Pengujian Hipotesis HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian yang dilakukan dapat membuktikan bahwa model pembelajaran Creative Problem Solving berpengaruh terhadap hasil belajar biologi siswa. Hal
ini dimungkinkan karena model pembelajaran Creative Problem Solving merupakan suatu model pembelajaran yang berpusat kepada pemecahan masalah
yang diikuti dengan penguatan kreativitas dan mengembangkan keterampilan berpikir kreatif.
Berdasarkan pengujian hipotesis pre-test, menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan pengetahuan awal siswa sebelum menggunakan model pembelajaran
Creative Problem Solving terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep virus. Setelah melakukan uji normalitas dan uji homogenitas, diketahui bahwa kedua
kelas berdistribusi normal dan homogen, maka dari itu pengujian hipotesis menggunakan “t” test. “t” test yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui
pengaruh model pembelajaran Creative Problem Solving terhadap hasil belajar biologi siswa. “t” test dilakukan dengan membandingkan posttest pada
masing-masing kelas. Perbedaan rata-rata hasil belajar biologi antara kedua kelas menunjukkan
bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran Creative Problem Solving lebih baik dibandingkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
konvensional. Karena berdasarkan nilai rata-rata posttest siswa kelas eksperimen 82,9 lebih tinggi daripada nilai rata-rata posttest kelas kontrol 78,72. Dengan
menggunakan “t” test nilai posttest kedua kelas tersebut diperoleh juga
t
hitung
t
tabel
, yaitu 2,84 1,99. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh model pembelajaran Creative problem Solving terhadap hasil belajar biologi siswa,
sehingga pada kelas eksperimen hasil belajar lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar biologi siswa pada kelas kontrol.
Hasil belajar biologi siswa berupa post-test pada kelas eksperimen menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan bila dibandingkan dengan hasil
belajar biologi siswa pada kelas kontrol. Hal tersebut juga didukung dari nilai LKS pertemuan I dan LKS pertemuan II, nilai afektif dan nilai produk di kelas
eksperimen yang lebih baik daripada nilai di kelas kontrol. Berdasarkan data pada tabel 4.1 mengenai nilai LKS pada kelas kontrol dan
kelas eksperimen menunjukkan bahwa nilai LKS pertemuan I pada kelas kontrol sebesar 79,68 sedangkan nilai LKS pertemuan I pada kelas eksperimen sebesar
81,5. Hal yang membedakan adalah LKS pada kelas kontrol merupakan LKS yang biasa sedangkan LKS pada kelas eksperimen merupakan LKS yang sesuai
dengan model pembelajaran Creative Problem Solving. Pada LKS Creative Problem Solving terdapat langkah-langkah dalam pemecahan masalah yang sesuai
dengan aspek-aspek pada model pembelajaran Creative Problem Solving yaitu dimulai pada tahap Objective Finding, Data Finding, Problem Finding, Idea
Finding, Solution Finding dan Acceptance Finding. Berdasarkan data pada tabel 4.3 mengenai nilai produk model virus, terlihat
perbedaan yaitu nilai rata-rata produk pada kelas kontrol sebesar 79,68 sedangkan nilai produk pada kelas eksperimen sebesar 94,44. Peneliti menilai produk yang
dibuat oleh kelas kontrol hanya mengenai kesesuaian model yang dibuat berdasarkan struktur dan bentuk tubuh virus T, sedangkan pada kelas eksperimen,
peneliti menilai produk yang dibuat oleh kelas eksperimen berdasarkan rubrik penilaian kreatif yang telah dibuat sebelumnya. Produk model virus yang dibuat
pada kelas eksperimen tergolong kreatif karena masing-masing kelompok membuat model virus tersebut dari bahan-bahan yang berbeda sehingga terihat
kreativitas mereka dalam pembuatan model virus tersebut. Berdasarkan data pada tabel 4.2 mengenai nilai afektif siswa selama proses
pembelajaran baik di kelas kontrol maupun di kelas eksperimen, terlihat perbedaan nilai yaitu nilai afektif siswa pada kelas kontrol sebesar 76,68 dan nilai
afektif siswa pada kelas eksperimen sebesar 77,95. Nilai pada kedua kelas tersebut tergolong baik.
Dengan membiasakan siswa menggunakan langkah-langkah yang kreatif dalam memecahkan masalah, diharapkan dapat membantu siswa untuk mengatasi
kesulitan dalam mempelajari Biologi, dan diharapkan siswa tidak hanya akan menjadi seorang problem solver yang lebih baik tetapi juga akan menguasai
kemampuan-kemampuan lainnya daripada siswa yang diarahkan untuk melakukan latihan saja.
Creative Problem Solving memiliki karakteristik utamanya adalah penggunaan berpikir divergen dan konvergen dalam langkah pembelajaran yang
membentuk sistem yang dinamis dan fleksibel untuk program pemecahan masalah. Berpikir divergen memfasilitasi dalam menghasilkan banyak ide atau
solusi kreatif dalam proses CPS fakta, definisi masalah, ide, kriteria evaluasi, strategi implementasi.
9
Berpikir konvergen adalah keterampilan untuk menghasilkan solusi atau ide yang paling menjanjikan untuk eksplorasi lebih
lanjut. Dengan Creative Problem Solving, siswa dapat memilih dan mengembangkan ide dan pemikirannya. Berbeda dengan hafalan yang sedikit
menggunakan pemikiran, Creative Problem Solving memperluas proses berpikir.
10
Pada tahap Objective finding, siswa dilatih agar terampil dalam merumuskan suatu permasalahan.
11
Siswa bersama kelompoknya membaca berbagai kasus penyakit yang disebabkan oleh beberapa strain virus yang sering merebak di
masyarakat. Pada tahap ini siswa mengidentifikasikan permasalahan dari kasus-kasus tersebut. Dalam hal ini guru berperan sebagai pembimbing dalam
membantu siswa untuk merumuskan pertanyaan tentang penyebab berbagai
9
Jamal Badhi dan Musthapa Tajdin, Islamic Creative Thinking: Berpikir Kreatif berdasarkan Metode Qurani, Bandung: Mizan Media Utama, 2007, h. 119.
10
Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, Jakarta: PT Gramedia, 1985, h. 47.
11
William E. Mitchell Thomas F. Kowalik, Creative Problem Solving, p. 5 http:www.roe11.k12.il.usGES20StuffDay204ProcessCreative20Problem20SolvingC
PS-Mitchell2020Kowalik.pdf