74
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan dan kelemahan sebagai berikut:
Riwayat hipertensi diukur dengan berdasarkan pengakuan dari responden tanpa didukung oleh ketersediaan data sekunder hasil pemeriksaan tekanan
darah responden di masa lalu. Namun diupayakan ada tambahan informasi dari orang terdekat responden seperti anak kandung, suami, atau saudara
kandung untuk memastikan riwayat hipertensi responden. Ketersediaan data sekunder yang kurang memadai terkait karakteristik populasi seperti
kehamilan dan kasus Diabetes Gestasional, serta karakteristik masing- masing wilayah juga menjadi keterbatasan dalam penelitian ini.
6.2 Gambaran Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita di Puskesmas
Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014
Diabetes adalah suatu penyakit dimana tubuh tidak dapat menghasilkan insulin hormon pengatur gula darah atau insulin yang
dihasilkan tidak mencukupi atau insulin tidak bekerja dengan baik. Oleh karena itu akan menyebabkan gula darah meningkat saat diperiksa. Seseorang
dinyatakan menderita Diabetes Mellitus apabila pada pemeriksaan laboratorium kimia darah, konsentrasi glukosa darah dalam keadaan puasa
75 pagi hari ≥126 mgdL atau 2 jam sesudah makan ≥200 mgdL atau bila
sewaktusesaat diperiksa 200mgdL Sidartawan, 2008. Pada penelitian ini diketahui bahwa kejadian Diabetes Mellitus tipe 2
berdasarkan usia pertama kali didiagnosa paling banyak ditemukan pada saat wanita berusia 50-59 tahun 45,5. Usia pertama kali didiagnosa menjadi
penting untuk mengetahui kapan biasanya penyakit mulai timbul. Konsistensi hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian deskriptif yang dilakukan
oleh Nadyah dkk 2011 di RSU Prof. Dr. R.D Kandou, Manado. Pada penelitian tersebut ditemukan bahwa pasien wanita yang menderita Diabetes
Mellitus tipe 2 paling banyak terdapat pada kelompok usia 51-60 tahun. Usia bisa menjadi penanda bagi seseorang untuk mengantisipasi penyakit Diabetes
Mellitus tipe 2. Gambaran penderita Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita dalam
penelitian ini juga sesuai dengan hasil Riskesdas tahun 2013. Di Indonesia, dimana prevalensi Diabetes Mellitus banyak terjadi pada kelompok usia 55-64
tahun 4,8 dan kelompok usia 65-74 tahun 4,2. Gambaran kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 berdasarkan usia juga didukung oleh Hasil analisis
multivariat
pada penelitian yang dilakukan oleh Siti 2009 yang
menemukan bahwa faktor-faktor risiko Diabetes Mellitus tipe 2 pada perempuan dewasa
salah satunya adalah usia 45 tahun. Sebagaimana kita ketahui Diabetes Mellitus Tipe 2 biasanya memang terjadi pada orang yang lanjut usia Charles
Anne, 2010.
76 Pada usia tua, fungsi tubuh secara fisiologis menurun seperti terjadi
penurunan sekresi atau resistensi insulin yang menyebabkan kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi menjadi kurang
optimal Gusti Erna, 2014. Oleh karena itu, penyakit Diabetes Mellitus tipe 2 lebih sering terjadi pada orang lanjut usia.
Pada penelitian ini, penderita Diabetes Mellitus tipe 2 yang memiliki riwayat melahirkan bayi
≥4.000 gram dan riwayat keluarga menderita DM paling banyak ditemukan pada wanita berusia kurang dari 45 tahun.
Sedangkan penderita Diabetes Mellitus tipe 2 yang memiliki riwayat hipertensi paling banyak ditemukan pada wanita berusia
≥45 tahun. Hal tersebut menandakan bahwa kemungkinan wanita yang didiagnosa menderita
Diabetes Mellitus tipe 2 kurang dari 45 tahun mendapat kan risiko penyakit dari kedua riwayat tersebut. Sedangkan wanita yang didiagnosa menderita
Diabetes Mellitus tipe 2 ≥45 tahun kemungkinan mendapatkan risiko
penyakit dari riwayat hipertensi. Karakteristik penderita Diabetes Mellitus tipe 2 berdasarkan wilayah
tempat tinggi paling banyak ada di Kelurahan Pesanggrahan 29,5. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh pengaruh jarak tempuh terhadap
lokasi pelayanan kesehatan. Meskipun Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan bertanggung jawab terhadap 5 wilayah kelurahan, namun terletak tepat di
kelurahan Pesanggrahan. Sebagaimana hasil penelitian oleh Irawati 2011 yang menyimpulkan bahwa jarak tempuh mempengaruhi pemanfaatan
77 puskesmas, dimana puskesmas di manfaatkan oleh responden yang jarak
tempuhnya dekat dengan rumah. Terjadi distribusi kelompok penderita dan kelompok kontrol yang merata di 5 kelurahan. Selain itu masih terdapat
puskesmas kelurahan yang tersebar di setiap kelurahan, dan memungkinan masyarakat untuk tidak datang ke Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan.
Penelitian ini dilakukan di wilayah perkotaan Jakarta Selatan. Sehingga karakteristik penduduk perkotaan melekat pada penderita dan bisa
jadi mempengaruhi gaya hidup mereka. Sebagaimana hasil Riskesdas tahun 2013 yang menunjukkan bahwa prevalesi Diabetes Mellitus di wilayah
perkotaan Indonesia dua kali lebih besar dari pada di pedesaan. Pada umumnya, masyarakat perkotaan menjalani gaya hidup yang ditandai dengan
konsentrasi yang lebih tinggi dari makanan cepat saji, makanan kaleng, makanan tinggi kalori dan pola hidup yang menetap Ghosh, 2012. Hal
tersebut yang kemungkinan menjadi penyebab lebih tingginya kasus Diabetes Mellitus di wilayah perkotaan dibandingkan dengan wilayah pedesaan.
Peningkatan kasus Diabetes Mellitus berkaitan dengan faktor biologis dan faktor perilaku. Faktor biologis berhubungan dengan kecenderungan
genetik seperti usia, riwayat keluarga, defisiensi testosteron, dan penggunaan antipsikotik atipikal atau statins. Sedangkan faktor perilaku mencakup faktor-
faktor seperti pola makan, aktivitas fisik , dan beban psikologi. Selain itu, masih terdapat hubungan kompleks antara Diabetes tipe 2 dan obesitas
multifaktorial yang dapat menyulitkan pencegahan dan managemen Diabetes
78 tipe 2. Diabetes Mellitus juga terkait dengan banyak komplikasi komorbiditas
lainnya, seperti hipertensi, penyakit jantung, stroke, gagal ginjal, dan kebutaan, serta terkait juga dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan dan
beban ekonomi Hill dkk, 2013. Program pengendalian Diabetes Mellitus di Indonesia terdiri dari
pencegahan primer maupun sekunder. Salah satu upaya pencegahan sekunder adalah mencegah terjadinya komplikasi pada pasien penderita Diabetes
Mellitus tipe 2. Contohnya seperti di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan dimana pasien diwajibkan untuk melakukan konsultasi dan mengambil obat
setiap 2 minggu sekali. Selain itu mereka harus melakukan tes gula darah secara rutin setiap satu bulan sekali. Hal tersebut bisa mencegah terjadinya
komplikasi pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2. Jumlah kasus baru dari tahun 2011 dan 2012 di Puskesmas
Pesanggrahan berturut-berturut meningkat mulai dari 178 menjadi 357 kasus. Jumlah tersebut tetap meningkat menjadi 421 kasus baru pada tahun 2013. Hal
tersebut perlu diantisipasi oleh Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan, karena setiap tahunya selalu terjadi peningkatan kasus baru Diabetes Mellitus. Maka
disarankan kepada puskesmas untuk meningkatkan program pengendalian penyakit Diabetes Mellitus tidak hanya untuk penderita tetapi juga kepada
semua masyarakat yang sehat di wilayah Kecamatan Pesanggrahan.
79
6.3 Gambaran dan Risiko Riwayat Melahirkan Bayi Lebih dari 4.000 gram