluruhan persalan secara mendalam (Insightful).36

Menurut Biggs (dalam Muhibbin Syah) mengemukakan bahwa belajar bila ditinjau secara kualitatif (tinjauan mutu) adalah proses memeproleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.37

Dari berbagai definisi yang telah dikemukakan para pakar diatas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang diperlukan melalui proses latihan maupun pengalaman. Jadi perubahan tingkah laku yang tidak melalui proses atau tidak diperoleh melalui latihan maupun dari pengalaman bukanlah kegiatan belajar. Belajar merupakan prose perubahan tingkah laku secara keseluruhan setelah melakukan interaksi dengan lingkungan

dan melalui tahapan belajar, yang di dalamnya terkandung pengalaman-pengalaman dan proses pembiasaan dalam upaya memperoleh

perubahan tersebut.

33 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 155.

34 Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta,2010), h. 212.

35 Baharuddin, Pendidikan dan Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009), h. 163.

36 Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 42. 37 Muhibbin Syah, op. cit., h. 92.


(40)

b. Hasil Belajar

Menurut Ibrahim (dalam Efi) bahwa dalam belajar dihasilkan berbagai macam tingkah laku yang berlainan seperti pengetahuan, sikap, keterampilan, kemampuan, informasi dan nilai. Berbagai macam tingkah laku yang berlainan inilah yang disebut kapabilitas sebagai hasil belajar.38 Perubahan dalam menunjukkan kinerja (perilaku) berarti belajar menentukan semua keterampilan, pengetahuan dan sikap yang juga didapat oleh setiap siswa dari proses belajarnya. Soedijanto (dalam Nugraheni) mendefinisikan hasil belajar sebagai tingkat penguasaan yang dicapai dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.39

Seperti yang dikemukakan oleh Purwanto bahwa proses belajar merupakan proses yang unik dan kompleks. Keunikan itu disebabkan karena hasil belajar hanya terjadi pada individu yang belajar, tidak pada orang lain, dan setiap individu menampilkan perilaku belajar yang berbeda.40

Hasil belajar termasuk komponen pendidikan yang harus disesuaikan dengan tujuan pendidikan, karena hasil belajar diukur untuk mengetahui ketercapaian tujuan pendidikan memalui proses belajar mengajar.41 Dengan memperhatikan berbagai definisi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku siswa akibat belajar. Perubahan tersebut disebabkan karena siswa mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Pencapaian itu didasarkan atas tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Hasil itu dapat berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik.

38 Efi, “Perbedaan Hasil Belajar Biologi antara Siswa yang Diajar Melalui Pendekatan Cooperatif Learning Teknik Jigsaw Dengan Teknik STAD”,Skripsi pada Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2007, h. 33, tidak dipublikasikan.

39 Fitri Nugraheni, Hubungan Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar Mahasiswa (Studi Kasus Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Umk), (Kudus: Univeristas Muria Kudus), h. 5. (http://eprints.umk.ac.id/144/1/HUBUNGAN_MOTIVASI_BELAJAR.pdf)

40 Purwanto, op. cit., h. 43. 41 Purwanto, op. cit., h. 47.


(41)

B. Hasil Penelitian Relevan

Beberapa hasil penelitian yang dilakukan terkait dengan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) yaitu penelitian yang dilakukan oleh Fariza Nurmaulana mengenai Profil Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMA Pada Pembelajaran Pencemaran Tanah Dengan Model Creative Problem Solving, menyimpulkan bahwa (1) Sebagian besar (95,55%) siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir lancar (fluency) dengan mengajukan banyak gagasan untuk mengatasi pencemaran tanah akibat sampah, (2) Sebesar 78,3% siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir luwes (fleksibility) dengan memberikan penafsiran gambar dan menggolongkan jenis-jenis sampah, (3) Sebagian besar (85%) siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir asli (originality) dengan memberikan ide-ide dalam pemanfaatan sampah, (4) 72,75% siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir merinci (elaboration) dengan menuliskan langkah kerja membuat produk dari sampah, (5) Nilai rata-rata persentase kemampuan berpikir kreatif siswa adalah 82,9% termasuk ke dalam kategori sangat baik, (6) Siswa memberikan respon positif terhadap pembelajaran dengan model Creative Problem Solving.42

Penelitian yang dilakukan oleh Raden Endang Retno Ningsih mengenai Penerapan Model Pembelajaran Creative problem Solving dengan Media Autograph untuk Meningkatkan Pemahaman Matematik Siswa SMA, menyimpulkan bahwa penerapan model Creative Problem Solving dengan menggunakan media Autograph efektif diterapkan pada materi volume benda putar. Hal ini diperoleh dari nilai rata-rata tes siswa pada siklus I adalah 68,78 dan rata-rata nilai tes siklus II siswa adalah 85,66 serta nilai rata-rata tes pemahaman matematik siswa adalah 88,56.43

42 Fariza Nurmaulana, Profil Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMA Pada Pembelajaran Pencemaran Tanah dengan Model Creative Problem Solving, (Bandung: UPI, 2011). (http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skripsi=7992)

43 Raden Endang Retno Ningsih, “Penerapan Model Pembelajaran Creative problem Solving dengan Media Autograph untuk Meningkatkan Pemahaman Matematik Siswa SMA”,Skripsi pada Sarjana Universitas Negeri Medan, Medan, 2010, h. 1, Tidak Dipublikasikan.


(42)

Penelitian yang dilakukan oleh Su’eli (2011) mengenai Implementasi Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap kemampuan pemecahan masalah pada pokok bahasan operasi hitung pecahan di kelas VII MTs. Muhammadiyah 1 Malang, menyimpulkan bahwa nilai rata–rata aktivitas belajar siswa dari pertemuan I sampai III selalu meningkat dengan prosentase rata–rata aktivitas belajar siswa setelah tiga kali pertemuan sebesar 70.08%. Prosentase kreativitas siswa dari pertemuan I sampai III selalu meningkat dengan prosentase rata-rata kreativitas siswa setelah tiga kali pertemuan berdasarkan komponen berpikir divergen siswa dalam satu kelas sebesar 64.39%. Nilai rata-rata tes akhir ketuntasan belajar siswa sebesar 77,78%.44

Penelitian yang dilakukan oleh Moh. Asikin dan Pujiadi (2008) mengenai Pengaruh Model Pembelajaran Matematika Creative Problem Solving (CPS) Berbantuan CD Interaktif Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Siswa SMA Kelas X menyimpulkan bahwa aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika dengan model CPS berbantuan CD interaktif berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa. Besarnya pengaruh aktivitas siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa sebesar 74 %. 45

Penelitian yang dilakukan oleh Ni Kadek Hapriani (2012) mengenai Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Berbantuan LKS terhadap Motivasi dan Hasil Belajar TIK Siswa Kelas X SMA Karya Wisata Singaraja Tahun Ajaran 2011/2012 menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar antara siswa yang belajar dengan menggunakan penerapan model pembelajaran CPS (Creative Problem Solving) dengan model pembelajaran

44 Su’eli, “Implementasi Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Pokok Bahasan Operasi Hitung Pecahan di Kelas VII MTs Muhammadiyah 1 Malang”, 2011. h. 1.

(http://eprints.umm.ac.id/1262/1/IMPLEMENTASI_MODEL_PEMBELAJARAN_CREATIVE_P ROBLEM_SOLVING.pdf)

45Asikin dan Pujiadi, “Pengaruh Model Pembelajaran Matematika Creative Problem Solving (CPS) berbantukan CD Interaktif terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah pada Siswa SMA Kelas X”, (Semarang: UNNES, Lembaran Ilmu Kependidikan Jilid 3 No 1 Juni, 2008), h. 44.


(43)

Konvensional/ Langsung terhadap hasil belajar siswa kelas X SMA Karya Wisata Singaraja tahun pelajaran 2011/2012.46

C. Kerangka Berpikir

Pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan oleh guru dengan tujuan untuk membantu siswa agar bisa belajar dengan mudah. Tugas guru dalam proses pembelajaran menurut Rayandra adalah di samping menyampaikan informasi, ia juga bertugas mendiagnosis kesulitan belajar siswa, menyeleksi materi ajar, mensupervisi kegiatan belajar, mengembangkan dan menggunakan strategi dan metode.47

Keberhasilan siswa dalam belajar termasuk belajar Biologi dapat diukur dari prestasi atau hasil belajar yang dicapainya. Pada dasarnya banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar Biologi, selain karakteristik siswa dan materi Biologi yang diajarkan, faktor lain yang turut memberikan pengaruh terhadap keberhasilan siswa adalah proses pembelajaran yang dilakukan guru. Pada prakteknya, pelajaran Biologi berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami alam semesta secara sistematis, dalam pembelajaran Biologi siswa tidak hanya diharapkan mampu menguasai fakta-fakta, konsep-konsep maupun prinsip-prinsip saja melainkan merupakan suatu proses penemuan, sehingga dalam mengembangkan pembelajaran Biologi di kelas hendaknya ada keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran untuk menemukan sendiri pengetahuan melalui interaksinya dalam lingkungan.

Menurut Suyitno, kemampuan pemecahan masalah merupakan tipe belajar yang paling tinggi tingkatannya dan kompleks.48 Kondisi dalam diri pelajar

46 Ni Kadek Hapriani,” Pengaruh Model Pembelajaran CPS (Creative Problem Solving) berbatukan LKS terhadap Motivasi dan Hasil Belajar TIK Siswa Kelas X SMA Karya Wisata Singaraja Tahun 2011/2012”, (Bali: Karmapati, Volume 1 Nomor 2, Juni, 2012), h. 190. (http://www.pti-undiksha.com/karmapati/vol1no2/2.pdf)

47 Rayandra Asyhar, Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran, (Jakarta: Referensi, 2012), h. 6.

48 Suyitno, dkk., Dasar-Dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I, (Semarang:UNNES, 2001), h. 31.


(44)

merupakan kemampuan untuk mengingat kembali aturan-aturan yang telah dipelajari sebelumnya yang berkenaan dengan pemecahan masalah itu.

Belajar pemecahan masalah menurut Dalyono pada dasarnya adalah belajar menggunakan metode-metode ilmiah atau berpikir secara sistematis, logis, teratur, dan teliti.49 Memecahkan masalah adalah metode belajar yang mengharuskan pelajar untuk menemukan jawabannya tanpa bantuan khusus. Dengan memecahkan masalah, menurut Nasution, dirinya mengemukakan bahwa seseorang dapat menjadi genius berkat kemampuannya memecahkan masalah pada tingkat tinggi yang belum dijangkau oleh orang lain.50

Kreativitas merupakan sebuah komponen penting dan memang perlu. Tanpa kreativitas pelajar hanya akan bekerja pada sebuah tingkat kognitif yang sempit. Aspek kreatif otak dapat membantu menjelaskan dan menginterpretasikan konsep-konsep yang abstrak, sehingga memungkinkan anak untuk mencapai penguasaan yang besar, khususnya dalam mata pelajaran seperti sains yang seringkali sulit dipahami.

Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) sangat sesuai diterapkan dalam pembelajaran di sekolah, karena ini merupakan suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan belajar pada siswa (Student centered) dan keterampilan pemecahan masalah. Model Creative Problem Solving juga sangat tepat diterapkan untuk membantu dan melatih siswa mengembangkan kemampuannya dalam memecahkan masalah secara kreatif yang termasuk kedalam masalah-masalah yang berkaitan dengan alam. Dalam penerapannya, model Creative Problem Solving lebih menekankan keterlibatan siswa secara langsung dalam belajar dan menyelesaikan masalah, mulai dari keaktifan siswa mencari data, menemukan cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah sampai menarik kesimpulan. Fungsi guru dalam kegiatan pemecahan masalah adalah memotivasi siswa agar mau menerima tantangan dan membimbing siswa dalam

49 Dalyono, op. cit., h. 226.

50 Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), h. 174


(45)

proses pemecahannya. Dengan menggunakan model Creative Problem Solving ini siswa terbiasa menghadapi masalah serta terlatih dan terampil untuk menyelesaikan masalah yang ada dan akhirnya diharapkan siswa dapat memperoleh hasil belajar yang lebih baik.

Membelajarkan Biologi dengan strategi pemecahan masalah secara kreatif akan memungkinkan peserta didik lebih kritis, kreatif dan analitis, dalam menanggapi suatu permasalahan yang muncul, baik permasalahan Biologi maupun permasalahan di dalam kehidupan sehari-hari.

N

Gambar 2.1 : Kerangka Berpikir Penelitian Pembelajaran

Biologi

Model Creative Problem Solving (CPS)

Objective Finding

Fact Finding

Idea Finding Problem Finding

Solution Finding

Acceptance Finding

Hasil Belajar Biologi Siswa Meningkat Model Pembelajaran

Konvensional

Hasil Belajar Biologi Siswa rendah


(46)

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang dapat diambil berdasarkan kerangka berpikir dalam penelitian ini, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh model pembelajaran Creative Problem Solving terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep virus.


(47)

31

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 9 Bekasi. Adapun penelitian ini dilaksanakan pada semester I tahun pembelajaran 2013/2014.

B. Populasi dan Sample Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMAN 9 Bekasi. 2. Sampel

Sampel diambil dari populasi terjangkau dengan teknik Purposive Sampling, yaitu penarikan sampel berdasarkan tujuan, karena populasi dianggap mempunyai karekteristik dan kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel.1 Lalu selanjutnya sampel diambil dengan teknik Random Sampling, dimana peneliti mengambil 2 kelas secara acak dari populasi terjangkau. Siswa yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 80 siswa yang terdiri dari 40 siswa dari kelas X MS 3 sebagai kelompok eksperimen dan 40 siswa dari kelas X MS 5 sebagai kelompok kontrol.

C. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini terdiri atas satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Sebagai variabel perlakuan adalah model pembelajaran Creative Problem Solving dan hasil belajar siswa pada konsep virus sebagai variabel terikat. Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dirumuskan, maka penelitian ini menggunakan rancangan eksperimen semu (Kuasi eksperimen)2. Penelitian ini mempunyai karakteristik, yaitu membandingkan dua kelompok yakni kelompok eksperimen dan kelompok

1 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 128. 2Ibid., h. 112.


(48)

kontrol yang memiliki subyek-subyek yang setara. Adapun desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pretest-Posttest Control Group Design yang disajikan sebagai berikut.3

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelas Pretes Perlakuan Postes

Eksperimen O1 X1 O2

Kontrol O1 X2 O2

Keterangan:

O1 = Tes awal (pretest) untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol O2 = Tes akhir (Postest) untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol X1 = Perlakuan pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) X2 = Perlakuan pembelajaran konvensional

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik tes dan nontestes. Tes yang digunakan merupakan tes hasil belajar, yaitu tes yang digunakan untuk mengukur pencapaian seseorang setelah mempelajari sesuatu.4 Sedangkan teknik nontes yang digunakan berupa lembar observasi. Adapun tahap-tahap pengumpulan data adalah sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Persiapan dilakukan yaitu berupa penyesuaian waktu belajar di sekolah sesuai dengan satuan pelajaran atau alokasi waktu yang telah ditetapkan, juga berupa penyusunan materi yang akan diajarkan setelah itu dilakukan pembuatan dan pengujian instrumen penelitian.

3Ibid., h. 100.


(49)

2. Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Oktober-November 2013. Penelitian dilaksanakan oleh peneliti langsung untuk menguji penguasaan konsep yang dapat dilihat dari hasil belajar Biologi siswa antara pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran Creative Problem Solving pada kelas eksperimen dengan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Tetapi sebelum dilakukan proses pembelajaran siswa diberikan tes terlebih dahulu untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum mengikuti pembelajaran.

3. Tahap Penyelesaian

Setelah materi pelajaran selesai diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran yang berbeda, maka diadakan tes hasil belajar pada kedua kelas tersebut dengan instrumen berupa soal pilihan ganda sebanyak 26 soal. Substansi materi tes tersebut meliputi pelajaran Biologi SMA/MA pokok bahasan virus yang telah disesuaikan dengan kurikulum 2013. Lalu memberikan lembar observasi sebagai data sekunder untuk melihat tercapai tidaknya kegiatan pembelajaran.

E. Instrumen Penelitian

1. Tes Objektif

Tes objektif adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.5

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil belajar pada ranah kognitif. Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes objektif yang berupa pilihan ganda. Masing-masing item pada soal pilihan ganda terdiri dari lima alternatif jawaban dengan satu jawaban yang benar dengan jumlah soal sebanyak 26 soal pada konsep virus. Kisi-kisi instrumen penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.2.

5 M. Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 39.


(50)

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Penelitian6

Materi C1

Pengetahuan C2 Pemahaman C3 Aplikasi C4 Analisis Jumlah

Ciri-ciri virus 1*, 2, 37*, 45 3*, 10, 15* 9*, 14, 40* 8*, 52 12

Struktur tubuh virus

4, 31*, 34, 48 6*, 30* 6

Reproduksi virus

35, 50, 58* 7, 16*, 19*, 23*, 49

13*, 26*, 38, 56

12, 18, 24, 32, 36*, 39, 46, 51, 57

21

Peranan dan penyakit yang disebabkan oleh virus

43*, 59 29, 33* 20, 54 60* 7

Klasifikasi virus

21*, 22, 25*. 41

11*, 17*,

28*, 44*, 55, 53

47 5, 27, 42 14

Jumlah 19 13 13 15 60

Keterangan : nomor soal yang bertanda bintang (*) adalah nomor soal yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan.

Penentuan kategori nilai yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:7

Tabel 3.3 Konversi Skor Angka

100

Angka 10 Huruf Keterangan

80 – 100 8,0 – 10,0 A Baik sekali

66 – 79 6,6 – 8,0 B Baik

56 – 65 5,6 – 6,5 C Cukup

40 – 55 4,1 – 5,5 D Kurang

30 - 39 0 – 4,0 E Gagal

6 Lampiran 7, h. 128.

7 Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, dan Burhanuddin Milama, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 88.


(51)

2. Lembar Observasi

Teknik nontes dalam penelitian ini berupa observasi. Observasi adalah metode pengumpulan data secara sistematis melalui pengamatan dan pencatatan terhadap fenomena yang diteliti8, meliputi kegiatan pengamatan terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Observasi dilakukan untuk mengadakan pencatatan mengenai aktivitas siswa dalam belajar mengajar dengan menggunakan model Creative Problem Solving pada pembelajaran di kelas. Data yang diperoleh dari lembar observasi bertujuan untuk mengetahui aktivitas siswa dengan menggunakan Creative Problem Solving.

F. Uji Coba Instrumen

Kedua Instrumen tersebut terlebih dahulu diuji validitas dan reabilitasnya.

1. Uji Validitas

Validitas didefinisikan sebagai suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau keshahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Sehingga salah satu ciri tes yang baik adalah tes hasil belajar tersebut bersifat valid atau memiliki validitas.9

Dalam penelitian ini validitas yang dipakai adalah validitas isi (content validity). Artinya validitas yang diperoleh setelah dilakukan

penganalisisan, penelusuran atau pengujian terhadap isi yang terkandung dalam tes hasil belajar tersebut10.

Untuk mengukur validitas, maka instrumen tes terlebih dahulu diujicobakan pada kelas lain yang telah memiliki pengetahuan tentang materi pelajaran tersebut.

8 M. Ngalim Purwanto, op. cit., h. 149.

9Sumarna Surapranata, Analisis, Validitas, reliabilitas, dan Interpretasi Hasil Tes Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 50.


(52)

Kemudian hasil dari uji instrumen tersebut dihitung dengan menggunakan rumus kolerasi product momen poin biserial11.

rpbi =

q p SD M M t t p  Keterangan:

rpbi : Koefisien korelasi point biserial yang melambangkan kekuatan korelasi antara variabel I dengan variabel II

Mp : Skor rata-rata hitung yang dimiliki Mt : Skor rata-rata dari skor total

SDt : Deviasi standar dari skor total

P : Proporsi yang menjawab betul terhadap butir item yang sedang diuji validitas itemnya.

q : Proporsi yang menjawab salah terhadap butir item yang sedang diuji validitas itemnya.

Setelah didapat hasil, maka ditentukan nilai validitas dengan merujuk pada

tabel korelasi product momen, dengan melihat derajat kebasaannya. Jika rhitung > rtable maka item soal tersebut bersifat valid, dan jika rhitung < rtabel maka item

soal tersebut bersifat tidak valid.

2. Uji Reliabilitas

Suatu Instrumen dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi, apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur apa yang hendak diukur12. Reliabilitas intrumen penelitian ini dicari dengan rumus Kuder Richadson 20. Rumus tersebut adalah sebagai berikut:

r11 = 

             2 2 SD pq SD ) 1 n n 11 Sumarna Surapranata, op. cit., h. 56. 12Ibid, h. 86.


(53)

Keterangan :

r11 = Reliabilitas secara keseluruhan n = Banyaknya item soal

p = Proporsi siswa yang menjawab benar q = Proporsi siswa yang menjawab salah ∑pq = Jumlah perkalian p dan q

SD2 = Standar deviasi kuadrat

Adapun langkah-langkah dalam penentuan reliabilitas yaitu yang pertama ditentukan jumlah soal yag benar (∑X), setelah itu ditentukan jumlah soal yang benar dikuadratkan (∑X2), ditentukan jumlah perkalian p dan q (∑pq). Setelah didapatkan data, lalu langkah selanjutnya ditentukan standar deviasi dengan

persamaan SD =

2 2 N x N X         

. Setelah didapatkan nilai standar deviasi, maka

langkah selanjutnya ditentukan reliabilitas (K-R 20) dengan persamaan

r11 = 

             2 2 SD pq SD ) 1 n n

. Langkah terakhir dalam penentuan reliabilitas adalah

data koefisien reliabilitas tersebut diklasifikasikan menurut Guilford, dengan r11= 0,91–1,00 termasuk dalam kategori korelasi sangat tinggi, r11 = 0,71–0,90 termasuk dalam kategori korelasi tinggi, r11= 0,41–0,70 termasuk dalam kategori korelasi cukup/sedang, r11 = 0,21 – 0,40 termasuk dalam kategori korelasi rendah, dan r11= < 0,20 termasuk dalam kategori tidak ada korelasi.


(54)

3. Indeks Taraf Kesukaran

Cara melakukan analisis untuk menentukan taraf kesukaran soal dengan menggunakan rumus13 :

P = JS

B

Dimana :

P = Indeks kesukaran

B = Banyak siswa yang menjawab dengan benar JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut14:

Soal dengan P = 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar Soal dengan P = 0,30 sampai 0,700 adalah soal sedang Soal dengan P = 0,70 sampai 1 ,00 adalah soal mudah

Berdasarkan hasil perhitungan tingkat kesukaran dengan menggunakan ANATES, diperoleh soal kategori sukar berjumlah 5 soal yaitu nomor 2, 8, 39, 40 dan 44. Soal kategori sedang berjumlah 29 soal yaitu nomor 1, 3, 6, 12, 14, 15, 17, 18, 19, 21, 23, 24, 26, 29, 31, 32, 35, 36, 37, 38, 41, 46, 47, 50, 52, 54, 55, 56, dan 59. Soal kategori mudah berjumlah 12 soal yaitu nomor 4, 11, 13, 16, 20, 25, 27, 30, 34, 42, 53 dan 57. Soal kategori sangat mudah berjumlah 14 soal yaitu nomor 5, 7, 9, 10, 22, 28, 33, 43, 45, 48, 49, 51, 58 dan 60.15

13Abd. Rachman Abror, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1993) h. 160.

14Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, dan Burhanuddin Milama, op. cit., h. 103. 15 Lampiran 13, h. 182.


(55)

4. Daya Pembeda

Daya pembeda adalah kemampuan soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang kurang pandai (berkemampuan rendah). Maka penelitian ini dipandang perlu untuk mengadakan uji daya pembeda. Rumus pengujian daya pembeda yaitu16:

D = A B

B B A

A P P

J B J B

  

Dimana : D = Indeks diskriminasi J = Jumlah peserta tes

JA = Banyak peserta kelompok atas JB = Banyak peserta kelompok bawah

BA = Banyak peserta kelompok atas yang menjawab benar BB = Banyak peserta kelompok bawah yang menjawab benar PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar PB = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Klasifikasi daya pembeda adalah17:

D = 0,00 – 0,20 : jelek D = 0,20 – 0,40 : cukup D = 0,40 – 0,70 : baik D = 0,70 – 1,00 : baik sekali

D = negatif, semuanya tidak baik. Jadi semua butir soal yang mempunyai nilai D negatif sebaiknya dibuang saja.

16Ibid., h. 104.


(56)

Berdasarkan hasil perhitungan daya pembeda masing-masing butir soal dihitung menggunakan ANATES, diperoleh hasil daya pembeda terendah sebesar -22,22 termasuk dalam kategori jelek dan tertinggi sebesar 77,78 termasuk dalam kategori baik sekali.18

G. Kalibrasi Instrumen 1. Pengujian Validitas

Validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen yang bersangkutan mampu mengukur apa yang akan diukur19. Agar dapat diperoleh suatu data yang valid, maka setiap item soal yang digunakan sebagai alat untuk mengevaluasinya harus dihitung terlebih dahulu validitasnya.

Validitas merupakan salah satu syarat yang penting untuk menguji suatu alat evaluasi. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium.

Dalam penelitian ini, digunakan validitas isi agar dapat diketahui apakah dari soal-soal yang telah disesuaikan dengan materi atau isi pelajaran yang telah diberikan. Sebuah tes memiliki validitas isi yang tinggi apabila tes yang diajukan dapat menangkap apa yang sudah diajarkan.

Karena tes yang digunakan untuk mengukur penguasaan konsep siswa pada pokok bahasan virus berbentuk tes obyektif, maka pengujian validitas menggunakan korelasi point biserial dengan rumus20:

q p SD

M M r

t t p pbi

 

18 Keterangan lengkap pada lampiran 14, h. 184. 19Ibid., h. 137.


(57)

Keterangan :

rpbi = Koefisien korelasi biserial

Mp = rerata skor dari subyek yang menjawab betul bagi item yang dicari validitasnya

Mt = rerata skor total

SDt = standar deviasi dari skor total p = proporsi siswa yang menjawab benar q = proporsi siswa yang menjawab salah Adapun kriteria pengujiannya :

rpbi≥ rtabel = valid rpbi < rtabel = tidak valid

Berdasarkan hasil uji coba yang telah dilakukan, dari 60 soal yang telah digunakan pada uji validitas, sebanyak 26 soal dinyatakan valid, yaitu soal nomor 1, 3, 6, 8, 9, 11, 13, 15, 16, 17, 19, 21, 23, 25, 26, 28, 30, 31, 33, 36, 37, 40, 43, 44, 58 dan 60.21

2. Pengujian Reliabilitas

Selain pengujian validitas, sebuah tes harus memenuhi syarat reabilitas. Reliabilitas tes berhubungan dengan masalah kepercayaan atau ketetapan hasil tes. Tes dikatakan reliabel apabila tes tersebut mampu memberikan hasil yang relatif tetap apabila dilakukan secara berulang pada kelompok individu yang sama22.

Pengukuran reliabilitas pada penelitian ini diuji dengan menggunakan rumus Kuder dan Richardson (KR-20)23, yaitu :

              

2

2 11 . 1 SD q p SD n n r

21 Keterangan lengkap pada lampiran 13, h.182. 22 S. Margono, op. cit., h. 181.


(58)

Keterangan:

r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan

p = proporsi subjek yang menjawab item benar

q = proporsi subjek yang menjawab item salah (q = 1-p) pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q

n = banyaknya item

SD2 = standar deviasi dari tes.

Adapun langkah-langkah dalam penentuan reliabilitas yaitu yang pertama ditentukan jumlah soal yag benar (∑X), setelah itu ditentukan jumlah soal yang benar dikuadratkan (∑X2), ditentukan jumlah perkalian p dan q (∑pq). Setelah didapatkan data, lalu langkah selanjutnya ditentukan standar deviasi dengan

persamaan SD =

2 2 N x N X         

. Setelah didapatkan nilai standar deviasi, maka

langkah selanjutnya ditentukan reliabilitas (K-R 20) dengan persamaan

r11 = 

             2 2 SD pq SD ) 1 n n

. Langkah terakhir dalam penentuan reliabilitas adalah

data koefisien reliabilitas tersebut diklasifikasikan menurut Guilford, dengan r11= 0,91–1,00 termasuk dalam kategori korelasi sangat tinggi, r11 = 0,71–0,90 termasuk dalam kategori korelasi tinggi, r11= 0,41–0,70 termasuk dalam kategori korelasi cukup/sedang, r11 = 0,21 – 0,40 termasuk dalam kategori korelasi rendah, dan r11= < 0,20 termasuk dalam kategori tidak ada korelasi.

Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas instrumen tes biologi menggunakan program Anates, diperoleh informasi bahwa n=60 reliabilitas dari 26 soal yang telah diujicobakan tergolong memiliki reliabilitas tinggi yaitu sebesar 0,72.24


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh model pembelajaran creative problem solving terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep virus (kuasi eksperimen di SMAN 9 Bekasi)

6 30 254

Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Menggunakan Masalah Kontekstual Terhadap Pemahaman Konsep Matematika Siswa

1 43 0

Pengaruh penggunaan model pembelajaran creative problem solving: CPS termodifikasi terhadap hasil belajar siswa pada konsep hukum newton tentang gravitasi

3 36 0

PENGARUH KINERJA BELAJAR SISWA PADA MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS)TERHADAP HASIL BELAJAR GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK SISWA MAN 1 BANDAR LAMPUNG

1 32 269

Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa pada Konsep Fungi

0 6 173

Pengaruh Model Pembela jaran Creative Problem Solving (CPS) Terhadap Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Siswa

1 27 309

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DAN PEMAHAMAN KONSEP TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA.

1 5 26

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) DISERTAI HIERARKI KONSEP UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI LARUTAN PENYANGGA.

5 24 19

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING Peningkatan Aktivitas Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Creative Problem Solving Pada Siswa Kelas IV SDN Jontro.

0 2 18

BAB II KAJIAN PUSTAKA E. Deskripsi Teori 7. Model Pembelajaran Creative Problem Solving a. Pengertian Model Pembelajaran Creative Problem Solving - PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CPS (CREATIVE PROBLEM SOLVING) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI MENGHIT

0 0 38